Alasan lain yang membuat saya tidak memandang hasil itu sebagai kejutan, selisih nilai koefisien antara Brugge dan Leverkusen tidak terlalu banyak. Menilik anggota skuat masing-masing, menurut saya kualitas kedua tim 11-12 saja alias tidak terlalu berbeda jauh.
Saya lebih terkejut dengan kekalahan Chelsea di kandang Dinamo Zagreb saat itu. Pasalnya, dari sisi kekuatan skuat saja sudah terlihat jauh perbedaan di antara kedua tim. Bagaikan langit dan bumi.
Chelsea diperkuat pemain-pemain top Eropa, sementara Zagreb lebih banyak mengandalkan bintang lokal ditambah pemain Eropa kelas dua atau malah kelas tiga. Lalu selisih nilai koefisien di antara keduanya terlalu jomplang, menandakan adanya ketimpangan dalam hal partisipasi di kancah Eropa.
Tambahan lagi, Zagreb masuk fase grup Liga Champions musim ini sebagai survivor babak kualifikasi. Klub asal Kroasia ini sudah harus berjuang sejak Kualifikasi II. Tidak seperti Brugge yang lolos langsung sebagai juara Liga Belgia.
Namun begitu melihat Brugge menang telak 4-0 atas Porto, Rabu (14/9/2022) dini hari WIB tadi, saya mulai berubah pikiran. Ada sesuatu yang menjanjikan dari tim tim asuhan Carl Hoefkens ini.
Jika Brugge dapat konsisten menunjukkan permainan efisien lagi cantik seperti di Estadio do Dragao semalam, saya yakin sekali Ruud Vormer, cs. punya potensi mengejutkan Liga Champions Eropa musim ini.
Sangat boleh jadi mereka tampil sebagai kuda hitam yang bakal menjungkir-balikkan semua prediksi. Memuncaki klasemen akhir Grup B dengan mengangkangi Atletico Madrid, misalnya.
Di Ambang Sejarah
Kalau boleh jujur, peluang Brugge menjuarai Grup B memang terhitung berat. Namun juga bukan tidak mungkin dicapai. Kuncinya adalah partai melawan Atletico pada matchday 3 dan 4 nanti. Terutama laga tandang di Madrid pada 12 Oktober mendatang.
Jika mampu mengamankan setidaknya 2 poin dari dua pertemuan melawan Atletico, alias kedua-keduanya berakhir imbang, jalan Brugge menjuarai Grup B bakal sedikit lebih lapang. Apalagi jika sukses meraup poin lebih banyak dari itu.
Tugas selanjutnya tinggal menjaga agar jangan sampai kalah saat kembali bertemu Porto dan Leverkusen di dua matchday terakhir. Atau kalaupun harus menderita kekalahan, biarlah itu terjadi di kandang Leverkusen yang merupakan partai pamungkas fase grup.
Kalaupun gagal menjadi juara grup, lolos ke fase gugur saja sudah merupakan sejarah besar bagi Brugge. Pasalnya, sejak Liga Champions memakai format baru dengan fase grup pada 1992, belum pernah sekalipun klub Belgia ini melaju lebih jauh.