Pada tahun 1998, tiga akademisi bernama Darren W. Dahl, J. Gorn, dan Charles B. Weinberg menanyai 93 mahasiswa dan 37 mahasiswi University of British Columbia. Hasilnya setali tiga uang dengan apa yang ditunjukkan oleh penelitian Moore, dkk. Bahkan angka persentasenya pun tidak jauh berbeda.
Dalam penelitian berjudul The Impact of Embarassment of Condom Purchase Behaviour tersebut, sebanyak total 66% responden laki-laki dan 60% responden perempuan mengaku ada rasa malu saat membeli kondom.
Rasa malu itu dirinci menjadi beberapa kategori berdasarkan kadarnya. Ada yang agak malu dan tetapi tetap memaksakan membeli, ada pula yang sangat malu sekali sampai-sampai tidak berani atau tidak jadi membeli.
Bagi saya dua penelitian ini sudah cukup untuk menyebut orang Amerika Serikat pun ternyata punya rasa malu membeli kondom. Sama halnya yang terjadi di Indonesia.
Kebetulan sekali kedua kampus yang menjadi basis penelitian tersebut berada di dua sisi berbeda. Duke University terletak di sisi timur AS, sedangkan University of British Columbia di sisi barat. Menurut saya ini representasi yang cukup untuk berkesimpulan seperti di atas tadi.
Jadi, kalau ada di antara pembaca Kompasiana yang masih merasa malu membeli kondom, kamu enggak sendiri, Bro. Ini masalah umum pria di mana-mana.
Namun menurut saya sudah tidak selayaknya kita merasa malu membeli kondom. Toh, kondom bukan barang terlarang, malah alat kontrasepsi yang dianjurkan. Dijual bebas di mana-mana pula. Jadi, kenapa harus malu?
Stigma Buruk
Saya tahu, perkara seks memang masih dianggap tabu dalam kultur masyarakat kita. Membeli kondom kan, secara otomatis diasosiasikan dengan aktivitas seksual. Lalu masih ada stigma buruk terhadap orang berhubungan seks memakai kondom.
Entah dari mana asal-usulnya, ada anggapan umum kalau orang berhubungan seks memakai kondom pasti 'enggak bener'. Maksudnya, masih banyak yang meyakini begitu saja kalau pasangan tersebut tidak halal alias pasangan di luar nikah. Entah masih berstatus pacaran atau malah tengah berselingkuh.
Karena statusnya belum atau tidak akan pernah bisa resmi, maka dipakailah kondom sebagai pengaman. Biar tidak hamil ceritanya. Buat pasangan begini, kalau si wanita sampai hamil kan memang bisa berabe urusannya.
Akan tetapi itu kan, hanya anggapan umum. Mungkin sebagian ada benarnya, tetapi tidak lantas dapat dijadikan sebagai pembenar. Apalagi sampai menyama-ratakan seluruh pemakai kondom sebagai pelaku hubungan seks haram.