Satu-satunya target yang sukses saya capai adalah membaca buku. Tidak hanya memenuhi target satu buku per bulan alias 12 buku setahun, bahkan berkali-kali lipat dari itu.Â
Kalau dihitung-hitung, sepanjang 2020 saya membaca setidaknya 50 buku. Sebagian besar buku terbitan lama, baik hasil berburu di marketplace maupun koleksi pribadi yang sudah dibeli sejak 5-6 tahun lalu namun belum juga dibaca.
Awalnya saya hanya menargetkan membaca satu buku sebulan, di mana jumlah ini saya dasarkan pada hasil riset Pew Research Centre di tahun 2015. Dalam riset tersebut (sumber), dikatakan bahwa orang Amerika Serikat rata-rata membaca 12 buku per tahun. Alias satu buku sebulan.
Tentu saja tidak dirinci buku seperti apa, serta setebal apa yang kebanyakan dibaca orang-orang AS dalam riset tersebut. Saya sendiri asal comot saja dari lemari buku, menyiapkan 12 judul yang sekiranya membuat saya tertarik membacanya.Â
Karena diniatkan sebagai pancingan, sebagian merupakan buku-buku tipis (kurang dari 300 halaman).
Pada kenyataannya saya bahkan bisa melahap sampai 5-6 buku dalam sebulan, yang halamannya tebal-tebal pula. Misalnya saja buku Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII karya Hendrik E. Niemeijer yang diterbitkan oleh Masup Jakarta, kelompok penerbit Komunitas Bambu.
Buku ini bobotnya 730 gram, dengan tebal xiv + 450 halaman. Totalnya tidak sampai 500 halaman memang, tapi hurufnya kecil-kecil sekali. Saya yakin kalau dicetak dengan ukuran font normalnya buku cetak lain, jumlah halamannya setidaknya 600-an.
Lalu ada pula set novel klasik Xi You-nya Wu Cheng En yang diterbitkan oleh Penerbit Bhuana Sastra dari Kelompok Kompas Gramedia. Satu set terdiri atas lima buku, yang masing-masingnya setebal antara 450-500 halaman. Dan seluruhnya habis dibaca dalam hitungan kurang dari pekan!
Biografi pendiri Kompas, almarhum Petrus Kanisius Ojong alias Auwjong Peng Koen, juga masuk dalam daftar bacaan saya. Ini buku saya beli pada awal 2018, tapi tak kunjung dibaca sampai tahun ini. Usai membacanya, saya jadi menyesal kenapa selama sekian tahun hanya membiarkannya tergeletak di lemari buku.
Oya, saya merasa perlu memberi tahu kalau biografi yang ditulis oleh Helen Ishwara ini selesai saya baca dalam tempo sepekan saja. Kenapa ini penting? Karena di tahun-tahun sebelumnya saya kehilangan gairah membaca buku. Saya nyaris lupa nikmatnya membaca buku.
Saya tidak ingat kapan tepatnya itu terjadi, tapi setidaknya sejak pertengahan 2017 saya tak pernah tuntas saat membaca buku.Â