MOMEN emas itu akhirnya terukir indah di rumah sendiri. Timnas Indonesia U16 asuhan pelatih Bima Sakti sukses merengkuh gelar juara Piala AFF usai menaklukkan Vietnam di partai final, Jumat (12/08/2022) lalu. Pertanyaannya kemudian: setelah meraih gelar juara, lalu apa?
Pada level senior, gelar juara boleh dibilang merupakan puncak pencapaian. Apalagi dalam tataran kompetisi antarnegara. Menjuarai trofi bersama timnas merupakan muara dari perjalanan karier seorang pesepak bola.
Namun tidak demikian halnya dengan ajang junior seperti Piala AFF U16 ini. Alih-alih puncak, kompetisi yang adalah wadah pembinaan tersebut justru tak lebih dari dasar pijakan karier bagi seorang pemain. Ibarat sungai, kejuaraan usia muda seperti ini merupakan hulu, bukan muara.
Itu sebab para pemain timnas U16 yang baru saja berjaya di Stadion Maguwoharjo beberapa hari lalu, wajib mengingat baik-baik nasihat Bima Sakti kala diwawancarai televisi usai seremoni juara. Jangan terlalu larut dalam euforia, jangan cepat berpuas diri.
Tidak salah Bima Sakti menekankan hal tersebut. Usia Muhammad Iqbal Gwijangge, dkk. masih sangat muda. Apa pun prestasi yang mereka capai kini, jalan panjang lagi penuh tantangan masih membentang di hadapan mereka.
Di level timnas saja masih ada setidaknya dua jenjang usia yang harus mereka tembus, sebelum dapat berkostum timnas senior dan tampil di kompetisi lebih besar. Dari kelompok U16 ke U19, lalu ada U23, barulah kemudian timnas senior.
Jadilah Istimewa
Memang urut-urutan level usia tadi tidaklah baku serta tidak harus dilalui secara urut oleh pemain. Selalu ada saja pesepak bola junior yang turut memperkuat timnas di kelompok usia atasnya.
Misalnya saja Marselino Ferdinan dan Ronaldo Kwateh yang sama-sama baru berusia 17 tahun, tetapi sudah turut membela timnas U23 di SEA Games 2021 yang baru lalu. Marselino bahkan ikut dibawa oleh Shin Tae-yong bersama-sama tim senior ke ajang Prakualifikasi Piala Asia 2023 di Kuwait.
Contoh lain adalah Ernando Ari Sutaryadi (foto atas), kiper kedua timnas Indonesia di ajang Piala AFF 2020. Pada saat dipilih oleh Coach Shin untuk menjadi deputi Nadeo Argawinata dalam kompetisi tersebut, usia Ernando Ari baru 19 tahun.
Selain Ernando, ketika itu hanya ada dua pemain lain dalam skuat Indonesia yang berusia 19 tahun. Keduanya adalah Elkan Baggott dan Ramai Rumakiek. Sisanya paling tidak sudah berumur 20 tahun atau lebih.
Namun yang seperti Marselino, Ronaldo, Ernando, Elkan, dan Ramai ini kasus 1 berbanding 100, kalau tidak malah hanya 1 dari 1000. Sesuatu yang amat sangat jarang sekali terjadi. Terlebih jika pengurus federasi lebih peduli pada gelar ketimbang pembinaan pemain.
Marselino, Ronaldo, Ernando, Elkan, dan Ramai dapat memperkuat timnas yang lebih senior karena dinilai mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Bahkan dianggap melebihi pemain di posisi sama yang berusia lebih tua darinya. Karena itu mereka diberi kesempatan.
Untuk mencapai hal tersebut, rasa cepat berpuas diri adalah pantangan besar. Sebaliknya, seorang pemain muda musti terus-terusan merasa lapar. Harus senantiasa melatih dan meningkatkan kemampuan agar menjadi sosok istimewa sehingga dilirik pelatih di level usia lebih tinggi.
Walau tidak dimainkan semenit pun, terpilih memperkuat timnas level usia di atasnya tetap saja sebuah kebanggaan bagi seorang pemain junior. Setidaknya dia sudah turut merasakan atmosfer di timnas yang lebih senior, yang sedikit-banyak pasti berbeda.
Jika pelatihnya berlainan--di mana biasanya pelatih timnas level usia lebih tinggi adalah sosok lebih berpengalaman, ini juga menjadi sebuah keberuntungan penting secara teknikal. Jadi, dimainkan atau tidak tetaplah menguntungkan bagi si pemain.
Belajar dari Ernando
Anggota skuat timnas Indonesia U16 yang baru saja jadi juara wajib menengok ke masa lalu. Mereka harus belajar pada perjalanan karier pendahulu mereka, yakni 23 pemain pilihan Fakhri Husaini yang meraih trofi Piala AFF U16 pada 2018.
Dari 23 pemain tersebut, hanya 11 yang kemudian sukses menembus training center timnas U19 dua tahun berselang. Artinya, separuh lebih dari para juara itu kalah bersaing dari pemain lain ketika hendak menembus timnas level usia lebih tinggi.
Dengan kata lain, menjadi juara di level U16 bukanlah jaminan seorang pemain dapat terus terpilih memperkuat timnas. Satu-satunya jaminan adalah kualitas permainan si pemain itu sendiri.
Apakah kemampuan si pemain terus berkembang selepas kompetisi? Apakah justru terlihat sudah berpuas diri sehingga tidak lagi punya semangat dan daya juang tinggi?
Nama Ernando Ari Prasetyo layak disorot sebagai contoh di sini. Kiper muda ini merupakan anggota skuat timnas Indonesia U16 yang meraih gelar juara Piala AFF tahun 2018 di bawah asuhan Fakhri Husaini.
Ketika Fakhri dipercaya menangani tim U18 di ajang Piala AFF U18 tahun 2019, nama Ernando kembali masuk dalam daftar pemain pilihannya. Kiper muda ini menjadi pilihan utama Fakhri dan dimainkan pada partai-partai penentu.
Tahun 2019, ketika pelatih Shin Tae-yong mengadakan seleksi timnas U19 untuk dibawa menjalani training center di Korea Selatan, nama Ernando lagi-lagi masuk dalam daftar. Bersamanya kala itu terpilih juga Muhammad Risky Sudirman, sesama eks juara Piala AFF U16.
Kita sama-sama tahu, setelah itu nama Ernando terus ada dalam daftar pemain timnas Indonesia untuk beberapa ajang. Edisi tunda Piala AFF 2020, Â edisi tunda SEA Games 2021, plus laga eksibisi. Andai saja tak menderita cedera bahu, saya yakin Ernando juga dibawa ke Kuwait melakoni Prakualifikasi Piala Asia 2023.
Ernando adalah contoh pemain yang mengukir namanya di level U16, lalu dapat terus mempertahankan kualitas permainan sehingga sukses menembus tim-tim level usia lebih tinggi. Timnas U18, U23, bahkan juga tim senior.
Saya yakin Iqbal Gwijangge, dkk. ingin perjalanan karier seperti Ernando. Membela timnas adalah sebuah kehormatan, karena itu pastilah mereka punya impian untuk senantiasa terpilih. Tidak mandeg di level U16 saja.
Maka, tepat sekali nasihat yang disampaikan Bima Sakti selepas anak-anak asuhannya menerima trofi juara beberapa hari lalu. Jangan cepat berpuas diri, jangan terlalu lama larut dalam euforia.
Perjalanan kalian masih sangat panjang. Tetaplah berlatih secara disiplin dan meningkatkan kemampuan diri, kecuali rela tersingkir dari kerasnya persaingan menembus timnas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H