Balik lagi ke pertandingan melawan Vietnam semalam, pertanyaan yang kemudian muncul di kepala saya adalah: apa saja sih, yang sudah dilakukan para pengurus PSSI sejak kegagalan di final SEA Games 1997?
Pertanyaan lainnya lagi, kenapa orang-orang yang didapuk jadi pengurus PSSI selama 25 tahun belakangan sepertinya sama sekali tidak merasa terganggu dengan kemajuan yang ditunjukkan negara-negara yang lebih lemah dari Indonesia di Asia Tenggara.
Indonesia pernah membantai Filipina 13-1 di Piala AFF 2002. Sebuah kemenangan mudah. Namun dua dasawarsa berselang, kita tahu sendiri betapa susah payahnya Marc Klok en vrienden meraih kemenangan 2-1 atas lawan yang sama beberapa waktu lalu.
Demikian halnya Kamboja. Salah satu komentator ANteve (yang maaf, saya lupa namanya) pernah berkelakar, Indonesia lawan Kamboja itu skornya lebih mirip pertandingan tenis. Sekarang? Lagi-lagi timnas kita tampak kesusahan mengalahkan mereka dalam dua perhelatan Piala AFF terakhir.
Bagaimana dengan Vietnam? Jelang pertandingan tadi malam banyak yang mengingatkan momen kemenangan telak Indonesia di My Dinh National Stadium. Skornya 3-0, ajangnya fase grup Piala AFF 2004. Indonesia benar-benar mendominasi permainan kala itu.
Sampai pertemuan terakhir di semifinal Piala AFF 2016, Vietnam itu tidak pernah bisa mengalahkan Indonesia. Partai leg kedua di My Dinh enam tahun lalu adalah salah satu penampilan timnas yang tidak bakal pernah saya lupakan.
Namun, lihat perbedaannya sekarang. Vietnam mampu melaju hingga putaran tiga di Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia, sedangkan Indonesia menjadi juru kunci grup di putaran kedua.
Walaupun akhirnya tersingkir, setidaknya Vietnam bisa mengalahkan China dan menahan imbang Jepang. Sementara Indonesia jadi bulan-bulanan Uni Emirat Arab, Thailand, Vietnam dan Malaysia di putaran kedua. Hanya meraih 1 poin dari delapan pertandingan.
Untuk semakin mendramatisir perbandingan ini, saya merasa perlu mengungkit capaian Vietnam di Piala AFF.
Hingga edisi 2016, Indonesia masuk final 5 kali tetapi tidak pernah juara. Dalam periode yang sama, Vietnam hanya sekali mencapai final (di Piala AFF 2008) dan langsung merengkuh gelar juara.
Entah di mana salahnya sampai hal ini terjadi, seharusnya para cerdik pandai yang berkantor di Senayan sana yang lebih paham. Sebagai penonton dan pendukung setia timnas, saya hanya merasa waktu 25 tahun ini sangat disia-siakan sekali.