JIKA daerah-daerah lain di Indonesia menggelar upacara bendera setiap 17 Agustus, maka satu kelurahan di Pulau Tidore ini berbeda. Selama bertahun-tahun warga di sana selalu mengadakan upacara di tanggal 18 Agustus. Mengapa?
Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur, Menteng, Jakarta. Tanggal inilah yang lantas diperingati setiap tahun dengan upacara bendera nan megah lagi penuh kekhusyukan.
Namun, bagi warga Kelurahan Mareku di Pulau Tidore, ada momen lain yang tidak kalah penting dalam sejarah mereka setelah proklamasi tersebut. Bahkan tak hanya sejarah Kelurahan Mareku ataupun Kesultanan Tidore, tetapi juga negara dan bangsa ini.
Peristiwa historis tersebut erat kaitannya dengan penyatuan wilayah timur Indonesia sehingga slogan "dari sabang sampai Merauke" dapat terwujud. Sebuah aksi heroik dari pemuda-pemudi Mareku untuk menunjukkan bahwa Tidore adalah bagian dari Indonesia.
Ya, momen bersejarah tersebut terjadi pada tanggal 18 Agustus. Karena itulah warga Kelurahan Mareku lantas mengabadikan keberanian para pendahulu mereka dengan cara menggelar upacara setiap 18 Agustus, bukan 17 Agustus.
Bagaimana ceritanya?
NICA Kembali
Sebagaimana kita pelajari dalam pelajaran sejarah di sekolah, proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dibacakan di tengah suasana perang dunia. Pasukan Sekutu sedang menggempur balatentara Dai Nippon di Front Pasifik, yang termasuk wilayah Nusantara.
Ketika Soekarno-Hatta membacakan proklamasi, kabar gembira itu tak langsung sampai ke daerah-daerah lain di Hindia Belanda. Tempat-tempat terpencil di pelosok Jawa saja terlambat mendapatkan berita, apatah lagi pulau-pulau di luar Jawa.
Menyikapi hal ini, beberapa tokoh pergerakan nasional mengambil inisiatif untuk bergerak menyebar-luaskan informasi mengenai proklamasi kemerdekaan. Dua di antaranya adalah Arnold Mononutu dan Chasan Boesoirie yang aktif berkampanye di wilayah utara Kepulauan Maluku.