EUFORIA sedang menjangkiti Indonesia seturut kelolosan ke putaran final Piala Asia 2023. Bukan sekadar lolos, Marc Klok en vrienden meraih tiket terakhir dari babak Kualifikasi III dengan gaya: mencukur Nepal 7-0!
Seperti kata Valentino Simanjuntak, komentator siaran langsung pertandingan versus Nepal, sudah lama sekali kita tidak melihat timnas Indonesia menang dengan skor banyak. Bahkan melawan tim-tim papan bawah Asia Tenggara sekali pun.
Di Piala AFF 2020 yang mentas tahun lalu, misalnya. Menghadapi Kamboja saja Indonesia hanya bisa menang dengan selisih dua gol, yakni skor 4-2. Sangat disayangkan sekali bisa sampai kebobolan dua gol begini dari Kamboja.
Skor menghadapi Laos masih terhitung mendingan, yakni 5-1. Namun sayangnya gawang timnas lagi-lagi dapat dibobol lawan. Padahal 10 tahun sebelumnya, yakni di Piala AFF 2010, Indonesia bisa menang telak 6-0 atas Laos.
Hasil sama juga terjadi pada pertemuan dengan Laos sebelumnya di Piala AFF 2004. Sama-sama berakhir 6-0. Sedangkan Kamboja malah dibantai 8-0. Banyak gol, sekaligus clean sheet.
Jadi, benar kata Valent. Terakhir kali timnas tampil bagus dan berpesta gol, ya pada Piala AFF 2004 itu. Bahkan Vietnam pun ikut dibekap 3-0. Saya ingat betul, Stadion Nasional M nh di Hanoi benar-benar hening ketika Mauly Lessy, Boaz Solossa dan Ilham Jayakesuma bergantian membobol gawang tuan rumah.
Turnamen Sesungguhnya
Ketika menghadapi Nepal, para pemain Indonesia sudah memberi janji manis sejak kick off. Terbukti lima menit berselang terjadi gol pertama dari sundulan Dimas Drajat. Papan skor langsung berubah jadi 1-0.
Nepal sempat melawan habis-habisan setelahnya, sedangkan para pemain timnas malah terlihat agak grogi sehingga peluang emas banyak terbuang. Baru pada akhir babak pertama ada gol lagi yang disarangkan ke gawang Deep Karki.
Memasuki babak kedua, terlihat betapa para pemain timnas tampil tanpa beban. Kita kembali menyaksikan permainan cantik yang mendominasi pertandingan seperti yang disajikan pada Piala AFF 2020. Seolah-olah hendak mengobati kekecewaan kita seturut aksi buruk di SEA Games 2021 lalu.
Skor 7-0 dan penampilan super agresif ditunjukkan Saddil Ramdhani, dkk. Shin Tae-yong pun tersenyum di pinggir lapangan. Sementara para pendukung di tribun bersuka ria menikmati atraksi yang ditunjukkan di atas lapangan hijau.
Saking agresifnya Indonesia, bahkan dua bek turut menyumbang gol pada pertandingan tersebut. Lalu Rizki Ridho dan Elkan Baggott juga selalu naik ke kotak penalti Nepal ketika terjadi sepak pojok.
Namun, mari kembali pada kenyataan. Putaran kualifikasi sudah berlalu dan turnamen sesungguhnya sudah menanti. Di sinilah kelak mental dan kualitas para pemain timnas benar-benar diuji, juga racikan taktik Coach Shin dites.
Satu pertanyaan dari saya dan mungkin juga seluruh pecinta sepak bola Tanah Air, sampai sejauh mana kira-kira pencapaian Asnawi Mangkualam, dkk. di Piala Asia 2023 nanti?
Sekadar jadi penggembirakah atau bisa berbicara lebih banyak dari sekadar bertanding 90 menit? Akankah ada kejutan yang disajikan Indonesia di gelaran paling prestisius se-Asia ini?
Debut Manis
Kalau berkaca pada partisipasi sebelum-sebelumnya, Indonesia selalu mampu untuk setidaknya meraih poin di babak grup. Ya, meski hanya satu poin, tetap saja itu pencapaian lumayan.
Diawali dengan satu poin saat melakoni debut di Piala Asia 1996. Saat itu timnas membuat kejutan dengan menahan imbang Kuwait 2-2, diwarnai gol cantik dari Widodo Cahyono Putro. Indonesia bahkan sempat memimpin 2-0 selama 72 menit.
Andai saja Kuwait tak membalas dalam 15 menit akhir, Indonesia benar-benar bakal mencatatkan satu sejarah besar. Pasalnya, kala itu Kuwait baru saja menjuarai Piala Teluk. Dan itu adalah gelar ke-8 bagi Kuwait.
Memang sangat disayangkan sekali pada akhirnya gawang Kurnia Sandy dapat dijebol oleh Hani Al-Saqer pada menit ke-73. Lalu keputusan mengherankan diambil pelatih Danurwindo. Kurnia Sandy ditarik keluar hanya enam menit setelah gawangnya kebobolan.
Hendro Kartiko yang jadi pengganti lantas mendapat ujian serius 11 menit berselang. Ia harus berhadap-hadapan dengan Badr Haji ketika Indonesia mendapat hukuman penalti. Begitulah, Kuwait mencetak gol penyeimbang dan kemenangan di depan mata pupus.
Dua pertandingan berikutnya selalu berujung kekalahan. Indonesia harus puas pulang hanya membawa 1 poin.
