Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Gema Solidaritas dari Utara Giuseppe Meazza

4 Oktober 2023   22:11 Diperbarui: 4 Oktober 2023   22:24 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: Twitter (X)/ Tancredi Palmeri

Setahun sudah tragedi maut itu berlalu, tetapi belum ada keputusan yang dirasa memuaskan oleh para penyintas dan keluarga korban. Seruan-seruan dengan kata kunci "usut tuntas" yang masih berseliweran di media sosial dapat dijadikan sebagai indikator.

Kabar mengenai hal ini bahkan sampai ke Milan, bukan? Kalau tidak, mana mungkin Curva Nord membentangkan spanduk berisi pesan menuntut seperti itu di Giuseppe Meazza.

Ahad (1/10/2023) lalu, bertepatan dengan setahun terjadinya Tragedi Kanjuruhan, laman BBC Indonesia menurunkan satu laporan panjang. Dari judulnya saja sudah tergambar bahwa keadilan bagi para penyintas dan keluarga korban masih berada di awang-awang.

'Jalan berliku meraih keadilan', demikian istilah yang dipakai BBC Indonesia dalam judul laporannya itu. Di dalamnya tersaji kisah-kisah pilu mengenai saat-saat terakhir korban tewas di Stadion Kanjuruhan dari penuturan penyintas dan atau keluarga masing-masing.

Laporan diawali cerita Vidia Darma Nur Ariyanti, seorang penyintas yang kehilangan adik sekaligus kekasihnya pada malam nahas itu. Bahkan Vidia pun sempat hampir mati karena terinjak-injak penonton lain.

Kemudian ada kisah Deyangga Sola Gratia, penyintas lain yang hingga kini menderita trauma usai mengalami kejadian mencekam di kandang Arema FC tersebut. Setiap kali mendengar suara ledakan dan sirine, Deyangga akan langsung berkeringat dingin dan ketakutan. Kejadian 1 Oktober 2022 seketika terbayang di ingatannya.

Yang tak kalah memilukan adalah pemaparan Cholifatul Nur. Wanita yang akrab disapa Ifa ini kehilangan putera semata wayangnya di Kanjuruhan: Jovan Farellino Yuseifa Pratama Putera.

Selama ini Ifa hanya hidup berdua dengan Jovan sebagai orang tua tunggal. Sepeninggal anak itu setahun lalu, hidupnya berubah total.

Penderitaan yang ia rasakan membuat Ifa kerap bersuara lantang menyerukan keadilan. Ia hanya berharap para pelaku dihukum berat: nyawa dibalas nyawa.

Namun Ifa harus menelan kekecewaan. Demikian pula keluarga korban lain dan juga para penyintas.

Agaknya kekecewaan mereka terasa hingga jauh ke Milan. Mendorong Curva Nord membentangkan spanduk tuntutan sebagai wujud solidaritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun