Amputasi
Keluarga memutuskan pengobatan alternatif sebagai pertolongan pertama terhadap Aditya. Pemuda itu dibawa ke seorang ahli patah tulang di Cilengkarang, Kota Bandung. Namun ternyata ahli tersebut, seperti dituturkan Aditya, tidak sanggup.
Saat kontrol di pekan berikutnya, Aditya diminta mencoba berjalan kaki. Terang saja si pemuda merasa kesakitan, meski dia tahan demi kesembuhan. Sampai-sampai keringat membanjiri tubuhnya karena menahan rasa sakit.
Sesampainya di rumah, luka di kaki Aditya mengeluarkan banyak darah. Keadaan ini mendorong ayahnya untuk membawa sang anak ke rumah sakit khusus bedah.
Hasil pemeriksaan di rumah sakit menyatakan Aditya musti menjalani dua kali operasi. Yang pertama operasi kulit dan kedua operasi tulang. Mengingat kondisi kakinya yang sudah tergolong parah, dokter menganjurkan untuk langsung menjalani operasi.
Namun anjuran dokter tidak dapat dipenuhi keluarga Aditya. Ayahnya memutuskan tidak menjalani operasi dulu karena terkendala biaya. Pengobatan alternatif lantas kembali menjadi harapan.
Atas saran kerabat, Aditya dibawa ke satu tempat pijat patah tulang di kawasan Cibiru, Bandung. Juru pijat yang membuka praktik di sana konon berasal dari Cimande, Bogor. Cimande sendiri sudah sejak lama dikenal luas sebagai daerah asal Haji Naim, seorang legenda pijat patah tulang.
Saat melakukan pemeriksaan, ahli pijat tulang mengatakan kondisi kaki Aditya sudah parah. Aditya sendiri tidak merasakan apa-apa pada saat posisi tulangnya "dibetulkan". Namun luka yang sudah terlalu lama membuat dagingnya berhamburan jatuh ketika balutan pada area patah kaki dibuka.
Dua tahun tanpa penanganan tepat serta memadai, keadaan kaki Aditya bertambah buruk. Sampai pada akhirnya keputusan pahit itu harus diambil: amputasi. Sejak 2019, Aditya memulai lembaran baru dalam hidupnya sebagai pria berkaki satu.
Panggilan Jiwa
Siapa orangnya yang tidak bersedih kehilangan satu kaki. Namun Aditya cepat bangkit dan memotivasi diri sendiri. Toh, keputusan amputasi dia ambil dengan berlandaskan pemikiran jernih.