Penonton yang tidak terima dengan kekalahan ini lantas melempari lapangan dengan batu, botol berisi entah air minum atau air seni. Bahkan sampai ada yang membakar tribun. Layar televisi dipenuhi warna merah api dan putih akibat tebalnya asap yang mengambang di dalam stadion.
Baru bertahun-tahun kemudian saya tahu jika Indonesia terakhir kali menjuarai cabang sepak bola SEA Games di tahun 1991. Sudah berlalu enam tahun, wajar jika suporter ingin melihat timnasnya jadi juara lagi. Sayang, malah di rumah sendiri keok.
Saya lupa-lupa ingat apakah Azwar Anas (Ketua Umum PSSI saat itu) atau Wismoyo Arismunandar (Ketua KONI saat itu) yang masuk ke lapangan untuk menenangkan massa. Bisa jadi malah beliau berdua. Yang jelas lamaaa sekali baru keadaan dapat berubah kondusif sehingga prosesi pemberian medali dilaksanakan.
Sungguh bukan kesan pertama yang bagus, bukan? Sudahlah timnas kalah di kandang sendiri, ditambah lagi melihat suporter mengamuk. Pemandangan yang kelak saya tahu merupakan ciri khas sepak bola di negara ini.
Juara Dagelan
Sejak partai final SEA Games 1997 hingga laga leg kedua semifinal Piala AFF 2022 tadi malam, sudah 25 tahun saya mengikuti kiprah timnas Indonesia. Ya, kita semua sama-sama tahu, selama seperempat abad itu belum pernah sekalipun Tim Merah Putih menjadi juara.
Oh, tunggu! Saya jadi ingat salah satu podcast di kanal YouTube SEA News. Dalam acara itu Budi Sudarsono mengingatkan Valentino 'Jebret' Simanjuntak dan Cristiano Gonzales kalau timnas Indonesia sebetulnya pernah jadi juara.
Kapan? Tanggalnya 29 Agustus 2008. Nama ajangnya Piala Kemerdekaan. Indonesia menjadi juara setelah 'menang' atas Libya dalam partai final yang berlangsung di SUGBK.
Ya, kata 'menang' saya beri tanda kutip, sebab kemenangan itu diperoleh secara kontroversial. Bahkan kata yang lebih tepat adalah memalukan. Pasalnya, Libya menolak bertanding lagi usai satu insiden yang menimpa pelatih mereka, Gamal Adeen Abu Nowara, di lorong kamar ganti saat jeda pertandingan.
Padahal Libya sedang unggul 1-0 di babak pertama. Karena pelatihnya mengaku dipukul salah satu offisial timnas Indonesia, para pemain Libya ogah masuk lapangan di babak kedua. Alhasil, Indonesia dinyatakan menang WO dengan skor 3-1.
Itulah satu-satunya 'keberhasilan' timnas Indonesia selama 25 tahun saya mengikuti kiprah mereka. Namun agaknya itu bukan sebuah hal yang bisa dibanggakan. Buktinya, dalam podcast tadi Budi Sudarsono menceritakan momen juara tersebut sambil tersenyum tipis nan kecut. Bukan ekspresi bangga.
Kalau pemain yang jadi 'juara' saja tidak mengenangnya dengan penuh kebanggaan, apatah lagi saya yang hanya menyaksikan partai final dagelan tersebut lewat layar kaca?