KAWASAN Monumen Nasional di Jakarta dipenuhi lautan manusia, Ahad (5/11/2023) pagi. Ribuan orang dari berbagai kalangan tumpah ruah, sembari mengibarkan bendera hitam-putih-hijau dalam aksi Bela Palestina.
Aksi ini digagas oleh Ketua Prakarsa Persahabatan Indonesia-Palestina, Din Syamsuddin. Didukung penuh gabungan elemen masyarakat yang menamakan dirinya sebagai Aliansi Rakyat Indonesia.
Sejumlah pejabat negara ikut meramaikan aksi ini. Mulai dari Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menko PMK Muhadjir Effendy, hingga Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Beberapa politisi kawakan juga tampak dalam keramaian massa. Di antaranya mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Ketua MPR RI Amien Rais, anggota DPR RI dari Partai Gerindra Raden Wulansari alias Mulan Jameela, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, termasuk pasangan capres-bacawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Dari kalangan public figure, eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo juga turut serta. Lalu ada pula jurnalis senior Najwa Shihab, content creator Atta Halilintar, aktris sekaligus penyanyi Syifa Hadju, selebgram Dara Arafah dan Dinda Hauw.
Pesan yang ingin disampaikan melalui aksi ini jelas, yakni dukungan moril bagi rakyat Palestina. Massa juga mengutuk penyerangan dan pengepungan Jalur Gaza oleh militer Israel, menyusul serbuan milisi Hamas pada 7 Oktober lalu.
Mengutip kantor berita Turki Anadolu Agency, per 5 November ini serangan militer Israel ke Gaza telah memakan korban 9.500 jiwa. Dari jumlah tersebut, 3.900 di antaranya adalah anak-anak dan 2.509 lagi wanita.
Angka kurang-lebih sama disebutkan oleh Sky News. Media ini mengutip rilis resmi Kementerian Kesehatan Gaza yang menyebutkan korban tewas mencapai 9.061 jiwa per 3 November 2023. Sepertiga dari jumlah tersebut wanita dan anak-anak.
Solidaritas Indonesia
Sementara itu, Pemerintah Indonesia telah mengirimkan bantuan kemanusiaan bagi penduduk Gaza. Bantuan seberat 51,5 ton itu diterbangkan melalui Bandara Halim Perdanakusumah pada Sabtu (4/11/2023) lalu.
Pelepasan paket bantuan tersebut dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Dalam cuitan di akun X/Twitter-nya, Presiden menegaskan "tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza tidak dapat diterima dan harus dihentikan secepatnya".
Lautan massa di kawasan silang Monas dan bantuan kemanusiaan 51,5 ton menjadi bukti nyata dukungan rakyat dan Pemerintah Indonesia bagi warga Palestina. Solidaritas yang telah muncul sejak Republik ini meraih kemerdekaan.
Solidaritas Indonesia kepada Palestina juga kerap ditunjukkan di ajang sepak bola. Bahkan sampai-sampai tiket Piala Dunia pun rela dikorbankan.
Bukan ... yang saya maksud di sini bukan Piala Dunia U-20 beberapa waktu lalu. Kalau event satu ini Pemerintah Indonesia justru mendukung penuh agar tetap terselenggara di Indonesia, sekalipun salah satu kontestannya adalah Israel U-20.
Kita tentu masih sama ingat, apa dan siapa yang menyebabkan FIFA mencabut hak Indonesia sebagai tuan rumah. Sekaligus membatalkan partisipasi tim Indonesia U-20.
Yang akan saya ulas di sini adalah peristiwa yang lebih lama. Ketika Indonesia tinggal sedikit lagi ke putaran final Piala Dunia 1958, tetapi memilih mundur demi solidaritas terhadap Palestina.
Jika partisipasi Indonesia di Piala Dunia U-20 batal karena manuver sejumlah politisi, pada Piala Dunia 1958 batal karena perintah langsung dari pemimpin negara. Ya, perintah Presiden Soekarno.
Kental Aroma Politis
Ketika itu Indonesia tengah mengarungi Kualifikasi Piala Dunia 1958 yang akan berlangsung di Swedia. Tim Garuda turut bertarung memperebutkan kuota satu tiket bagi negara-negara Asia dan Afrika.
Sekalipun kualifikasi diperuntukkan bagi negara-negara Asia dan Afrika, kontestannya hanya 11 tim. Lalu karena FIFA menolak partisipasi Ethiopia dan Korea Selatan, tersisalah 9 tim.
Kesembilan peserta tersebut adalah Indonesia, Tiongkok, Taiwan, Israel, Turki dan Siprus dari Asia: ditambah Mesir, Sudan dan Suriah dari Afrika.
Aroma politis sudah terasa sejak awal. Taiwan mengundurkan diri setelah hasil undian Putaran Pertama menempatkan mereka di Grup 1 bersama Tiongkok dan Indonesia.
Tinggallah Indonesia dan Tiongkok di Grup 1. Kedua tim lantas ditandingkan kandang-tandang untuk menentukan juara grup.
Indonesia menang 2-0 ketika menjamu Tiongkok di Lapangan Ikada, Jakarta, 12 Mei 1957. Namun kemudian berbalik kalah 3-4 saat melakoni laga tandang, 2 Juni 1957.
Masa itu belum berlaku sistem skor agregat dan juga gol tandang. Perhitungannya adalah kedua tim sama kuat karena saling mengalahkan dalam dua pertemuan.
Maka Indonesia dan China harus bertanding sekali lagi untuk menentukan siapa pemenang di antara mereka. Partai play-off ini digelar di tempat netral, yakni di Stadion Aung San di Rangoon, Burma (Myanmar sekarang), pada 23 Juni 1957.
