SEPERTI kebanyakan orang, mulanya saya pikir tidak ada hal menarik dari desa kecil yang saya tinggali sejak 12 tahun lalu. Namun ternyata saya salah besar. Desa ini sempat menjadi "kampung Eropa". Namanya terhitung sering jadi pemberitaan di masa kolonial, bahkan terdengar sampai ke Negeri Belanda di seberang lautan sana.
Saya tinggal di sebuah desa kecil di Kabupaten Pemalang, namanya Banjardawa. Awal-awal tinggal di sini tidak ada apa-apa yang bagi saya membuat penasaran atau menarik minat.
Namun saya sempat heran ketika satu waktu ikut pertemuan di balai desa. Di dinding ruangan balai, terdapat deretan lukisan kepala desa yang digantung berkeliling. Menariknya, ada lukisan wajah kepala desa yang memerintah di tahun 1800-an akhir.
Wow, keren juga pikir saya. Tidak banyak desa di negeri ini yang punya dokumentasi berusia ratusan tahun seperti ini. Kepala desa yang memerintah di era sebelum proklamasi pun masih diketahui siapa namanya dan berapa lama dia menjabat.
Lalu ketika kemudian mulai sering berjalan-jalan menyusuri desa bersama istri dan anak pertama yang masih bayi, mulailah timbul pertanyaan-pertanyaan di benak saya. Utamanya pada sebuah lapangan luas di dekat balai desa dan wilayah-wilayah di sekitarnya.
Pada sisi utara lapangan, terdapat sisa-sisa pondasi bangunan, yang meski sudah tertutup rumput masih bisa terasa jika itu keras berbatu-batu. Jika ditarik dari ujung ke ujung lapangan, Â saya yakini dulu pernah berdiri satu bangunan yang sangat besar sekali di sana.
Bangunan apa itu?
Perumahan Zaman Belanda
Lalu di sisi timur lapangan dan reruntuhan bangunan tersebut, terdapat banyak sekali rumah-rumah berarsitektur pra-kemerdekaan. Sebagian gaya jengki, tetapi sebagian lagi saya kenali sebagai bangunan dari masa yang lebih lama.
Saya sempat membandingkan rumah-rumah itu dengan foto-foto rumah-rumah pada zaman Belanda di internet. Banyak kemiripan. Dengan kata lain, rumah-rumah tersebut besar kemungkinan memang dibangun pada era kolonialisme.