Menit ke-88, Persip mencetak gol kedua lewat satu skema lemparan ke dalam. Bola yang dilempar Dimas gagal diantisipasi barisan belakang PSIP dan disambar oleh Haezel Wahyudya Perdana.
Kemunculan Haezel dari belakang di luar amatan bek PSIP. Akibatnya, winger bernomor punggung 10 tersebut sama sekali tanpa gangguan ketika menyundul bola ke dalam gawang.
Namun gol ini dianulir hakim garis yang mengangkat bendera. Padahal jika melihat proses terjadinya gol yang berawal dari lemparan ke dalam, agak sulit menerima di mana dan kapan offside terjadi.
Memasuki injury time, kejadian lebih kocak terjadi. Salah satu pemain Persip dilanggar tepat di garis kotak penalti ketika menggiring bola. Wasit langsung menunjuk titik putih.
Tentu para pemain PSIP protes. Kapten tim Aswandanu Bagas Wicaksono tampak menunjuk-nunjuk area depan kotak penalti, bahasa tubuh yang memprotes keputusan wasit.
Menariknya, setelah itu wasit mendatangi hakim garis. Jadi menarik karena posisi wasit justru lebih dekat, jauh lebih dekat dengan tempat terjadinya pelanggaran ketimbang hakim garis yang berdiri di seberang lapangan.
Setelah berdiskusi dengan asistennya, wasit mengubah keputusan. Hadiah tendangan penalti untuk Persip dibatalkan, diganti tendangan bebas.
Terang saja pemain Persip protes. Namun itu tak berlangsung lama karena dari bench terdengar ada ofisial Persip yang meneriaki pemain-pemainnya agar tak terus-terusan memprotes wasit.
Terjadi dua kali insiden lagi di pengujung pertandingan. Beruntung bentrokan yang pecah tepat saat wasit meniup peluit panjang tak berkembang lebih jauh.
Secara pribadi, menurut saya PSIP beruntung berakhir seri. Persip layak menang karena tampil jauh lebih baik.
Gol Haezel tidak semestinya dianulir, demikian pula hadiah penalti untuk Persip. Namun, demikianlah sepak bola Indonesia. Jangan berharap banyak.