Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jersey Tim Sepakbola dari Masa ke Masa

19 Juni 2022   07:00 Diperbarui: 19 Juni 2022   07:13 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ADA satu kejadian menarik kala Indonesia dikalahkan Yordania di Kualifikasi III Piala Asia 2023, Minggu (12/06/2022) dini hari WIB. Pada menit ke-28, Marc Klok mendapat kartu kuning akibat menarik kaus pemain lawan.

Bukan tarikan sembarang tarik. Karena dilakukan untuk menahan laju lari lawan, sementara yang ditarik terus berlari, kaus yang dikenakan Mousa Al-Tamari sobek. Lebih tepatnya terbelah dua, sebab sobekan yang terjadi memanjang dari atas ke bawah.

Akibatnya, mau tak mau Al-Tamari menepi dulu di bangku cadangan untuk berganti kaus. Sedangkan Klok dipanggil wasit Yaqoob Abdul Baki asal Oman untuk diberi kartu kuning.

Momen ini jadi olok-olokan netizen Indonesia kala itu. Ada yang menyebut jersey timnas Yordania serupa kaus partai, kaus yang umum dikatakan berbahan saringan tahu.

Andai saja netizen Indonesia tahu bagaimana rupa jersey sebuah tim di awal-awal sepak bola berkembang, pastilah dijadikan bahan olok-olok juga. Sebab, jersey klub sangat berbeda dengan yang terlihat sekarang. Jauh dari kata modis dan keren. Maka, memakainya pun mungkin para netizen tidak mau.

Tidak seperti sekarang, di mana para supporter berlomba-lomba membeli jersey klub-klub yang mereka dukung. Tak mampu beli versi orisinil keluaran apparel resmi, beli versi KW Thailand pun jadi. Tidak mampu juga? Beli di pasar cukuplah.

Klub pun tahu betul caranya mengeruk uang penggemar dari sektor ini. Tidak heran bila saban musim berganti, desain jersey klub-klub juga ikut berganti. Tujuannya apa lagi kalau bukan supaya penggemarnya mengeluarkan uang setiap tahun untuk membeli jersey klub.

Mulanya Cuma Pembeda

Dari sektor jersey saja, sebuah klub papan atas seperti Liverpool FC atau Real Madrid bisa memperoleh tambahan penghasilan dengan nilai fantastis. Itu belum termasuk nilai kontrak dengan pihak apparel yang memproduksi dan menjual jersey klub tersebut.

Belum lagi kerja sama sponsor dengan merek-merek yang memajang logo mereka di bagian dada jersey. Misalnya Liverpool FC, yang sudah selama 12 tahun terakhir terikat kontrak dengan Standard Chartered.

Dari kontrak pemasangan logo Standard Chartered di jersey saja, Liverpool FC mengantongi pendapatan setidaknya 40 juta GBP setahun. Dalam rupiah, nilai itu setara Rp725.648.848.800. TUJUH RATUS MILIAR lebih!

Andai orang-orang yang mencetuskan penggunaan seragam tim sepak bola masih hidup, rasa-rasanya mereka bakal menganga takjub. Pasalnya, komersialisasi jersey klub seperti ini sama sekali tidak terpikirkan oleh mereka.

Pada awalnya, tujuan pembuatan jersey bagi sebuah klub sederhana saja: sebagai pembeda bagi dua tim yang bertanding. Itu pun tanpa embel-embel apa pun pada kaus yang menjadi seragam. Bahkan logo klub pun tidak ada.

Klub Charterhouse School dengan pemain yang mengenakan pakaian berbeda-beda. FOTO: historicalkits.co.uk
Klub Charterhouse School dengan pemain yang mengenakan pakaian berbeda-beda. FOTO: historicalkits.co.uk

Ketika sepak bola mulai popular di Inggris pada abad ke-19 (tahun 1800-an), tidak ada aturan mengenai penggunaan seragam. Para pemain yang bertanding boleh memakai pakaian apa saja sesuka mereka. Satu tim beda-beda jenis, model, serta warna pakaian adalah hal lumrah.

Barulah kemudian disepakati penggunaan jersey yang seragam bagi seluruh pemain di satu tim.  Namun belum ada aturan baku mengenai seragam kandang dan tandang seperti sekarang. Maka, tidak jarang terjadi dua tim bertanding menggunakan seragam berwarna sama.

Perkembangan aturan lantas dilakukan. Mulailah diatur warna jersey kedua tim yang bertanding harus berbeda. Selain untuk memudahkan wasit dan penonton, para pemain juga tentunya bakal terbantu dalam mengenali kawan sendiri.

Nomor Punggung

Jersey di masa-masa awal sampai ke peralihan abad ke-20 (tahun 1900-an) umumnya berbahan wol. Ukurannya dibuat besar, lebih besar dari ukuran tubuh si pemain, dengan lengan panjang. Celana yang dikenakan pemain juga panjang-panjang.

Penggunaan kaus berlengan panjang dan celana panjang ini sempat dipertahankan hingga era 1990-an, tetapi khusus bagi penjaga gawang. Namun semakin ke sini agaknya para kiper lebih suka memakai celana pendek serta kaus berlengan pendek pula.

Pada pengujung abad, bentuk jersey berubah. Kali ini ukurannya menjadi lebih ketat, ngepres ke badan si pemain. Kaus model slim-fit kalau menurut istilah sekarang. Namun lengannya masih panjang. Hanya celananya yang sudah pendek.

Tren ini bertahan cukup lama, sampai kemudian kembali lagi ke model lama. Kaus gombrong dengan lengan panjang lagi-lagi dipakai, tetapi celana tetap pendek. Pada abad ini pula mulai disematkan logo klub pada bagian dada kiri.

Oya, pada awalnya jersey sepak bola ini tidak menerakan nomor punggung. Baru sejak tahun 1928 nomor punggung diperkenalkan. Penomorannya pun masih simpel, yakni diurutkan begitu saja dari 1 sampai 11 untuk tim pertama, dilanjutkan nomor 12 sampai 22 untuk tim kedua.

Final Piala FA 1933 antara Man. City vs Everton, saat pertama kali nomor punggung dipakai di Inggris. FOTO: historicalkits.co.uk 
Final Piala FA 1933 antara Man. City vs Everton, saat pertama kali nomor punggung dipakai di Inggris. FOTO: historicalkits.co.uk 

Nomor punggung 1 selalu menjadi milik kiper. Lalu nomor 2, 3, 4 untuk bek. Selanjutnya nomor 5, 6, 7, 8, 9 untuk pemain tengah. Sedangkan para penyerang sebagai pemain terdepan umumnya mengenakan nomor 10-11.

Demikian berulang pada tim kedua, di mana nomor punggung 12 selalu jadi milik penjaga gawang. Terus diurutkan sampai ke depan, para penyerang memakai nomor punggung 21-22.

Lihat, dari nomor punggungnya saja dapat langsung dikenali si pemain posisinya apa. Masa itu pemain yang bertanding tidak boleh memilih nomor punggung selain 1 sampai 11 untuk tim pertama. Harus urut dan harus sesuai posisinya di tim.

Di Inggris, pemakaian nomor punggung pertama kali diperkenalkan pada partai final Piala FA 1933 antara Manchester City vs Everton. Saat itu pemain Everton memakai nomor punggung 1-11, sedangkan para pemain City memakai nomor punggung 12-22.

Awalnya penambahan nomor punggung ini ada yang menentang, sebab dianggap merusak warna jersey. Namun karena dirasa bermanfaat, salah satunya membantu wasit mengidentifikasi pemain, perubahan ini dipertahankan sampai sekarang.

Sponsor Mulai Masuk

Memasuki separuh akhir abad 20, yang diiringi dengan semakin suburnya komersialisasi sepak bola, jersey kembali mengalami perkembangan. Mulailah ditambahkan logo-logo sponsor pada bagian dada.

Konsep sponsor pada jersey sepak bola mulai dikenal pada tahun 1950-an. Pada era ini, Austria, Denmark, dan Prancis adalah beberapa negara yang klub-klub sepak bolanya mulai menampilkan sponsor pada kaos jersey.

Hal ini kemudian berdampak pada pendapatan klub. Wajar, sponsor tersebut tidak ditempatkan secara pro bono. Tentu klub mendapatkan kompensasi sejumlah tertentu dari perusahaan yang logonya dipajang.

Adalah Mast Gunter sosok yang merupakan pioner dalam hal mensponsori klub sepak bola. Pada tahun 1973, Gunter menjalin kerja sama sponsorship dengan sebuah klub bernama Eintracht Braunschweig di Liga Jerman.

Logo merek cat Crown Paints di seragam Liverpool FC. FOTO: thisisanfield.com
Logo merek cat Crown Paints di seragam Liverpool FC. FOTO: thisisanfield.com

Sejak kerja sama tersebut diteken, pada bagian dada jersey Eintracht Braunschweig terdapat logo/merek Jagermeister. Jagermeister  sendiri merupakan merek minuman beralkohol yang jadi produk utama dari perusahaan milik Gunter, Mast-Jagermeister AG.

Sejak itu klub-klub sepak bola lain di Jerman mengikuti langkah Eintracht Braunschweig. Sponsor pada bagian dada jersey yang dikenakan pemain menjadi hal lumrah.

Meski demikian, tidak semua klub di Eropa melakukan hal yang sama. Bahkan di Inggris sempat ada pelarangan memasang sponsor di jersey klub. Hanya boleh ada nama dan logo klub itu sendiri di tiap-tiap jersey. Plus, nomor punggung tentu saja.

Namun ketika cerita-cerita manis mengenai uang sponsor yang diperoleh klub-klub Jerman merebak ke mana-mana, klub ramai-ramai menjual spot di dada jersey kepada perusahan-perusahaan. Pada akhirnya pengelola liga dan otoritas sepak bola setempat mengalah.

Empat tahun setelah umum berlaku di Jerman, pengelola Liga Inggris akhirnya membolehkan klub-klub peserta memasang logo sponsor di dada jersey. Dunia sepak bola pun semakin bergairah setelahnya.

Kini, sejalan dengan perkembangan industrialisasi sepak bola yang semakin menjadi-jadi, nilai bisnis olah raga ini sungguh luar biasa. Tak hanya dari penjualan tiket, sebuah klub juga bisa menghasilkan uang dari sehelai jersey. Baik itu dalam bentuk kontrak sponsor, hingga jalinan kerja sama dengan apparel.

Nilai kontrak untuk sponsor pada kaos jersey bola pada umumnya memang sangat besar. Tak jarang pos ini menjadi pendapatan utama sebuah klub atau setidak-tidaknya pendapatan terbesar.

Jika pada awal-awalnya hanya memajang merek bir atau merek cat, seperti pada jersey Liverpool FC era 1980-an, yang terlihat hari ini adalah nama atau logo dari berbagai perusahaan besar dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun