Sebelum PSSI lahir pada 1930, misalnya, orang-orang keturunan Tionghoa sudah terlebih dahulu membentuk federasi bernama Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB). Sebagian lagi turut andil dalam pembentukan federasi bernama Voetbalbond Batavia Omstreken (VBO), organisasi di bawah Netherlandsche Indische Voetbal Unie (NIVU, PSSI-nya Hindia Belanda).
Pendapat Srie Agustina sangat masuk akal, mengingat kebanyakan orang Eropa tidak mau membaur dengan penduduk asli Nusantara. Kalaupun mereka bermain sepak bola, mendirikan klub dan kemudian menggelar kompetisi, kesemuanya bersifat eksklusif hanya bagi kalangan orang Eropa.
Berkebalikan dengan orang Tionghoa. Meskipun dalam susunan strata sosial bentukan VOC--dilanjutkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda--derajat mereka lebih tinggi, orang-orang Tionghoa masih mau bergaul dengan kaum pribumi.
Dari relasi Tionghoa-pribumi inilah sepak bola dimainkan lebih luas di kalangan bawah. Penduduk asli Nusantara lantas ikut mendirikan klub pula. Disusul dengan pembentukan Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia, cikal bakal PSSI, pada 1930.
Singkat cerita, begitu Republik Indonesia lahir pada 1945, orang-orang keturunan Tionghoa menyatakan dukungannya. Dalam bidang sepak bola, dukungan tersebut ditunjukkan dengan cara menggabungkan klub-klub etnis Tionghoa ke dalam klub-klub PSSI.
Satu contoh adalah Union Makes Strength alias UMS, satu klub sepak bola Tionghoa yang tenar di Batavia pada masanya. Sebagai bentuk dukungan terhadap Republik, langganan juara kompetisi VBO ini menggabungkan diri dengan Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ, kini Persija Jakarta).
Langkah serupa dilakukan pula oleh pengurus klub Tjung Hwa (PS Tunas Jaya). Sedangkan di Surabaya, klub Tiong Hoa alias Suryanaga bergabung dengan Soerabajasche Indonesische Voetbalbond (SIVB, kini Persebaya).
Andalan Klub dan Timnas
Bergabungnya klub-klub Tionghoa sebagai anggota sejumlah klub elite Perserikatan memberi warna pada kompetisi garapan PSSI. Beberapa pemain lantas tampil menonjol lantaran mendominasi posisi penting.
VIJ alias Persija sempat sangat mengandalkan Tan Liong Houw dan Thio Him Tjiang. Nama pertama berposisi sebagai gelandang, sedangkan yang kedua pemain multiposisi yang terakhir kali dikenal sebagai sosok bek tangguh.
Macan Kemayoran juga sempat punya andalan bernama Fan Tek Fong. Lalu jangan lupakan pula sang bintang Liem Soen Joe. Sosok yang oleh orang kebanyakan lebih dikenal dengan nama keduanya, yakni Endang Witarsa.
Persebaya sendiri pada era 1940-an dan 1950-an punya sederet pemain andalan berdarah Tionghoa. Liem Tiong Hoo, Bhe Ing Hien dan Tee San Lioang sempat menjadi trisula maut di barisan depan Bajul Ijo.