Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Hugo Samir dan Cinta Pesepak Bola Asing pada Indonesia

15 September 2023   14:04 Diperbarui: 15 September 2023   14:11 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: Istimewa via Okezone.com

PSSI telah merilis daftar pemain yang akan dibawa ke Asian Games 2023. Dari 22 anggota skuat Indonesia U-24 tersebut, terselip nama asing tetapi sudah familiar: Hugo Samir.

Asing yang saya maksud di sini berarti bukan nama khas Nusantara. Hugo merupakan nama eropa, biasa dipakai orang Portugal, Spanyol dan Perancis. Sedangkan Samir nama arab.

Kalau sosok Hugo Samir sendiri sudah sangat familiar di mata pecinta sepakbola nasional. Wajar, sebab ini bukanlah kali pertama ia dipanggil timnas.

Samir turut memperkuat Garuda Muda di putaran final Piala Asia U-20 di Uzbekistan, Maret 2023. Sebelum itu, ia masuk dalam tim yang berlaga di turnamen mini U-20 di Jakarta, Februari 2023.

Selain bersama tim U-20, Samir juga pernah membela Indonesia U-19. Ia menyumbang dua gol dari enam penampilan bersama Garuda Muda di kedua kelompok usia tersebut.

Memang bukan catatan mentereng untuk seorang penyerang sayap. Namun dapat dimaklumi karena Samir lebih sering tampil sebagai pemain pengganti.

Satu-satunya momen di mana Samir menjadi starter adalah ketika Indonesia menantang Uzbekistan di partai terakhir fase grup Piala Asia U-20. Itupun ia hanya main satu babak.

Blasteran Brazil-Arab

Keberadaan Samir menambah panjang daftar pemain keturunan di tim Indonesia. Di skuat Asian Games 2023 ini saja, selain Samir ada pula George Brown.

Dari namanya, mudah ditebak jika Brown blasteran Eropa. Ayahnya orang Inggris, sedangkan ibunya orang Indonesia.

Brown sendiri lahir dan tumbuh besar di Inggris. Ia merupakan kakak kandung Jack Brown yang sempat dipanggil Shin Tae-yong untuk menjalani seleksi tim Indonesia U-19.

Sementara Samir, dari namanya yang berbau arab-eropa juga sudah tergambar asal-usulnya. Dan memang pemain muda ini berdarah campuran.

Bedanya, Samir lahir dan tumbuh besar di Indonesia. Tepatnya Surabaya. Ia merupakan putera mantan pesepakbola asing yang sangat terkenal di Liga Indonesia pada masanya.

Jacksen Ferreira Thiago nama mantan pesepakbola asing tersebut. Pria kelahiran Rio de Janeiro, Brazil, yang merupakan bintang Liga Indonesia baik semasa masih bermain maupun ketika kemudian menjadi pelatih.

Sebagai pemain, Jacksen membawa Persebaya Surabaya menjuarai Liga Indonesia 1996-97. Pada musim yang sama pula ia menjadi top skorer.

Begitu gantung sepatu, Jacksen beralih profesi sebagai pelatih. Assyabaab Surabaya menjadi klub pertama yang ia tangani, sebelum kemudian melatih Persebaya.

Bajul Ijo tengah sakit ketika Jacksen mengambil alih. Klub kebanggaan warga Surabaya ini baru saja terdegradasi dari Divisi Utama.

Di tangan Jacksen, cukup semusim saja Persebaya sudah kembali ke kasta tertinggi sepakbola nasional, usai menjuarai Divisi Satu pada 2003.

Hebatnya, semusim berselang Persebaya kembali menjadi juara. Kali ini tentu saja di Divisi Utama.

Setelah itu Jacksen meraih kesuksesan beruntun bersama Persipura Jayapura. Tiga gelar juara liga, masing-masing satu trofi Inter Island Cup dan Indonesia Community Shield ia persembahkan bagi Mutiara Hitam.

Jacksen juga pernah menangani Persiter Ternate. Polesan tangan dinginnya membuat klub berjuluk Laskar Kie Raha tersebut menjadi kuda hitam di musim 2007 dan 2008.

Setelah puluhan tahun tinggal di Indonesia, Jacksen jatuh hati pada Nadirah Bajamal. Dari nama belakangnya, mudah ditebak jika wanita pujaan hati JFT seorang keturunan arab.

Jacksen dan Nadirah lantas menikah. Dari pernikahan inilah lahir Hugo Samir pada 25 Januari 2005.

Cinta Indonesia

Kisah cinta orang tua Samir mirip dengan orang tua Ronaldo Kwateh. Sama halnya Jacksen, ayah Ronaldo adalah pesepakbola asing yang merantau jauh dari Afrika untuk bermain di Liga Indonesia.

Generasi yang lahir dan besar pada era 80-an hingga 90-an pastilah tak asing dengan nama Roberto Kwateh. Terlebih yang pernah mengikuti kiprah PSIM Yogyakarta di awal tahun 2000-an.

Jika Jacksen tiba di Indonesia pada pertengahan era 90-an, maka Roberto datang sekitar satu dasawarsa berselang. Penyerang asal Liberia ini masih berusia sangat muda kala itu, 19 tahun.

Mulanya Roberto mengincar Persebaya, tetapi tidak lolos seleksi. Ia lantas mencoba peruntungan dengan mengikuti seleksi di Pelita Krakatau Steel. Hasilnya, kembali gagal.

Sadar diri tak mujur dengan klub Divisi Utama, Roberto mengalihkan perhatian pada klub Divisi Satu. Jalan nasib kemudian melabuhkannya di PSIM.

Rupanya di sinilah nama Roberto langsung berkibar. Ia menjadi bomber tajam Divisi Satu musim 2003 dan membawa PSIM ke papan atas klasemen.

PSIM bahkan nyaris promosi ketika itu. Sayang, Laskar Mataram kalah bersaing di babak play-off dan harus puas hanya berakhir di peringkat ketiga.

Performa apik bersama PSIM pada akhirnya membawa Roberto ke Divisi Utama. Musim berikutnya ia dipinang PSIS Semarang untuk menjadi tandem Indriyanto Nugroho.

Duet ini menjadi pasangan yang subur di Divisi Utama 2004. Indriyanto mencetak 11 gol di akhir musim, sedangkan Roberto 10.

Rekor yang terhitung bagus untuk seorang pemain asing yang baru dua musim merumput di Indonesia dan usianya masih awal 20-an tahun. Toh, itu tak membuat PSIS mempertahankan Roberto.

Musim berikutnya, Roberto berpindah lebih ke barat untuk membela Persibat Batang di Divisi Satu 2005. Selepas itu petualangannya terus berlanjut ke segala penjuru tanah air.

Persiraja Banda Aceh, Persiwa Wamena, Persepar Palangkaraya, PSIR Rembang, serta Deltras Sidoarjo adalah beberapa klub yang pernah dibela Roberto. Sampai kemudian ia memutuskan gantung sepatu di tahun 2015, bertepatan dengan jatuhnya skorsing FIFA bagi Indonesia.

Kini, Roberto mengisi hari dengan sibuk melatih di JK Academy. Lembaga ini merupakan akademi sepakbola di Bantul yang didirikan kakaknya, Julius Kwateh.

Sama halnya Jacksen yang terpikat wanita lokal, cinta Roberto juga tertambat pada seorang gadis Jogja bernama Citra Rusnawati. Ia pun memilih menetap di Bantul bersama keluarga kecilnya.

Setelah generasi Hugo Samir dan Ronaldo Kwateh, kira-kira siapa lagi ya keturunan pesepakbola asing yang bakal memperkuat timnas Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun