Tak masuk hitungan karena berstatus pendatang baru, lagi-lagi Persikota membuat kejutan besar. Tim asuhan Andi Lala kembali menjadi juara, memuncaki Divisi I 1996-97.
Itu artinya, Persikota berhak promosi ke Divisi Utama 1997-98. Keberhasilan menembus pentas sepak bola tertinggi hanya dalam tempo dua musim inilah yang membuat julukan Bayi Ajaib tersemat.
Hebatnya, Persikota sanggup bersaing dengan klub-klub lain yang lebih senior di Divisi Utama. Mereka mampu bertengger di peringkat ketiga klasemen Wilayah Tengah Divisi Utama 1997-98, sebelum kompetisi dihentikan.
Musim berikutnya, Persikota memuncaki klasemen akhir Grup 3 Wilayah Tengah. Mengangkangi klub-klub mapan nan berpengalaman seperti Pelita Bakrie, Arema Malang dan PSIM Mataram.
Sayang, Persikota tak berkutik di Babak 10 Besar. Hanya bisa meraup dua poin dari empat kali bertanding, sehingga gagal melaju ke putaran Grand Final.
Kegagalan tersebut membuat manajemen Persikota berbenah. Mereka bertekad meraih prestasi lebih baik di musim 1999-2000, ketika kompetisi bernama Liga Bank Mandiri.
Berada di Wilayah Barat, Persikota mampu mengakhiri Babak Reguler sebagai peringkat ketiga. Imbalannya adalah lolos ke Babak 8 Besar bersama Persija Jakarta, Persijatim Jakarta Timur dan PSMS Medan.
Hasil undian menempatkan Persikota di Grup B bersama Persija, Arema dan Pelita Solo. Si Bayi Ajaib tak terkalahkan di sini, sehingga memuncaki klasemen akhir dan berhak melaju ke semifinal.
Pupuk Kaltim menanti di semifinal. Pertandingan berlangsung alot dan berkesudahan 0-0 setelah berlangsung selama 120 menit. Malang, Persikota keok dalam adu penalti.
Bangkrut dan Mencoba Bangkit
Semifinal Divisi Utama 1999-2000 menjadi pencapaian terbaik Persikota. Selanjutnya mereka hanya bisa finish di papan tengah-atas.
Keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2011 menjadi pemicu kejatuhan Persikota. Peraturan tersebut berisi larangan penggunaan dana APBD untuk membiayai klub sepak bola.