Hasilnya, kedua tim berbagi skor 0-0. FIFA akhirnya memutuskan Indonesia yang lolos ke Putaran Kedua karena punya rataan gol lebih baik.
Ramai-ramai Boikot Israel
Di Grup 2, aroma politis kembali menguar. Giliran Turki yang mengundurkan diri dari turnamen karena ogah bermain melawan Israel.
Sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim, Turki berada di sisi dunia Arab yang menolak kehadiran negara Israel di bumi Palestina. Maka, sebagai bentuk dukungan atas Palestina, mereka menolak bertanding melawan Israel.
Alhasil, Israel dinyatakan menang walk-over dan berhak melaju ke Putaran Kedua.
Di Grup 3, Siprus juga mengundurkan diri sehingga Mesir yang jadi lawan mendapat kemenangan WO. Sedangkan di Grup 4, Sudan menyingkirkan Suriah berkat kemenangan tipis 1-0 di kandang dan imbang 1-1 saat tandang.
Dengan demikian Indonesia, Israel, Mesir dan Sudan melaju ke Putaran Kedua. Pada fase ini Indonesia dijadwalkan bertanding melawan Israel, sedangkan Mesir berhadapan dengan Sudan.
Di sinilah isu politik kembali bermain. Sama halnya Turki yang menolak Israel, sikap serupa ditunjukkan Mesir.
Mesir tidak mau melanjutkan partisipasi mereka jika tetap ada Israel. Tuntutannya tegas, keluarkan Israel dari kualifikasi Piala Dunia 1958 atau Mesir yang bakal keluar.
Terang saja FIFA tidak menggubris keberatan ini. Israel dipertahankan sebagai kontestan, membuat Mesir melaksanakan ancamannya dengan mundur dari kompetisi.
Dengan demikian, Sudan otomatis melenggang ke Putaran Ketiga. Siapa lawannya nanti menunggu hasil pertandingan Indonesia vs Israel.
Korbankan Tiket Piala Dunia
Jika melihat bagan turnamen, Indonesia punya kans besar untuk memenangkan Kualifikasi Zona Asia-Afrika. Tinggal mengalahkan Israel dan kemudian Sudan, maka Tim Garuda berhak melaju ke partai play-off melawan wakil UEFA.
Menilik peta kekuatan sepak bola saat itu, saya yakin level Indonesia berada di atas Sudah dan juga Israel. Toh, Israel juga baru berdiri ketika itu. Kekuatannya sebelas-dua belas dengan Indonesia.
Namun pertandingan tersebut tidak pernah terjadi. Begitu mengetahui timnas Indonesia bakal melawan Israel di Kualifikasi Piala Dunia, Bung Karno segera memberi perintah tegas.
Sikap Presiden Soekarno bisa dimaklumi. Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, dukungan paling awal bagi Republik datang dari bangsa Arab.
Mesir adalah negara berdaulat pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan ini diberikan pada 22 Maret 1946.
Lalu disusul pengakuan Suriah pada 2 Juli 1947 dan kemudian Irak dua pekan berselang. Di antara ketiga negara Arab tersebut ada juga dukungan dari India dan Vatikan.
Palestina masih berada dalam cengkeraman Kerajaan Britania Raya ketika RI diproklamasikan. Namun demikian ada dua tokoh besar Palestina yang turut membantu perjuangan Indonesia di kancah internasional.
Tokoh pertama adalah M. Ali Taher, seorang saudagar dan raja media dari kawasan Tepi Barat. Lalu sosok kedua adalah Mufti Mandat Palestina As-Sayyid Al-Amin Al-Husaini.
Atas nama utang budi inilah Presiden Soekarno meminta timnas untuk menolak bertanding melawan Israel. Sebuah keputusan yang tentu saja membuat geger internal Indonesia.
Negosiasi lantas dilakukan agar Indonesia tidak ikut didepak dari kompetisi seperti halnya Turki dan Mesir. Bung Karno melunak, tetapi dengan syarat: Israel tidak boleh datang ke Indonesia dan pemain Indonesia pun tidak boleh datang ke Israel.
Indonesia lantas meminta pertandingan dilangsungkan di tempat netral. Namun FIFA menolak keras permohonan ini. Pertandingan tetap harus dilangsungkan di negara masing-masing peserta, kandang-tandang seperti pada putaran sebelumnya. Tidak ada kompromi.
Di lain sisi, Presiden Soekarno tetap teguh pada pendiriannya. Para pemain Israel tidak boleh menginjakkan kaki di Tanah Pertiwi dan Indonesia juga tidak mau main di Israel.
Akhirnya keputusan besar diambil. Indonesia mengundurkan diri dan mengorbankan tiket menuju Piala Dunia 1958 demi membela Palestina.
Referensi dan Sumber:
- cnnindonesia.com/nasional/20231105080230-20-1020113/daftar-tokoh-ikut-aksi-bela-palestina-di-monas-puan-hingga-anies
- insertlive.com/hot-gossip/20231105114622-7-323224/inilah-10-artis-indonesia-yang-ikut-demo-bela-palestina-di-monas
- aa.com.tr/en/middle-east/palestinian-death-toll-reached-9-500-including-over-6-400-children-and-women/3044001#
- news.sky.com/story/israel-hamas-war-how-many-people-have-died-in-gaza-12998755#
- nasional.kompas.com/read/2023/11/04/09163481/pemerintah-kirim-515-ton-bantuan-kemanusiaan-ke-gaza
- twitter.com/jokowi/status/1720690009072963811
- uici.ac.id/5-negara-pertama-yang-mengakui-kedaulatan-indonesia/
- mpr.go.id/berita/HNW-:-Presiden-Patut-Beri-Tanda-Kehormatan-Pada-Dua-Tokoh-Palestina-Ini
- planetworldcup.com/CUPS/1958/wc58qualification.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H