Empat tahun berselang, lagi-lagi Indonesia mendulang satu poin di Piala Asia 2000. Penyumbangnya sama-sama pertandingan melawan Kuwait, tetapi kali ini skor 0-0.
Meski hanya imbang tanpa gol, tetap saja hasil ini layak diberi pujian. Pencapaian timnas Indonesia tersebut sama seperti yang diraih China, skornya pun persis: 0-0 juga. Sedangkan Korea Selatan malah keok 0-1 oleh Kuwait.
Semakin Baik
Hasil lebih baik dicapai pada 2004, di mana timnas mencatatkan kemenangan perdana dengan menekuk Qatar 2-1. Bambang Pamungkas, cs. bahkan unggul 2-0 sampai  menit ke-82. Sebelum akhirnya Magid Mohamed menceploskan gol balasan. Untungnya cuma satu.
Qatar vs Indonesia di Piala Asia 2004 adalah salah satu pertandingan timas yang paling saya kenang. Saya tidak akan pernah lupa bagaimana gol kedua Indonesia yang dilesakkan Ponaryo Astaman tercipta di laga ini. What a wonderful goal.
Pada edisi ini pula sebetulnya Indonesia punya peluang besar untuk lolos ke fase knock out. Syaratnya pun terhitung agak ringan: menahan imbang Bahrain pada pertandingan terakhir Grup A. Kalau hasil seri didapat, Indonesia berhak menduduki posisi kedua klasemen akhir grup di bawah tuan rumah China.
Asa itu sempat diberikan oleh anak asuhan Ivan Kolev. Meski terlebih dahulu tertinggal 2-0, Indonesia membalas lewat gol Elie Aiboy di menit ke-75. Sayang, alih-alih menambah gol, justru gawang Hendro Kartiko yang kembali jebol.
Skor akhir 3-1 untuk kemenangan Bahrain, sehingga merekalah yang melenggang ke fase gugur mendampingi China.
Kisah serupa terulang di Piala Asia 2007, kali ini selaku tuan rumah bersama Thailand, Malaysia dan Vietnam. Lagi-lagi Indonesia mencatatkan kemenangan di partai pembuka. Seolah hendak membalas dendam, Bahrain ditekuk 2-1 lewat gol Budi Sudarsono dan Bambang Pamungkas.
Gol Budi Sudarsono pada laga ini juga tak terlupakan. Hasil kerja sama tim yang padu, dipungkasi aksi penuh rasa percaya diri dari Si Piton di kotak penalti lawan.
Selanjutnya yang dihadapi dua raksasa Asia, Arab Saudi dan Korea Selatan. Banyak pengamat meremehkan Indonesia, tetapi yang terjadi kemudian cukup mengejutkan. Kedua pembesar tersebut sama-sama hanya bisa menang dengan marjin satu gol saja.
Hasil seri bahkan hampir saja didapat ketika meladeni Arab Saudi. Skor masih imbang 1-1 sementara pertandingan sudah memasuki menit ke-88 kala itu. Saya tidak akan lupa betapa deg-degan jantung ini ketika menonton siaran langsung di televisi.
Sayang, satu pergantian pemain di menit-menit akhir justru membawa petaka bagi Indonesia. Gol telat Saad al-Harthi membuyarkan satu poin yang hampir didapat. Asa menuju fase gugur pun mulai menipis.
Melawan Korea Selatan di partai terakhir, seingat saya Indonesia menerapkan permainan bertahan total. Lawan nyaris dibuat frustasi kala itu. Namun satu tendangan jarak jauh yang dilepas Kim Jung-woo dari depan kotak penalti tak mampu dihalau Markus Horison.
Harus Lebih Baik
Meski tidak bisa dibilang bagus-bagus amat, tetapi menurut saya catatan Indonesia di Piala Asia masih terhitung baik. Selalu dapat meraih poin dan juga mencetak gol, kecuali di Piala Asia 2000 yang betul-betul mandul.
Pencapaian yang enggak terlalu memalukan bagi saya, sekali pun pada akhirnya hanya menjadi juru kunci grup. Bahkan pernah memberi asa untuk lolos ke putaran knock out, walau pada akhirnya pupus jua.
Berbekal catatan senior-seniornya, para pemain timnas hendaknya tampil dengan motivasi tinggi di Piala Asia 2023. Mereka berpeluang mencetak sejarah baru dengan membawa Indonesia lolos dari fase grup.
Di bawah tangan dingin Shin Tae-yong, hasil ini bukannya tidak mungkin dicapai. Terlebih sang pelatih juga sudah menjanjikan sendiri akan hal itu.
Saat berbicara dalam konferensi pers usai mengalahkan Nepal, Coach Shin mengatakan bakal membangun tim yang lebih kuat. Ia berjanji Indonesia akan memberikan penampilan lebih baik tahun depan, lebih baik dari yang dipertontonkan di putaran Kualifikasi III.
Sembari menunggu gelaran Piala Asia 2023 Coach Shin punya satu kesempatan bagus untuk menegaskan bahwa janjinya serius. Kesempatan untuk menunjukkan bahwa tim yang dia bangun memang kuat, lebih kuat dari saat kualifikasi Piala Asia 2023.
Ya, pada akhir tahun ini akan ada Piala AFF 2022. Jika pada edisi sebelumnya hanya mentok sebagai runner-up, Piala AFF 2022 adalah momen bagi Coach Shin dan juga para pemain timnas untuk menunjukkan kesiapan mereka di pentas yang lebih besar.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H