Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menyoal Larangan Pengendara Sepeda Motor Pakai Sendal Jepit

18 Juni 2022   11:30 Diperbarui: 18 Juni 2022   11:35 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BEBERAPA malam lalu, saya iseng mengecek status WA kenalan dan saudara. Dari sekian status, saya yang kemudian bikin saya mengerutkan kening. Status berupa gambar yang diunggah adik saya di Jambi.

Adik saya itu memajang infografis sebuah kanal berita mengenai aturan terbaru dari Kepolisian: larangan mengenakan sendal jepit bagi pengendara sepeda motor. Begitu melihat status tersebut saya kontan bertanya-tanya sendiri, "Ini serius?"

Tentu saja ketika bertanya begitu kening saya seketika berkerut-kerut tak karuan. Benar-benar dibuat terheran-heran oleh peraturan terbaru ini.

Dugaan pertama yang terlintas di benak saya, dasar aturan ini adalah perkara keselamatan. Saya menebak, mungkin Kepolisian berpikir sendal jepit tidak memberikan perlindungan memadai bagi pengendara.

Memang harus diakui, kaki yang hanya memakai sendal jepit berpotensi mengalami cedera serius andaikata terjadi kecelakaan. Entah itu mendapat luka akibat tergores aspal atau memar akibat terbentur benda keras.

Namun kalau memang faktor keamanan pengendara ini dasar pemikirannya, bagaimana dengan bagian dada? Seperti kita ketahui bersama, di dalam dada terdapat organ-organ lebih vital. Kenapa tidak membuat peraturan agar pengendara sepeda motor memakai pelindung dada?

Bukan sekadar tebeng penahan angin, melainkan pelindung dari bahan yang lebih kuat. Misalnya dari pelat besi atau bahkan baja sekalian. Sehingga organ-organ di dalam dada tercegah dari cedera serius andai si pengendara mengalami kecelakaan fatal.

Bukankah dada lebih vital ketimbang kaki? Orang masih bisa hidup dengan kaki remuk, katakanlah demikian. Namun korban kecelakaan yang dadanya remuk, keselamatan nyawanya sungguh terancam.

Pendek kata, saya sedikit mempertanyaan urgensi serta manfaat aturan baru ini. Apa pentingnya? Apalagi saya tergolong orang yang ke mana-mana lebih nyaman pakai sendal ketimbang sepatu. Termasuk saat bepergian dengan sepeda motor.

Makanya saat melihat status tadi saya langsung mengirim pesan ke adik, "Waduh, peraturan apo lagi ini?" Disertai emoji tertawa lebar sampai keluar air mata.

Adik saya membalas tak kalah sinis, "Beli galon make air jordan."

GAMBAR: Screenshot chat WhatsApp pribadi
GAMBAR: Screenshot chat WhatsApp pribadi

Definisi Jelas-Tegas

Namun, siapalah saya yang hanya rakyat jelata ini. Kalaupun memang larangan ini benar-benar diberlakukan, satu saja permintaan dari saya kepada Kepolisian: tolonglah definisi "sendal jepit" dalam peraturan ini dibuat sejelas dan seterang benderang mungkin.

Apakah yang dimaksud dengan sendal jepit di sini hanya "sendal wudhu" berbahan karet seperti yang dikeluarkan oleh merek legendaris Swallow? Sebab inilah yang pertama kali terbayang di kepala saya ketika menyebut sendal jepit.

Atau semua jenis sendal yang pemakaiannya dijepit dengan dua jari kaki, apa pun bahannya? Mau berbahan karet kek, kulit kek, maupun bahan-bahan lain, pokoknya semua yang cara pakainya dijepit dua jari masuk dalam larangan?

Jika iya, berarti sendal andalan yang biasa saya pakai untuk kondangan atau hadir sebagai wali murid di sekolah anak-anak, termasuk kategori sendal jepit yang dilarang Kepolisian. Ini gawat.

Perlu dicatat pula, selain sendal yang pemakaiannya dijepit dengan dua jari kaki, ada jenis sendal lain yang serupa: sendal slip on. Ini sendal yang hanya punya satu strap atau lebih, tanpa ada bagian vertikal untuk dijepit. Cara memakainya tidak dijepit, melainkan cukup masukkan saja telapak kaki ke bawah strap.

Lalu ada pula sendal gunung. Ini sendal yang biasa dipakai para pendaki gunung saat mendaki, karena itu mendapat sebutan demikian. Kita sama tahu jalur pendakian gunung memiliki medan terjal dan kurang ramah bagi telapak kaki. Maka, sendal ini memberikan kenyamanan sekaligus keamanan dalam waktu bersamaan.

Sendal gunung juga dipakai dengan cara menjepit bagian vertikal di ujungnya. Namun, teman-teman pendaki sepertinya keberatan kalau sendal model begini disebut sebagai sendal jepit. Apalagi mereka-mereka yang punya sendal gunung berharga fantastis.

Jadi, Kepolisian musti benar-benar membuat batasan tegas mana yang sendal jepit dan mana yang bukan. Jangan sampai definisi ini menjadi istilah "karet" yang bisa dimanfaatkan oknum-oknum pencoreng nama institusi di jalanan.

Misalnya ya itu tadi, apakah sendal model slip on dan sendal gunung juga termasuk jenis yang dilarang dipakai pengendara sepeda motor?

Akan lebih baik lagi kalau diberi contoh dengan gambar, seperti apa saja yang dimaksud sebagai sendal jepit dalam aturan ini. Sebab, tampilan visual lebih mudah dimengerti oleh masyarakat awam seperti saya ketimbang definisi berupa teks.

Tak kalah penting dari itu, gencarkan sosialisasi. Bukan cuma terhadap masyarakat umum, tetapi juga terhadap para aparat kepolisian sendiri. Utamanya para Polantas. Biar sama-sama paham, sendal seperti apa yang dilarang dalam peraturan ini.

Jangan sampai ketika ada pengendara mau ditilang polisi, malah engkel-engkelan soal yang dia pakai itu sendal jepit atau bukan. Lalu viral di media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun