Pada menit-menit akhir waktu normal, para pemain terlihat sudah tak terlalu bertenaga. Tanda-tanda kelelahan terlihat jelas. Lebih-lebih memasuki masa injury time yang nyaris 15 menit lamanya.
Namun Iqbal, dkk. terus berjuang mempertahankan poin. Mereka mati-matian menahan gempuran para pemain Ekuador yang masih tampak bugar dalam mengurung kotak penalti Indonesia.
Ini mengingatkan saya pada kegigihan arek-arek Suroboyo dalam menahan gempuran pasukan Sekutu dalam Pertempuran Surabaya 1945. Kala itu, para pejuang hanya berbekal senjata alakadar, tetapi mampu merepotkan tentara Sekutu yang datang dengan artileri lengkap.
Kredit khusus layak disematkan pada Ikram yang melakukan sejumlah penyelamatan penting. Juga kepada Iqbal, Sulthan Zaky dan Tonci Ramandei Souther yang mengawal lini belakang dengan sangat baik.
Harus diakui jika persiapan Indonesia tidaklah ideal. Pembentukan tim yang terbilang mendadak, juga uji coba yang 'hanya' melawan klub alih-alih sesama tim yang mewakili negara, membuat ada sesuatu yang masih kurang dari permainan Garuda Muda. Utamanya dalam hal membangun serangan.
Toh, para pemain Indonesia U-17 mampu mengatasi segala kekurangan tersebut. Penampilan mereka di atas lapangan memangkas perbedaan kualitas dengan Ekuador yang datang dengan persiapan jauh lebih baik.
Bayangkan saja, Ekuador lolos ke Piala Dunia U-17 2023 sebagai runner-up 2023 South American U-17 Championship. Dalam turnamen tersebut Isaac Sanchez, cs. hanya kalah sekali dari total 9 kali bertanding.
Bahkan Brazil yang kemudian keluar sebagai juara, bisa Ekuador tahan imbang dua kali. Pertama di fase grup, lalu kedua di final stage yang memakai format round robin. Dua-duanya dengan skor identik 2-2.
Statistik pertandingan menunjukkan dengan jelas jurang perbedaan kedua tim. Ekuador benar-benar mengungguli Indonesia dalam segala hal.
Mengutip laman resmi FIFA, Ekuador membukukan 23 tembakan dengan 7 di antaranya on target. Berbanding 7 milik Indonesia dan hanya 2 yang tepat mengarah ke gawang.