Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sejauh Mana Klub Terlemah di Liga Champions 2022/23 Ini Sanggup Bertahan?

5 September 2022   11:14 Diperbarui: 5 September 2022   11:33 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENTAS utama UEFA Champions League 2022/23 segera bergulir. Fase grup kompetisi antarklub se-Eropa ini mementaskan partai perdana pada Selasa, 6 September 2022. Satu di antaranya melibatkan klub terlemah di ajang ini.

Sebagaimana diketahui bersama, UEFA mempunyai penilaian tertentu bagi klub-klub dalam naungan mereka. UEFA menyebutnya sebagai nilai koefisien klub, di mana angkanya ditentukan dari pencapaian setiap klub di kompetisi Eropa.

Pencapaian di sini tidak hanya berupa kemenangan atau gelar juara. Bahkan bisa lolos ke fase grup Liga Champions saja sudah mendapatkan ganjaran 4 poin. Poin tambahan didapat jika klub meraih hasil imbang (1) atau menang (2).

Poin yang dikumpulkan setiap klub diakumulasi selama lima musim terakhir. Total jumlah poin tersebut lantas dipakai sebagai acuan dalam pengundian di musim berjalan.

Misalnya untuk musim ini, maka poin yang dipakai adalah akumulasi dari musim 2021/22, 2020/21, 2019/20, 2018/19, dan 2017/18. Maka klub-klub yang sering berpartisipasi di kompetisi level benua selama 5 musim terakhir, serta kerap mencatatkan kemenangan atas lawan-lawannya, bisa dipastikan mempunyai akumulasi poin tinggi.

Begitu pun sebaliknya. Klub yang jarang lolos ke pentas Eropa dalam 5 musim terakhir, lalu kalaupun lolos lebih banyak kalahnya ketimbang imbang apalagi menang, maka jumlah total poinnya sedikit.

Poin Paling Sedikit

Dari 32 kontestan fase grup Liga Champions 2022/23, klub dengan nilai koefisien tertinggi adalah Bayern Munich dengan total 138.000 poin. Disusul Manchester City dan Liverpool yang sama-samam memiliki 134.000 poin.

Kalau ada yang menanyakan Real Madrid, jagoan Spanyol ini mengumpulkan nilai koefisien klub sebanyak 124.000 poin. Kalah 10.000 poin dari duo juara-peringkat 2 Liga Inggris musim lalu, tetapi unggul 10.000 angka dari saingan beratnya di La Liga: Barcelona.

Adapun klub dengan nilai koefisien paling rendah adalah Maccabi Haifa, hanya 7.000 poin! Angka ini bahkan cuma sekitar seperempat dari nilai koefisien klub Viktoria Plzen (31.000) yang dalam drawing lalu menempati peringkat terendah kedua.

Berdasarkan koleksi poinnya yang paling sedikit inilah saya berani menyebut Maccabi Haifa sebagai klub terlemah di Liga Champions 2022/23. Tidak salah kan, ya? Toh, memang nilai koefisien menunjukkan kuat-lemahnya sebuah klub di pentas Eropa.

Karena itu, jadi menarik menantikan seberapa jauh juara Israel Premier League 2021/22 ini sanggup bertahan. Akankah mengulangi pencapaian di Liga Champions 2002/03, ketika klub berseragam hijau ini mencatatkan diri sebagai klub Israel pertama yang sukses menembus fase grup?

Pada waktu itu, Haifa membuat kejutan besar dengan mengalahkan Manchester United di fase grup. Bukan sekadar menang dengan selisih gol tipis, malahan skornya terhitung telak: 3-0.

Ingat, Manchester United di tahun-tahun itu adalah salah satu klub terkuat Eropa yang menguasai Inggris. Diperkuat Class of '92 dan ditangani manajer bertangan dingiin Sir Alex Ferguson CBE, Setan Merah adalah langganan juara Premier League.

Selain mengalahkan Man. United, Haifa juga membabat Olympiacos Piraeus yang adalah jagoan Yunani. Skornya sama seperti yang mereka catatkan saat menekuk MU, yakni tiga gol tanpa balas.

Sayang, kejutan saja tidak cukup untuk mengantar ke fase gugur. Haifa finish di posisi ketiga klasemen akhir Grup F dengan 7 poin, sehingga ditransfer ke Europa League.

Haifa baru lolos lagi ke fase grup Liga Champions pada musim 2009/10. Namun kembali mereka hanya mentok di fase grup karena kalah bersaing dari Bayern Munich, Girondins de Bordeaux, dan Juventus. Malah kali ini membawa pulang satu rekor menyedihkan.

Alih-alih membuat kejutan seperti partisipasi sebelumnya, dalam kesempatan itu Haifa selalu kalah dari 6 partai. Lebih buruk dari itu, klub yang membesarkan nama Yossi Benayoun ini bahkan tidak bisa mencetak sebiji gol pun.

