Tidak cuma itu. Kelolosan Turki ke fase gugur ditentukan pada partai terakhir melawan China, yang sebelum bertanding sudah dipastikan tersingkir.
Dari jajaran pemain, Jepang ketika itu diperkuat bintang-bintang muda yang tengah jadi bahan perbincangan di Eropa. Ada Ono Shinji--atau Shinjo Ono kalau menuruti pakem penulisan nama Barat (Feyenoord), Inamoto Junichi (Arsenal), Kawaguchi Yoshikatsu (Portsmouth), serta si legendaris Nakata Hidetoshi (AC Parma).
Lalu pelatih timnas Jepang adalah Phillippe Troussier, orang Prancis yang dua tahun sebelumnya mengantar Samurai Blue menjuarai Piala Asia 2000.
Bagaimana dengan Turki?
Banyak sih, pemain Turkiye yang merumput di liga-liga top Eropa. Beberapa di antaranya Okan Buruk dan Emre Belozoglu yang kala itu memperkuat salah satu tim idola saya: Inter Milan.
Namun pemain-pemain Turki yang merumput di luar negeri, menurut saya, tidak terlalu menonjol di klub masing-masing. Sosok pelatihnya, Senol Gunes, pun tak begitu meyakinkan. Kiprah bersama Turki adalah debut baginya melatih timnas.
Jangan lupa satu faktor lain: Jepang adalah tuan rumah bersama Korea Selatan. Pertandingan melawan Turki dihelat di Miyagi Stadium, sebuah stadion berkapasitas 49.133 penonton yang terletak di kota Rifu, Prefektur Miyagi.
Kalah Rp 10 Juta
Berdasarkan deretan data-fakta itulah saya lebih menjagokan Jepang ketimbang Turki. Dalam bayangan saya, pertandingan mungkin bakal berjalan ketat. Bisa-bisa sampai adu penalti, tetapi tetap saja Jepang yang akan jadi pemenang.
"Yakin Jepang yang bakal menang, Mas?" Sang tamu coba menegaskan. Kami sudah sampai di depan pintu kamarnya.
"Kalau saya sih, lebih menjagokan Jepang, Pak," jawab saya, sembari membukakan pintu kamar.