Orang-orang yang kental dengan teori konspirasi lantas mengajukan teori: pasti kenaikan harga BBM ini sengaja untuk mengalihkan isu dari kasus polisi tembak polisi tersebut. Ya, meski masih berupa teori, tapi sudah diberi stempel "pasti".
Pendukung teori ini ndilalah banyak. Mereka percaya begitu saja kalau kenaikan harga BBM sengaja dilakukan demi mengaburkan kasus tersebut di atas. Lebih jelasnya lagi, demi menyelamatkan nama baik tersangka yang adalah seorang jenderal bintang dua yang saya tidak mau menyebut namanya.
Konon sih, praktik seperti ini sudah biasa dilakukan sejak zaman dahulu kala. Kalau ada orang-orang yang disinyalir dekat dengan kekuasaan tersangkut kasus, maka berita penanganannya akan disenyapkan dengan isu-isu lain. Karena itulah disebut pengalihan isu.
Namun ada pula yang berpendapat sebaliknya, justru kasus kematian Brigadir J ini yang dibiarkan berlarut-larut agar rencana Pemerintah menaikkan harga BBM tidak terendus. Jadi, mulusnya niatan Pemerintah menaikkan harga BBM tertolong oleh molornya penanganan kasus kriminal yang bertabur bintang tadi.
Lagi-lagi disebut sudah biasa kalau Pemerintah hendak mengambil kebijakan yang tidak populis seperti ini, maka sudah disiapkan isu lain yang bakal cepat-cepat digulirkan agar masyarakat lupa pada kenaikan harga. Dan yang percaya dengan pendapat ini juga tidak sedikit orangnya.
Jadi, mana yang lebih tepat? Kasus kematian Brigadir J adalah pengalih isu kenaikan harga BBM atau malah kenaikan harga BBM yang mengalihkan perhatian masyarakat?
Naik? Ya Sudahlah....
Kalau kata saya sih, dua-dua pendapat ala teori konspirasi tadi sama-sama tidak benar. Kasus kematian Brigadir J masih bisa dimaklumi berjalan sedemikian lama. Seperti diduga banyak pengamat, ada berbagai kepentingan dan sosok berpengaruh yang mungkin terlibat di dalamnya. Maka, Polri musti sangat hati-hati.
Demikian pula dengan kenaikan harga BBM. Enggak ada perlunya Pemerintah menutup-nutupi rencana ini, wong setiap kenaikan pasti selalu diumumkan. Sejak zaman Presiden daripada Soeharto pun, seingat saya enggak pernah kenaikan harga-harga begini tanpa pengumuman resmi.
Tahu-tahu naik saja, begitu? Tahu-tahu pas kita mengisi bensin di SPBU kaget karena harganya sudah berubah, begitu? Emangnya minimarket yang harga di etalase dan di struk bisa berbeda dan bikin kaget sewaktu kita mau bayar.
Toh, kenaikan harga BBM adalah sesuatu yang sudah pasti. Saya juga maunya harga BBM tetap Rp2.000, atau lebih tepatnya Rp1.800-an per liter, seperti saat pertama kali saya punya sepeda motor sendiri. Namun sekarang yang termurah pun sudah Rp10.000 seliter.
Jadi, marilah bersikap realistis saja. Minyak itu komoditas, seperti halnya beras, gula, minyak sayur, dan lain-lain. Sementara kita bekerja diupah pakai uang, belanja-belanji juga pakai uang, dari bahan kertas yang sejatinya tidak ada harganya.