Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kenapa Masih Malu Beli Kondom?

19 Juni 2022   11:55 Diperbarui: 19 Juni 2022   11:59 2117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti saya dan istri, misalnya, memakai kondom ya karena memang sudah tidak mau punya anak lagi. Selain faktor usia yang tak lagi bisa dibilang muda, kami juga mau lebih fokus pada cita-cita dan impian yang sudah lama tertunda.

Mengurus anak kecil itu sangat menguras waktu, tenaga, emosi, juga pikiran sekaligus. Kami tidak ingin, atau lebih tepatnya tidak bisa lagi, membagi semua itu kalau sampai punya anak lagi. Ini belum membicarakan soal biaya, ya.

Lagi pula, saya dan istri punya pengalaman kurang enak dengan kehamilan tidak terencana. Bukan hanya sekali, malah sampai dua kali. Karena itu kami tidak mau hal sama terulang lagi hanya gara-gara tidak pakai kondom.

Solusinya?

Balik lagi ke soal malu membeli kondom dan dua penelitian di atas tadi, Moore, dkk. memberi kesimpulan lebih lanjut. Karena merasa malu, banyak anak-anak muda di AS sana yang merasa terbebani jika harus secara konsisten menggunakan kondom.

Kesimpulan senada disampaikan oleh hasil penelitian Dahl, Gorn dan Weinberg. Di mana karena malu dan merasa terbebani, anak-anak muda jadi jarang membeli kondom. Konsekuensinya, mereka jadi jarang pula memakai alat kontrasepsi tersebut saat berhubungan seks.

Lagi-lagi fenomena seperti ini juga terjadi di Indonesia. Mengutip data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017---saya tidak berhasil menemukan data terbaru saat menuliskan artikel ini, angka penggunaan kondom secara tidak konsisten terhitung tinggi di Indonesia: 27%.

Percayalah, punya anak di luar rencana---untuk menghaluskan istilah 'tidak diinginkan'---itu sangat menguras emosi. Kondisi psikologi bisa sangat terganggu karenanya.

Saya sendiri sempat mengalami periode di mana tidak mau mempercayai jika istri hamil lagi. Padahal dua testpack berbeda yang ditunjukkan istri kepada saya, semuanya menunjukkan dua garis. Positif.

Saya baru bisa berdamai dengan diri sendiri, juga kemudian menerima keadaan dengan hati dan pikiran lapang, sejak usia kandungan istri menginjak tiga bulan.

Jangan ditanya bagaimana perasaan istri mengetahui saya malah terlihat syok saat diberi tahu dirinya hamil lagi. Jauh setelah bayi ketiga kami lahir dia bercerita kalau itu momen berat baginya. Kami sama-sama menderita waktu itu.

Ya, tentu saja saya sangat menyesali sikap tersebut. Sejak itulah saya jadi lebih disiplin dalam menggunakan kondom saat berhubungan seks. Istri juga mendukung dengan memastikan stok kondom selalu tersedia, tidak boleh lama-lama kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun