Lautan massa di kawasan silang Monas dan bantuan kemanusiaan 51,5 ton menjadi bukti nyata dukungan rakyat dan Pemerintah Indonesia bagi warga Palestina. Solidaritas yang telah muncul sejak Republik ini meraih kemerdekaan.
Solidaritas Indonesia kepada Palestina juga kerap ditunjukkan di ajang sepak bola. Bahkan sampai-sampai tiket Piala Dunia pun rela dikorbankan.
Bukan ... yang saya maksud di sini bukan Piala Dunia U-20 beberapa waktu lalu. Kalau event satu ini Pemerintah Indonesia justru mendukung penuh agar tetap terselenggara di Indonesia, sekalipun salah satu kontestannya adalah Israel U-20.
Kita tentu masih sama ingat, apa dan siapa yang menyebabkan FIFA mencabut hak Indonesia sebagai tuan rumah. Sekaligus membatalkan partisipasi tim Indonesia U-20.
Yang akan saya ulas di sini adalah peristiwa yang lebih lama. Ketika Indonesia tinggal sedikit lagi ke putaran final Piala Dunia 1958, tetapi memilih mundur demi solidaritas terhadap Palestina.
Jika partisipasi Indonesia di Piala Dunia U-20 batal karena manuver sejumlah politisi, pada Piala Dunia 1958 batal karena perintah langsung dari pemimpin negara. Ya, perintah Presiden Soekarno.
Kental Aroma Politis
Ketika itu Indonesia tengah mengarungi Kualifikasi Piala Dunia 1958 yang akan berlangsung di Swedia. Tim Garuda turut bertarung memperebutkan kuota satu tiket bagi negara-negara Asia dan Afrika.
Sekalipun kualifikasi diperuntukkan bagi negara-negara Asia dan Afrika, kontestannya hanya 11 tim. Lalu karena FIFA menolak partisipasi Ethiopia dan Korea Selatan, tersisalah 9 tim.
Kesembilan peserta tersebut adalah Indonesia, Tiongkok, Taiwan, Israel, Turki dan Siprus dari Asia: ditambah Mesir, Sudan dan Suriah dari Afrika.
Aroma politis sudah terasa sejak awal. Taiwan mengundurkan diri setelah hasil undian Putaran Pertama menempatkan mereka di Grup 1 bersama Tiongkok dan Indonesia.
Tinggallah Indonesia dan Tiongkok di Grup 1. Kedua tim lantas ditandingkan kandang-tandang untuk menentukan juara grup.