TIMNAS Indonesia memperoleh banyak pelajaran berharga saat dua kali menghadapi Curacao, September 2022 lalu. Akan lebih lengkap rasanya jika para pembesar PSSI juga ikut belajar dari pengurus sepak bola negara asal Lautan Karibia tersebut.
Di Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Fachrudin Aryanto, dkk. telah belajar banyak bagaimana caranya meredam sebuah tim berisikan pemain berpostur tinggi-besar. Juga seperti apa mematikan permainan taktis dan efektif ala Eropa yang jadi andalan Curacao.
Dua kali menang, masing-masing dengan skor 3-2 dan 2-1, adalah bukti bahwa para pemain timnas Indonesia sebetulnya punya kualitas yang layak diandalkan. Bahkan saat melawan tim-tim dengan peringkat FIFA jauh lebih tinggi.
Memang masih ada beberapa hal yang bisa dikritisi dalam dua pertandingan tersebut. Akan tetapi secara umum penampilan Tim Merah Putih kala itu sangat memuaskan. Bahkan buat saya tergolong sangat memuaskan.
Itu pelajaran dari segi taktis permainan di atas lapangan. Di luar lapangan, ada lebih banyak poin menarik yang dapat kita serap dari Curacao. Bahkan mungkin saja harus ditiru oleh PSSI.
Lebih persisnya lagi belajar dari pengalaman Federashon Fotbal Korsou (FFK), PSSI-nya Curacao, dalam membangun timnas nan solid dan berprestasi. Sebuah tim yang dipuji oleh CONCACAF karena lesatan prestasinya yang menakjubkan dalam 5 tahun terakhir.
Dalam satu wawancara dengan Remko Bicentini (pelatih Curacao) di tahun 2021, laman resmi CONCACAF menggunakan istilah "meteoric rise" untuk menggambarkan perkembangan La Familia Azul. Melesat bak meteor. Cepat dan tinggi lesatannya.
Maklum saja Concacaf.com sampai memakai istilah demikian. Pasalnya, sebelum 2017 timnas Curacao hanyalah 'pupuk bawang' di konfederasi sepak bola Amerika Utara, Tengah dan Karibia tersebut.
Memang ada catatan mentereng dalam sejarah Curacao, yakni peringkat 3 CONCACAF Championship (cikal bakal Gold Cup) edisi 1963 dan 1969. Akan tetapi itu dicatatkan ketika masih bernama Netherlands Antilles alias Antillen Belanda.
Begitu Antillen Belanda---negara gabungan pulau-pulau jajahan Kerajaan Belanda di Karibia---bubar pada 2010 dan Curacao menjadi negara serta timnas sendiri, mereka tak pernah lolos ke putaran final turnamen akbar. Sekali saja tidak.
Bangkit dan Melesat
Kebangkitan Curacao baru mulai terjadi sejak berhasil menjuarai Piala Karibia 2017. Ini kompetisi yang diadakan Caribbean Football Union (CFU), subkonfederasi di bawah CONCACAF. Kalau di sini sama seperti AFF yang di bawah AFC.
Nah, jadi semakin relevan dengan Indonesia, bukan? Kegagalan dari Vietnam kemarin membuat Indonesia semakin lama menunggu hadirnya gelar juara Piala AFF.
Sebagai juara Piala Karibia 2017, Curacao berhak lolos ke putaran final Gold Cup. Itulah penampilan debut bagi La Pantera Azul di turnamen besar sebagai sebuah tim bernama Curacao.
Mulai saat itu prestasi Curacao memang melesat bak meteor. Mereka kembali menembus Gold Cup pada 2019 dan 2021. Bahkan di edisi 2019 Leandro Bacuna, cs. menorehkan kejutan dengan mengalahkan tim-tim unggulan dan melaju hingga perempatfinal.
Kegemilangan di Gold Cup 2019 menguntungkan Curacao dalam Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona CONCACAF. Saat proses drawing, negara mini tersebut menyempil di antara 8 anggota CONCACAF yang pernah tampil di Piala Dunia. Berada tepat di atas Panama yang adalah kontestan Piala Dunia 2018.
Sayang, setelah menjadi tim paling produktif dan tak pernah kalah di putaran pertama, langkah Curacao terhenti di putaran kedua. Coba tebak, siapa yang menyingkirkan tim asuhan Bicentini waktu itu? Panama.
Curacao memang gagal mencapai target lolos ke Piala Dunia 2022. Namun perkembangan dalam 5 tahun terakhir telah menempatkan mereka di jajaran elite CONCACAF.
Tim berseragam biru-biru tersebut bukan lagi 'pupuk bawang'. Curacao telah berubah menjadi satu tim yang diperhitungkan di zonanya. Baik di level Karibia maupun CONCACAF.
Contoh bagi PSSI
Inilah yang musti dipelajari PSSI dari FFK. Bagaimana caranya membangun sebuah tim yang mulanya lebih banyak berkutat di kualifikasi, seperti timnas kesayangan kita, menjadi langganan turnamen besar.
Timnas Indonesia sendiri bukanlah langganan Piala Asia. Turnamen ini sudah berlangsung sebanyak 17 kali sejak 1956, tetapi Tim Garuda hanya berpartisipasi 4 kali. Itupun salah satunya sebagai tuan rumah, yakni Piala Asia 2007.
Setelah itu, Indonesia absen tiga kali berturut-turut. Gabungan dari penampilan buruk di kualifikasi dan kisruh internal PSSI yang menyebabkan sanksi FIFA turun. Baru tahun ini kita dapat merasakan atmosfer Piala Asia lagi.
Jangan kata di level Asia, di lingkup Asia Tenggara saja prestasi Indonesia malah cenderung menurun. Ingat, kita belum pernah sekalipun merengkuh gelar juara Piala AFF. Padahal sudah 6 kali Tim Garuda mencapai partai final. ENAM KALI!
Ah, jadi ingat lagi kan, kekalahan menyesakkan di My Dinh Stadium kemarin-kemarin?
PR besar bagi PSSI selanjutnya adalah, bagaimana caranya agar timnas Indonesia bisa lolos ke Piala Asia 2027 dan seterusnya. Menjadi langganan putaran final, tidak sekadar ikut berkeringat di kualifikasi.
Juga yang tak kalah penting adalah menjuarai Piala AFF. Sebagai fans setia timnas sejak menyaksikan final sepak bola SEA Games 1997 nan "seru", saya sudah tidak sabar ingin melihat Indonesia menjadi juara Asia Tenggara.
Di titik inilah PSSI bisa mengintip rahasia sukses FFK dalam melejitkan timnas Curacao. Kalau dirasa cocok, tidak ada salahnya cara mereka kita tiru.
Dalam amatan saya, setidaknya ada dua langkah besar yang diterapkan FFK hingga Curacao sampai di titik sekarang. Perpaduan dua hal yang telah mengangkat level Curacao beberapa derajat lebih tinggi. Peringkat FIFA mereka bisa jadi cerminan.
Strategi pertama FFK juga telah dilakukan PSSI, tetapi sayangnya yang di sini lebih banyak ditunggangi kepentingan di luar timnas. Sedangkan yang kedua malah tak ubahnya tabu bagi para pengurus PSSI.
Mari kita bedah hal ini, tetapi di artikel selanjutnya.
Catatan: Judul ini merupakan yang pertama dari tiga tulisan mengenai timnas Curacao. Judul selanjutnya adalah Menata Ulang Strategi Naturalisasi Pemain dan Buruk Muka Federasi, Jangan Pelatih yang 'Dibelah'.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI