TAMPIL di putaran final Piala Dunia adalah impian terbesar bagi kita semua. Ketika jalur sepak bola regular belum menemukan jalan, impian itu terwujud berkat kecemerlangan timnas amputasi menembus 2022 Amputee Football World Cup di Turki.
Kepastian Indonesia lolos ke putaran final Piala Dunia Amputasi 2022 diperoleh pada Juni lalu. Kala itu Tim Garuda INAF, demikian julukan timnas sepak bola amputasi Indonesia, menduduki peringkat dua grup dalam fase kualifikasi.
Indonesia menjalani kualifikasi zona Asia di Bangladesh. Hasil undian menempatkan tim asuhan Bayu Guntoro satu grup dengan tuan rumah Bangladesh, tetangga sebelah rumah Malaysia, dan tim kuat Jepang.
Dari tiga kali bertanding, Indonesia sukses mencatatkan dua kemenangan. Bahkan saat melawan Bangladesh, Aditya, dkk. berpesta dengan melesakkan delapan gol tanpa balas.
Meski kalah dari Jepang di laga terakhir, Indonesia tetap berhak lolos ke putaran final di Turki sebagai runner-up grup. Selain Indonesia dan Jepang, utusan dari Asia lainnya adalah Irak, Iran dan Uzbekistan.
Kelolosan Indonesia ini di luar dugaan. Maklum saja, timnas sepak bola amputasi sempat tidak dilirik. Minimnya dukungan membuat mereka harus mengupayakan sendiri segala keperluan dan biaya untuk berangkat menjalani kualifikasi di Bangladesh.
Namun semua keprihatinan itu berbuah manis dengan kelolosan ke Piala Dunia Amputasi 2022. Inilah kali pertama nama Indonesia tercatat sebagai salah satu kontestan ajang Piala Dunia di cabang sepak bola.
Sekarang sepak bola amputasi yang tampil membawa di level dunia. Kita tentu berharap di masa mendatang giliran sepak bola regular juga dapat menyusul.
Di Bawah FIFA
Menurut laman resmi WAFF, sepak bola amputasi atau amputee football diciptakan pada 1982 oleh Don Bennett. Bennett sendiri seorang penyandang disabilitas yang sehari-hari harus menggunakan bantuan kruk.
Suatu hari, Bennett secara tidak sengaja "menendang" sebuah bola basket dengan kruknya. Peristiwa inilah yang menjadi inspirasi baginya untuk mengonsep sepak bola khusus buat orang-orang sepertinya. Tiga tahun berselang, permainan ini mendunia berkat bantuan seorang pelatih bernama Bill Barry.
Sesuai namanya, permainan ini adalah olahraga khusus bagi penyandang disabilitas. Tepatnya bagi atlet yang sebelah kaki atau tangannya harus diamputasi karena alasan apapun.
Amputee football merupakan bagian dari para football, yakni permainan sepak bola khusus penyandang disabilitas. Jenis lain adalah deaf football bagi kaum tunarungu, juga ada powerchair football bagi pengguna kursi roda.
Sebagai mana rupa-rupa varian permainan sepak bola yang lain seperti beach soccer atau futsal, amputee football berada di bawah naungan FIFA sebagai induk sepak bola dunia. Wadah organisasinya bernama World Amputee Football Federation (WAFF).
Sama halnya struktur organisasi FIFA pula, di bawah WAFF ada federasi-federasi tingkat regional. Misalnya, European Amputee Football Federation (EAFF) untuk kawasan Eropa yang sejauh ini terbilang sebagai federasi paling maju.
EAFF rutin menggelar kompetisi bagi anggota-anggotanya. Mereka sudah dua kali menggelar Piala Eropa alias Euro, yakni pada 2017 dan 2021. Lalu di level klub juga ada hajatan Liga Champions Eropa.
Bedanya dengan sepak bola regular, Liga Champions Eropa di ranah amputee football hanya melibatkan tujuh kontestan. Mereka adalah Wisla Krakow dari Polandia, Manchester City (Inggris), Etimesgut Amputee Sport Club (Turki), C.D Flamencos Amputados Sur (Spanyol), Olimpique Jouy le Moutier (Prancis), AFC Tbilisi (Georgia) dan Sporting Amp Football (Italia).
Karena pesertanya cuma tujuh, kompetisi berlangsung selama dua hari saja yakni 20-22 Mei lalu di satu kota sebagai tuan rumah: Krakow. Etimesgut Amputee SC keluar sebagai juara, sedangkan tuan rumah Wisla Krakow menduduki urutan kedua.
Di Indonesia, para pemain amputee football berada di bawah tanggung jawab Persatuan Sepak Bola Amputasi Indonesia (PSAI) atau Indonesian Amputee Football Federation (INAF). Saat ini jabatan ketua umum PSAI dipegang oleh Yudhi Yahya.
Lalu di bawah PSAI ada pengurus-pengurus tingkat provinsi. Misalnya, PSAI Jawa Timur yang timnya menjadi lawan latih tanding timnas pada awal September lalu. Kala itu Aditya, dkk. menang telak 9-0.
Bagaimana Aturannya?
Sebagai turunan dari sepak bola, aturan permainan amputee football merupakan modifikasi dari Rule of the Game-nya FIFA. Bahkan khusus untuk bola, yang harus digunakan dalam pertandingan resmi seperti di Piala Dunia Amputasi 2022 adalah bola standar FIFA.
Permainan sepak bola amputasi melibatkan dua tim yang akan saling berhadapan selama total 50 menit. Pertandingan terdiri atas dua babak, masing-masing berdurasi normal 25 menit dengan jeda 10 menit di antaranya.
Masing-masing tim yang bertanding terdiri atas tujuh pemain. Rinciannya adalah enam outfield player dan satu penjaga gawang. Seperti halnya sepak bola regular, si kiper harus mengenakan seragam dengan warna berbeda dari rekan-rekannya.
Para outfield player tadi haruslah pemain yang hanya mempunyai satu kaki, tetapi boleh memiliki dua tangan. Sebaliknya, seorang kiper boleh berkaki lengkap tetapi tangannya mustilah hanya satu.
Untuk mendukung pergerakan outfield player yang berkaki satu, mereka wajib menggunakan kruk khusus. Yakni kruk yang ada pegangan tangannya. Pemakaian kaki palsu tidak diperbolehkan.
Namun demikian kruk tersebut tidak boleh dipakai untuk menggerakkan maupun menyentuh bola pada saat permainan aktif berjalan. Hanya boleh dipergunakan sebagai tumpuan tubuh pemain pada saat berlari dan menendang bola.
Sentuhan kruk dengan bola secara tidak disengaja mendapat dispensasi. Akan tetapi kalau wasit menilai sentuhan itu disengaja, si pemain bisa dikenai kartu kuning. Hitungannya sama seperti handball dalam sepak bola regular.
Aturan lebih keras menyangkut kruk adalah tidak diperkenankan untuk menyentuh tubuh lawan. Baik dengan maksud menghalang-halangi pergerakan apatah lagi mencelakai.
Saat melawan Prancis, 5 Oktober lalu, para pemain lawan kerap memprotes wasit karena menganggap pemain kita melakukan pelanggaran ini. Kalau saja waktu itu wasit mengamini, bisa gawat. Sebab hukumannya adalah kartu merah bagi si pemain dan hadiah penalti bagi tim lawan.
Demikian pula dengan sisa potongan kaki yang diamputasi. Pemain tidak boleh menggunakan bagian tersebut untuk menguasai maupun menggerakkan bola. Hukumannya sama seperti halnya menyentuh bola dengan kruk tadi.
Khusus untuk penjaga gawang, dilarang keras meninggalkan areanya yang berupa sebuah kotak di depan gawang. Termasuk hanya keluar setengah badan atau bahkan hanya menjulurkan tangan maupun kaki untuk merebut dan menguasai bola.
Pelanggaran atas aturan tersebut bakal membuat si kiper diusir dan timnya terkena hukuman penalti. Ini yang membedakan dari sepak bola regular, di mana kiper bahkan bisa ikut menyerang sampai ke kotak penalti lawan.
Perbedaan lainnya, tidak ada aturan offside dalam amputee football. Gol Aditya ke gawang Jerman pada 7 Oktober lalu lahir dari umpan Muhammad Bahiri yang menunggu di area pertahanan lawan. Kalau di sepak bola regular, epertinya Bahiri dalam posisi offside saat menerima bola sebelum mengumpan ke Aditya.
Oya, ukuran lapangan amputee football kira-kira separuh lapangan sepak bola regular, yakni maksimal 70 x 60 meter. Sedangkan ukuran gawangnya adalah 5 x 2,2 x 1 meter. Jauh lebih besar dari ukuran lapangan dan gawang futsal.
Untuk aturan pergantian pemain mirip dengan futsal, yakni pelatih dapat melakukan subtitusi seberapa sering dia mau sepanjang pertandingan. Termasuk juga memasukkan lagi pemain yang sebelumnya dia tarik keluar.
Gagal Penuhi Target
Kembali ke gelaran Piala Dunia Amputasi 2022, Indonesia dilepas oleh Menteri Pemuda dan Olahraga  Zainudin Amali pada 27 September lalu. Target yang diberikan pada timnas adalah masuk 8 besar.
Namun misi yang diembankan tersebut gagal tercapai. Indonesia tergabung dalam grup berat di fase grup. Salah satunya adalah Inggris, runner-up Euro 2o17 dan perempatfinalis Euro 2021.
Selain itu ada pula Argentina dan Amerika Serikat. Kedua negara ini sudah sering berpartisipasi di ajang Amputee Football World Cup. Capaian mereka selalu melaju ke fase gugur. Argentina bahkan menjadi semifinalis pada edisi 2012 di Rusia.
Bisa ditebak, Indonesia menjadi bulan-bulanan di fase grup. Aditya, dkk. selalu kalah dan tidak pernah mencetak gol barang satu pun. Alhasil, Tim Garuda INAF harus rela melanjutkan perjalanan di Kualifikasi Peringkat 17-24.
Di fase ini, Indonesia menantang Prancis. Di atas kertas sebetulnya kedua tim berkekuatan sama kuat. Malah boleh dibilang Indonesia sedikit lebih baik karena hanya kebobolan 11 gol, sedangkan Prancis yang juru kunci Grup A menderita 13 gol.
Agaknya mental para pemain Indonesia terganggu usai tiga kekalahan beruntun di fase grup. Karena itu mereka tampak kurang tenang saat melawan Prancis. Di ujung pertandingan, lawan mencetak gol sehingga memupus harapan finish lebih tinggi.
Dari Kualifikasi Peringkat 17-24, Indonesia terlempar ke Kualifikasi Peringkat 21-24. Tim asuhan Bayu Guntoro berhadapan dengan Jerman, Rabu (7/10/2022) lalu dan mencatatkan kemenangan perdana. Gol Agung Rizki Satria dan Aditya membuat pertandingan berakhir dengan skor 2-0.
Kemenangan atas Jerman ini memastikan Indonesia tidak akan menjadi tim peringkat bunci di 2022 Amputee Football World Cup. Setidak-tidaknya Aditya, dkk. mengakhiri turnamen sebagai peringkat 22 jika kalah di pertandingan terakhir.
Indonesia akan menantang Uruguay dalam perebutan peringkat 21 pada Minggu (9/10/2022) sore WIB. Laga pamungkas ini dapat disaksikan pada tayangan langsung di kanal YouTube resmi PSAI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H