Karena banyak pemain tak memenuhi panggilan, Coach Shin berangkat ke Thailand dengan skuat seadanya. Baik secara kualitas maupun kuantitas riil, sebab yang bugar dan dapat tampil hingga ke final hanya 16 pemain.
Lanjutan ceritanya sama-sama kita ketahui. Meski tertatih-tatih di fase grup, Indonesia U-23 membuat kejutan dengan mengalahkan tuan rumah Thailand di semifinal.
Sayang, Alfreanda Dewangga, dkk. kurang beruntung di partai final. Setelah bermain imbang 0-0 selama 120 menit, Garuda Muda harus mengakui keunggulan Vietnam di babak adu penalti.
Selepas turnamen, tak sedikit yang mengkritik sikap sejumlah pelatih klub Liga 1 yang enggan melepas pemain ke timnas. Mereka beranggapan para juru latih itu telah bersikap egois dengan lebih mementingkan klub di atas nama negara.
Aib Terbesar
Indonesia pernah mengalami kejadian lebih buruk dari itu terkait penolakan klub melepas pemain ke timnas. Momen di mana negara kita mendapat malu besar di jagat sepak bola dunia.
Untuk membahasnya, mari kita mundur ke peristiwa 11 tahun lalu. Tahun ketika Indonesia menelan kekalahan terbesar dalam sejarah sejak PSSI berdiri.
Ya, benar sekali kalau sudah ada yang menebak jika yang dimaksud adalah laga melawan Bahrain pada 2012. Pertandingan di mana Indonesia menderita 10 gol tanpa balas.
Peristiwa itu terjadi pada tanggal yang hanya terulang empat tahun sekali, 29 Februari 2012. Ajangnya adalah lanjutan Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2014.
Ketika itu Indonesia sudah dipastikan tersingkir, sebab selalu kalah dalam 5 pertandingan sebelumnya di Grup E. Sementara Bahrain masih punya peluang melaju ke putaran berikutnya, meski ada syarat yang terhitung berat.
Syaratnya adalah Bahrain harus mengalahkan Indonesia dengan selisih gol minimal 9. Sementara pada saat bersamaan di partai lain Grup E, Qatar kalah dari Iran.
Bahrain diuntungkan karena PSSI tengah mengalami konflik internal. Sejak Desember 2011 muncul federasi bayangan dengan nama Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI).