Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kisah Indonesia Rela Korbankan Tiket Piala Dunia demi Solidaritas Anti-Israel

1 Juli 2022   04:31 Diperbarui: 2 Juli 2022   12:12 2249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KABAR lolosnya Israel ke putaran final Piala Dunia U-20 membuat Indonesia geger. Langsung mencuat berbagai pemberitaan bernada khawatir. Ditakutkan terjadi penolakan terhadap kedatangan timnnas negara Yahudi tersebut ke Tanah Air.

Mungkin ada yang menganggap kekhawatiran ini terlalu berlebihan. Namun preseden penolakan terhadap kedatangan orang Israel ke Indonesia sudah ada. Baik di lingkup sepak bola maupun di luarnya.

Contoh terbaru adalah kisah gagalnya seorang vlogger warga negara Israel berkunjung ke Indonesia beberapa tahun lalu. Yang menarik, meski berpaspor Israel, vlogger ini adalah seorang Arab tulen dan bukanlah seorang Yahudi. Entah kalau ternyata dia antek Zionis.

Ya, tepat sekali kalau ada yang menebak Nas Daily. Nama asli kreator konten hits satu ini adalah Nuseir Yassin. Lahir di Arraba atau Arrabat a-Battuf, sebuah kota Arab di Galelia, Israel.

Saat halaman Facebook Nas Daily tengah tenar-tenarnya, Nuseir Yassin sempat menyambangi Asia Tenggara. Salah satu negara yang ingin dia kunjungi adalah Indonesia. Sayang, permohonan visa pemuda ini ditolak oleh otoritas negara kita.

Otoritas RI hanya meloloskan permohonan visa Alyne Tamir, sesama kreator konten yang diduga kuat (waktu itu) kekasih Nuseir. Mereka berdua memang kerap plesir bareng saat itu, di mana Alyne sering nongol di video-video Nas Daily.

Yang menarik, dalam salah satu video Nas Daily disebutkan jika Alyne Tamir adalah seorang Israel juga. Mungkin wanita ini berpaspor ganda, sebab dia kelahiran Amerika Serikat. Bisa jadi permohonan visa Alyne diloloskan karena dia menggunakan paspor AS.

Dicontohkan Bung Karno

Di panggung sepak bola, sikap anti-Israel sempat ditunjukkan Indonesia pada tahun 1957. Ya, 65 tahun lalu ketika Bung Karno menjadi presiden. Tepatnya ketika Tim Garuda melakoni babak kualifikasi menuju putaran final Piala Dunia 1958 yang akan dihelat di Swedia.

Masa itu babak kualifikasi Piala Dunia belum diadakan per kontinen atau per konfederasi. Negara-negara Asia dan Afrika masih mengikuti kualifikasi di jalur yang sama. Disebut sebagai Zona Asia-Afrika.

Tidak semua negara di Asia dan Afrika mengikuti kualifikasi Piala Dunia 1958. Di antara yang sedikit itu, Indonesia turut serta mewakili Asia bersama-sama China, Suriah, Taiwan dan Turki.

Jangan protes dulu, Turki dulu memang masuk Asia sebelum akhirnya lebih memilih sebagai bagian dari Eropa. Seperti halnya Israel itu dulu anggota AFC, tetapi pindah ke UEFA karena ... salah satunya seperti terjadi dalam bahasan kita kali ini.

Calon peserta babak kualifikasi Zona Asia-Afrika waktu itu ada 11 negara. Namun partisipasi Ethiopia dan Korea Selatan ditolak FIFA. Sedangkan Taiwan kemudian mengundurkan diri.

Alhasil, tersisa 8 kontestan yang ditandingkan ke dalam sebuah turnamen sistem gugur. Indonesia yang mustinya berhadapan dengan Taiwan, ganti harus berhadapan dengan China pada Subgrup 1 ini.

Jangan bayangkan Indonesia babak belur. Sebaliknya, timnas kita menang 2-0 dalam pertemuan pertama di Stadion Ikada, 12 Mei 1957. Dua gol penentu kemenangan tuan rumah diborong oleh Ramang.

Ketika ganti melawat ke daratan China, 2 Juni 1957, Indonesia berbalik kalah. Meski skor akhirnya 3-4, masa itu belum berlaku sistem gol agregat. Tiga gol yang dicetak Ramang dan Endang Witarsa di Beijing tidak dihitung.

Karena perhitungannya adalah kedua tim saling mengalahkan dalam dua pertemuan, maka Indonesia dan China harus bertanding sekali lagi untuk menentukan siapa pemenang di antara mereka.

Pertandingan play-off digelar di tempat netral, yakni di Stadion Aung San di Rangoon, Birma (Myanmar sekarang), pada 23 Juni 1957. Skor akhir 0-0 dan Indonesia dinyatakan lolos ke babak berikutnya karena punya rataan gol lebih baik.

Menolak Bertanding

Di Subgrup 2, Turki yang dalam undian dipertemukan dengan Israel menolak bermain. Alasannya apa lagi kalau bukan sikap politis.

Sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam, Turki sependapat dengan dunia Arab yang menolak kehadiran negara Israel di bumi Palestina. Maka, sebagai bentuk dukungan atas Palestina, mereka menolak bertanding melawan Israel.

Di Subgrup 3, Siprus mengundurkan diri sehingga Mesir yang jadi lawan mendapat kemenangan walkover. Sedangkan di Subgrup 4, Sudan mengalahkan Suriah dengan kemenangan agregat tipis 2-1.

Dengan demikian Indonesia, Israel, Mesir dan Sudan melaju ke putaran kedua. Pada babak ini Indonesia dijadwalkan bertanding melawan Israel, sedangkan Mesir berhadapan dengan Sudan.

Di sinilah politik kembali bermain. Sama halnya Turki yang menolak Israel, sikap serupa ditunjukkan Mesir. Mereka menolak terus berpartisipasi jika tetap ada Israel. Tuntutannya tegas, keluarkan Israel dari kualifikasi Piala Dunia 1958.

Terang saja FIFA tidak menggubris keberatan ini. Israel dipertahankan sebagai kontestan, membuat Mesir memilih mengundurkan diri dari kompetisi.

Karena lawannya mundur, Sudan mendapat kemenangan WO dan dipastikan melaju ke putaran ketiga. Siapa yang akan jadi lawan Sudan di fase ini, sekaligus sebagai penentu satu tiket ke Piala Dunia 1958, menunggu hasil pertandingan Indonesia vs Israel.

Korbankan Piala Dunia

Lihat, bagan ini menunjukkan jika saat itu Indonesia tinggal berjarak dua pertandingan saja menuju Piala Dunia 1958. Menilik pada peta kekuatan sepak bola saat itu, saya yakin level Indonesia berada di atas Israel meski hanya setipis kertas.

Di atas kertas, Indonesia yang tengah berada di masa-masa puncak kehebatannya sangat berpeluang membabat habis dua lawan tersisa. Mula-mula mengalahkan Israel, baru kemudian melibas Sudan di putaran ketiga.

Sayang, kekuatan politik turut bermain di sini. Presiden Soekarno yang merasa berutang budi pada negara-negara Arab, termasuk Palestina, meminta timnas untuk ikut-ikutan menolak bertanding melawan Israel.

Tentu saja ini keputusan mengejutkan. Negosiasi pun digelar, sehingga lahir satu keputusan yang lebih lunak. Indonesia bersedia bertanding melawan Israel, tetapi meminta pertandingan dilangsungkan di tempat netral. Jangan di Indonesia, lebih-lebih di Israel.

FIFA menolak permohonan Indonesia. Pertandingan tetap harus dilangsungkan di negara masing-masing peserta, kandang-tandang seperti pada putaran sebelumnya. Tidak ada peluang untuk melakukan kompromi.

Apa boleh buat. Indonesia tidak mau kedatangan Israel, juga tidak mau bertandang ke Israel. Akhirnya keputusan besar pun diambil, Indonesia mengundurkan diri. Mengorbankan tiket menuju Piala Dunia 1958 demi solidaritas anti-Israel.

DISCLAIMER: Saya menyertakan satu tautan artikel Kompasiana mengenai Beram Kayal, pesepak bola Arab-Israel beragama Islam yang adalah anggota timnas Israel. Entah kenapa tautan tersebut dihilangkan oleh admin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun