Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Medali Asian Games dan Pesepak Bola Keturunan Tionghoa

19 September 2023   01:40 Diperbarui: 19 September 2023   01:51 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ASIAN Games 2022 di Hangzhou segera bergulir. Pelatih Indra Sjafri bertekad memberikan kejutan. Akankah itu berupa raihan medali seperti pada edisi 1958, di mana timnas Indonesia diperkuat sekian pemain keturunan Tionghoa?

Tak perlu malu mengakui sejarah. Satu-satunya medali yang pernah diraih Indonesia di cabang sepak bola Asian Games, ya pada 1958 itu. Medali perunggu sebagai peringkat ketiga. Di Tokyo tempatnya.

Selain catatan perunggu tersebut, Indonesia memang sempat dua kali lagi menembus semifinal. Pertama pada 1954, lalu kali terakhir pada 1986. Namun pada dua kesempatan itu berakhir dengan kekalahan. Kekalahan yang berlanjut di partai perebutan peringkat ketiga.

Alhasil, perunggu di Tokyo 1958 merupakan satu-satunya medali Asian Games dalam lemari koleksi Indonesia. Medali yang telah berusia berusia 65 tahun tersebut diraih oleh timnas yang sebagian anggotanya berdarah Tionghoa.

Coba kita tengok nama-nama peraih medali perunggu di Tokyo kala itu. Di antaranya ada Kwee Kiat Sek, Thio Him Tjiang, Phwa Sian Long dan Tan Liong Houw.

Lihat, bukankah itu nama-nama Tionghoa? Jangan heran, sebab pada era 1950-an hingga 1960-an timnas kita memang selalu diperkuat oleh para pemain yang nenek moyangnya berasal dari daratan Tiongkok nun jauh.

Bukan sekadar menjadi anggota skuat, para pesepak bola berdarah Tionghoa banyak yang menjadi andalan timnas. Bersama merekalah Indonesia mencatatkan capaian-capaian legendaris di pentas internasional. Catatan yang masih terus diceritakan dengan bangga hingga kini.

Selain medali perunggu Asian Games 1958, satu lagi momen epik yang ditampilkan timnas berkekuatan pemain keturunan Tionghoa adalah skor imbang 0-0 kala menghadapi Uni Soviet di Olimpiade 1956. Sebagai catatan tambahan, itulah satu-satunya penampilan Indonesia di Olimpiade.

Mengajari Pribumi

Timnas Indonesia diperkuat pemain berdarah Tionghoa adalah hal lazim pada masa lalu. Utamanya di era kejayaan Indonesia pada dekade 1950-an hingga 1960-an, di mana Tim Garuda dapat berbicara banyak di level dunia.

Sejarah sepakbola nasional sendiri tidak terlepas dari peran para peranakan Tionghoa. Bahkan menurut Srie Agustina Palupi dalam buku Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920-1942, orang-orang Tionghoa-lah yang memperkenalkan sepak bola kepada penduduk pribumi.

Sebelum PSSI lahir pada 1930, misalnya, orang-orang keturunan Tionghoa sudah terlebih dahulu membentuk federasi bernama Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB). Sebagian lagi turut andil dalam pembentukan federasi bernama Voetbalbond Batavia Omstreken (VBO), organisasi di bawah Netherlandsche Indische Voetbal Unie (NIVU, PSSI-nya Hindia Belanda).

Pendapat Srie Agustina sangat masuk akal, mengingat kebanyakan orang Eropa tidak mau membaur dengan penduduk asli Nusantara. Kalaupun mereka bermain sepak bola, mendirikan klub dan kemudian menggelar kompetisi, kesemuanya bersifat eksklusif hanya bagi kalangan orang Eropa.

Berkebalikan dengan orang Tionghoa. Meskipun dalam susunan strata sosial bentukan VOC--dilanjutkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda--derajat mereka lebih tinggi, orang-orang Tionghoa masih mau bergaul dengan kaum pribumi.

Dari relasi Tionghoa-pribumi inilah sepak bola dimainkan lebih luas di kalangan bawah. Penduduk asli Nusantara lantas ikut mendirikan klub pula. Disusul dengan pembentukan Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia, cikal bakal PSSI, pada 1930.

Singkat cerita, begitu Republik Indonesia lahir pada 1945, orang-orang keturunan Tionghoa menyatakan dukungannya. Dalam bidang sepak bola, dukungan tersebut ditunjukkan dengan cara menggabungkan klub-klub etnis Tionghoa ke dalam klub-klub PSSI.