Alhasil, Haifa menjadi klub pertama sepanjang sejarah yang mengakhiri fase grup Liga Champions Eropa dengan perolehan 0 kemenangan, 0 poin, serta 0 gol.

Pejuang Kualifikasi

Musim ini adalah kali ketiga Haifa sukses melaju ke fase grup Liga Champions. Perjalanan panjang mereka tempuh sejak Babak Kualifikasi II. Menariknya, kelolosan mereka kembali melibatkan dua hal dari masa lalu: Olympiacos dan kejutan.

Di Kualifikasi II, hasil undian mempertemukan Haifa dengan Olympiacos yang memiliki nilai koefisien 5,8 kali lipat lebih banyak: 41.000. Seperti halnya 20 tahun lalu, banyak yang memprediksi klub Israel ini bakal keok. 

Yang kemudian terjadi adalah kejutan. Tim asuhan Barak Bakhar justru menang dengan skor agregat telak, 5-1. Malah Haifa bisa mencetak 4 gol tanpa balas pada leg kedua yang berlangsung di kandang lawan.

Masuk Kualifikasi III, Haifa bertemu Apollon Limassol. Klub asal Siprus.ini juga memiliki nilai koefisien lebih banyak, yakni 14.000.

Toh, Haifa sukses menang telak 4-0 pada leg pertama yang berlangsung di Sammy Ofer Stadium. Meski kemudian ganti digebuk 0-2 saat melawat ke kandang lawan, Haifa menang agregat 4-2.

Melaju ke babak play-off, kejutan terbesar Haifa tercipta. Bertemu Red Star Belgrade, klub Serbia yang adalah mantan juara Eropa musim 1990/91 ketika masih bernama FK Crvena Zvezda, serta memiliki total 46.000 poin koefisien UEFA, Haifa menjungkir-balikkan segala prediksi.

Leg pertama berlangsung di kandang Haifa. Pertandingan berlangsung seru karena kedua tim saling berbalas gol susul-menyusul. Laga berakhir dengan skor akhir 3-2 untuk kemenangan tipis tuan rumah.

Saat balik mendatangi markas Red Star di Belgrade sepekan berselang, Haifa sempat tertinggal 0-2. Meski kemudian berhasil mencetak satu gol balasan, tetapi skor masih 2-1 untuk keunggulan tuan rumah hingga memasuki injury time.

Jika skor tersebut bertahan di waktu normal 90 menit, maka skor agregat menjadi 4-4. Pertandingan harus berlanjut ke babak tambahan waktu dan bahkan sampai adu penalti andai terus imbang.

Namun agaknya para pemain Haifa enggan bermain lebih lama. Tepat di pengujung waktu, mereka menyamakan skor menjadi 2-2. Skor agregat pun berubah menjadi 5-4 bagi kemenangan Haifa.

Sejauh Mana Bertahan?

Kini, Maccabi Haifa satu grup dengan Paris Saint-Germain, Juventus dan Benfica. Jika membandingkan nilai koefisien klub, jelas Haifa paling buncit dari keempat penghuni Grup H. Dengan kata lain, klub Isrel ini paling lemah dibanding tiga pesaingnya.

Bandingkan saja sendiri. PSG mempunyai koleksi 112.000 poin koefisien UEFA. Lalu Juventus punya 107.000 poin, sedangkan Benfica 61.000 poin. Semuanya berkali-kali lipat lebih banyak dari poin Haifa yang cuma 7.000.

Dengan hanya membandingkan nilai koefisien klub saja, sudah tergambar bagaimana peluang Haifa di grup ini. Meski hanya berupa prediksi, menurut saya peluang jawara Israel ini sangat kecil. Kalau tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali.

Namun bola itu bundar, katanya. Segala sesuatu dapat terjadi, termasuk kemungkinan adanya kejutan. Bukankah sebelum-sebelumnya Haifa sudah sering membuat kejutan? Baik ketika mengalahkan MU 20 tahun lalu, juga sepanjang melalui fase kualifikasi musim ini.

Haifa dapat mencuri peluang dari persaingan PSG dan Juventus yang dipastikan berebut posisi juara grup. Untuk itu, mereka musti dapat menambang poin sebanyak mungkin dari rival terlemah di grup, yakni Benfica yang adalah sesama survivor fase kualifikasi.

Andai dapat meraup poin maksimal dari 2 laga melawan Benfica, lalu membuat kejutan saat menghadapi PSG dan Juventus, ada kans bagi Haifa untuk setidak-tidaknya berakhir di peringkat tiga Grup H. Tidak menjadi juru kunci grup.

Jika itu benar terjadi, maka paling tidak Neta Lavi, cs. bisa terus berkiprah di pentas Eropa musim ini, meski harus turun kasta ke Europa League.

Sebelum membayangkan jauh ke sana, Barak Bakhar musti menyiapkan strategi terbaik jelang pertandingan pertama di Grup H. Haifa bakal menantang Benfica di Estadio da Luz, Lisbon, pada Selasa (6/9/2022) malam WEST atau Rabu (7/9/2022) dini hari WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun