Kalau alasannya cuma gara gara gagal lolosnya Tim U 19 ke semifinal AFF konyol dan kekanak kanakan sekali.
Ya, kita semua memang sangat kecewa timnas gagal lolos ke semifinal Piala AFF U19 hanya gara-gara kalah agresivitas dalam klasemen mini bersama Thailand dan Vietnam. Namun namanya peraturan kompetisi kan, sudah disepakati sebelum turnamen bergulir. Jadi, seharusnya para pelatih sudah mengantisipasi kemungkinan ini.
Andai Indonesia terpikir bakal menghadapi kemungkinan demikian, yakni memiliki poin sama dengan dua kontestan lain segrup, saya yakin perwakilan PSSI yang diutus mengikuti technical meeting sudah mengajukan protes. Mending pakai aturan lama saja yang berlandaskan poin dan produktivitas gol secara keseluruhan.
Namun agaknya tidak ada yang menghitung skenario demikian. Mungkin juga memang sudah sangat optimistis bisa menyingkirkan salah dari dari Thailand atau Vietnam. Nyatanya, saat bertemu mereka timnas kita hanya bisa bermain seri 0-0.
Ya sudah, kembali mengutip pendapat Quoran bernama Randy Prananta tadi, "memang kita sedang tidak beruntung." Dan yang namanya ketidak-beruntungan seperti ini adalah hal biasa dalam sepak bola.
Pembinaan adalah Kunci
Jawaban menarik kedua diberikan oleh Quoran bernama Stephen Damiano. Jujur saja, saya tidak yakin ini sosok riil. Namun setidaknya jawaban dia mewakili pendapat para suporter Indonesia yang sudah dapat berpikir lebih dewasa dalam menyikapi hasil-hasil pertandingan timnas.
Coba simak kata-katanya: "Agar sepakbola nasional maju, yang harus dilakukan adalah membenahi pondasi sepakbola sebagai olahraga, yaitu pembinaan, kompetisi, dan peraturan. "
Saya langsung mengangguk setuju membaca kalimat kedua dalam jawaban singkat tetapi sangat mengena ini. Tidak bisa tidak, memang demikianlah seharusnya yang dipikirkan oleh para petinggi PSSI jika ingin berkembang.
Seperti sudah saya tekankan dalam dua tulisan terdahulu, kunci perkembangan sepak bola Indonesia itu terletak pada pembinaan. Bicara pembinaan, maka itu artinya kita membicarakan kompetisi. Sudah sering dikatakan di mana-mana, timnas yang baik berawal dari liga domestik yang berkualitas.
Pertanyaannya, sudahkah Liga Indonesia (entah apa pun itu namanya, sejak zaman Perserikatan hingga kini jadi Liga 1) menekankan aspek kualitas dalam penyelenggaraannya? Bukan hanya bicara tentang pemain, tetapi juga perangkat pertandingannya, juga pengaturan jadwal pertandingan dalam semusim.
Sudahkah liga berjalan secara adil dan jujur? Bisakah pengelola liga menyanggah anggapan sumir bahwa juara liga, baik Liga 1 maupun Liga 2, bahkan sudah ditentukan sebelum kompetisi bergulir? Bagaimana dengan tudingan adanya  mafia skor yang bolak-balik mencuat tetapi selalu pula menguap begitu saja tanpa kejelasan?