Satu contoh adalah Union Makes Strength alias UMS, satu klub sepak bola Tionghoa yang tenar di Batavia pada masanya. Sebagai bentuk dukungan terhadap Republik, langganan juara kompetisi VBO ini menggabungkan diri dengan Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ, kini Persija Jakarta).

Langkah serupa dilakukan pula oleh pengurus klub Tjung Hwa (PS Tunas Jaya). Sedangkan di Surabaya, klub Tiong Hoa alias Suryanaga bergabung dengan Soerabajasche Indonesische Voetbalbond (SIVB, kini Persebaya).

Andalan Klub dan Timnas

Bergabungnya klub-klub Tionghoa sebagai anggota sejumlah klub elite Perserikatan memberi warna pada kompetisi garapan PSSI. Beberapa pemain lantas tampil menonjol lantaran mendominasi posisi penting.

VIJ alias Persija sempat sangat mengandalkan Tan Liong Houw dan Thio Him Tjiang. Nama pertama berposisi sebagai gelandang, sedangkan yang kedua pemain multiposisi yang terakhir kali dikenal sebagai sosok bek tangguh.

Macan Kemayoran juga sempat punya andalan bernama Fan Tek Fong. Lalu jangan lupakan pula sang bintang Liem Soen Joe. Sosok yang oleh orang kebanyakan lebih dikenal dengan nama keduanya, yakni Endang Witarsa.

Persebaya sendiri pada era 1940-an dan 1950-an punya sederet pemain andalan berdarah Tionghoa. Liem Tiong Hoo, Bhe Ing Hien dan Tee San Lioang sempat menjadi trisula maut di barisan depan Bajul Ijo.

Lalu ada pula nama Phoa Sian Liong yang jadi langganan timnas pada era tersebut. Ditambah Liem Thay Hie dan Kho Thiam Gwan.

Tampil oke bersama klub, mudah ditebak jika nama-nama tersebut kemudian dipanggil memperkuat timnas. Kalau ada yang dengan bangga menceritakan hasil seri melawan Uni Soviet di Olimpiade Melbourne 1956, jangan lupakan lima pemain berdarah Tionghoa yang membela Indonesia saat itu.

Lima dari sebelas, itu artinya separuh dari kekuatan timnas di Melbourne adalah para pemain keturunan Tionghoa. Tan Liong Houw, Thio Him Tjiang, Kwee Kiat Sek, Phwa Siang Liong dan Liem Soen Joe; itulah nama kelima pemain dimaksud.

Dua tahun berselang, kembali timnas yang diperkuat deretan penggawa berdarah Tionghoa menorehkan prestasi. Ya, inilah yang disinggung pada awal tulisan: raihan medali perunggu Asian Games 1958. Capaian yang entah kapan bisa diulang.

Amunisi untuk Mengulang Kejayaan?

Kalau sekarang kita membangga-banggakan Asnawi Mangkualam dan Pratama Arhan karena bermain di luar negeri, pesepak bola keturunan Tionghoa adalah perintis fenomena ini. Bahkan terjadinya jauh sebelum Kurniawan Dwi Yulianto direkrut FC Lucern pada 1994.

Pelopor pesepak bola Indonesia merantau ke liga luar negeri adalah Liem Soei Liang. Nama indonesianya Surya Lesmana, pemain jebolan UMS. Pada 1974, ia dikontrak salah satu klub Hong Kong dengan gaji HK $2.000 per bulan.

Kini, nyaris tak ada lagi pemain keturunan Tionghoa di pentas sepak bola nasional. Jangankan sampai jadi andalan timnas, memperkuat klub secara reguler pun tidak banyak.

Dulu yang performanya terhitung menonjol hanyalah Nova Arianto bersama Persib Bandung. Ya, asisten Shin Tae-yong di timnas kita itu berdarah Tionghoa. Lihat saja bentuk sepasang matanya yang sangat oriental.

Sempat ada nama Juan Revi, Irvin Museng, Febryanto Wijaya, Kim Jeffrey Kurniawan yang masih kerabat keturunan Thio Him Tjiang, juga Sutanto Tan. Namun kesemuanya belum menunjukkan penampilan menawan, apatah lagi sampai mengulangi capaian para pendahulu di timnas.

Di tengah getolnya PSSI mengejar dan mengikat para pemain keturunan Indonesia di luar negeri, saya malah merindukan hadirnya kembali penggawa timnas keturunan Tionghoa. Sayangnya memang sangat sedikit sekali peranakan Tionghoa yang berminat menyeriusi sepak bola sebagai profesi.

Apa boleh buat, saya hanya bisa berandai-andai. Jika kembali diperkuat pemain-pemain keturunan Tionghoa, akankah Indonesia menjadi Macan Asia seperti era 1950-an hingga 1960-an?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun