Memang tidak ada kata terucap mengenai target juara bagi timnnas U16 di ajang ini. Namun pemberian bonus Rp 100 juta usai kemenangan atas Vietnam di partai ketiga, rasa-rasanya cukup jelas menyiratkan adanya harapan ke arah sana.
Terlebih baru sebulan lalu timnas U19 gagal di ajang serupa. Kegagalan yang masih terasa sakitnya hingga kini. Kekecewaan juga masih ditunjukkan suporter. Terbukti setiap kali pemain Vietnam memegang bola saat melawan Indonesia, penonton bersorak mengejek.
Mundur lebih jauh ke akhir tahun 2021, timnas senior juga gagal menjuarai edisi tunda Piala AFF 2020. Padahal waktu itu Asnawi Mangkualam, dkk. tampil sangat baik di sepanjang turnamen. Kecuali di final leg pertama saat hancur lebur digasak Thailand 0-4.
Alhasil, beban untuk meraih piala lantas tercurah pada timas U16. Lagi-lagi, meski tak ada yang membebankan target itu pada mereka secara langsung, saya yakin para pemain tahu betul jika mereka tengah digadang-gadang menjadi juara.
Dipayungi Keberuntungan?
Agaknya faktor ini yang membuat permainan Iqbal Gwijangge, dkk. tidak lepas ketika menghadapi Myanmar di semifinal. Permainan yang mereka tampilkan tidak seperti pertandingan sebelum-sebelumnya.
Dalam amatan awam saya, para pemain Indonesia U16 terlihat tidak nyaman menguasai bola. Mereka seringkali terburu-buru mengoper ke depan, tetapi juga tak jarang malah terlalu lama mengolah bola sehingga dapat direbut pemain lawan.
Untung saja Myanmar memilih bermain defensif sepanjang 90 menit. Alhasil, para pemain Indonesia U16 dapat terus-terusan mengurung pertahanan lawan. Yeah, meski ujung-ujungnya lebih sering mengecewakan.
Seperti pernah saya tuliskan selepas pertandingan tersebut, ada tiga kekurangan mencolok yang ditunjukkan Indonesia U16 kala itu. Satu yang paling mengganggu bagi saya adalah ingin lekas-lekas mengangkat bola ke dalam kotak penalti lawan tanpa rancangan serangan yang rapi.
Untungnya lagi Riski Afrisal sukses memanfaatkan tendangan bebas yang dia dapat pada menit ke-69. Gol penyama kedudukan yang membuat tekanan para pemain Indonesia terangkat. Sayangnya mereka tak mampu membuat gol kedua sehingga harus melalui adu penalti.
Tanpa bermaksud tidak menghargai perjuangan para pemain, menurut saya adu penalti tidak lebih dari adu keberuntungan. Di sini para pemain, baik kiper maupun penendang, sama-sama mengandalkan tebak-tebakan saja.
Kalau dia eksekutor dan tebakannya pas, jadilah angka. Kalau dia kiper dan tebakannya pas, jadilah penyelamatan gemilang. Andrika Fathir Rachman sendiri selalu menebak dengan tepat arah tembakan pemain-pemain Myanmar, sampai kemudian berhasil menggagalkan salah satunya.