Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Hai PSSI, Naturalisasi Pemain Bukan Solusi

24 Juli 2018   04:51 Diperbarui: 24 Juli 2018   20:12 2637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kali terakhir timnas Indonesia menjadi juara justru di level junior, dengan pelatih tak ternama dan pemain-pemain yang banyak tak dikenal. FOTO: sidomi.com

Sebaliknya, di Piala AFF 2016 itu Indonesia kembali mencapai final dan sempat mengalahkan Thailand di leg pertama. Kalau saja timnas mampu menahan imbang Thailand pada leg kedua di Bangkok, Indonesia sudah punya satu trofi Piala AFF saat ini. Ketika itu pelatih Alfred Riedl hanya memasukkan satu pemain naturalisasi: Stefano Lilipaly.

Situasi bakal berbeda di perhelatan tahun ini. Sebab PSSI menjaring banyak pemain naturalisasi dalam dua tahun ini. Yang paling menarik perhatian publik adalah bergabungnya Ilija Spasojevic dan Ezra Walian dalam Tim Merah Putih. Menarik pula dinanti apakah Luis Milla bakal memainkan nama-nama tersebut di Piala AFF 2018.

Ezra Walian, masuk dalam daftar skuat timnas yang menjalani Training Center di Bali. FOTO: tribunnews.com
Ezra Walian, masuk dalam daftar skuat timnas yang menjalani Training Center di Bali. FOTO: tribunnews.com
Menghambat Regenerasi

Saya sih senang-senang saja timnas berprestasi sekalipun dalam skuat terdapat pemain naturalisasi. Pertanyaannya, sudahkah program naturalisasi memberi perubahan pada catatan timnas? Jawabannya BELUM, kalau tidak mau dikatakan TIDAK.

Di kancah AFF, Indonesia tiga kali mencapai final Piala AFF (semasa bernama Piala Tiger) jauh sebelum program naturalisasi digulirkan PSSI. Ketiganya bahkan dicapai secara beruntun, yakni pada tahun 2000, 2002, dan 2004. Tak hanya itu, pada kesempatan tersebut penyerang-penyerang Indonesia juga meraih predikat top scorer.

Soal performa, timnas Piala Asia 2007 di bawah pelatih Ivan Kolev tampil sangat trengginas tanpa "pemain asing". Artinya, prestasi timnas yang berisi pemain naturalisasi hanya mampu mengulangi alias menyamai pencapaian sebelumnya sebelum program ini digulirkan sejak 2010.

Satu hal yang pasti, dan ini agaknya luput dari perhatian PSSI, program naturalisasi sejatinya justru merusak pola pembinaan di tanah air. Hadirnya pemain-pemain dari luar Liga Indonesia jelas membuat potensi lokal tergusur. Jangankan menaturalisasi pemain asing untuk timnas, terlalu banyak pemain asing di liga domestik saja sudah dapat merusak regenerasi pemain lokal.

Spanyol bisa jadi contoh. Ketika Real Madrid jor-joran mengumpulkan bintang-bintang dunia ke Santiago Bernabeu di awal dekade 2000-an, banyak sekali potensi muda asli Spanyol di Madrid yang lantas redup. Guti Hernandez salah satunya. Gelandang yang sempat menjadi harapan Spanyol ini tidak berkembang karena Madrid kala itu punya Zinedine Zidane, Luis Figo, dan lantas David Beckham.

Era kejayaan Spanyol dimulai seiring dominannya Barcelona di La Liga. Berkebalikan dengan Madrid yang skuatnya lebih banyak diisi pemain asing, Barca malah mengandalkan jebolan akademinya sendiri. Kebijakan ini kian menguat di era Pep Guardiola. Dan, timnas Spanyol yang didominasi pemain-pemain Barca pun menjuarai Euro 2008, disusul Piala Dunia 2010.

Contoh berikutnya Inggris. Sekali pun Liga Premier menjadi kiblat pengelolaan liga domestik modern, tapi timnas Inggris selalu terseok-seok di kancah internasional. Para pengamat setempat sepakat salah satu penyebabnya adalah kurangnya jam terbang pemain lokal di klub. Penyebabnya apalagi kalau bukan membanjirnya pemain asing.

Kali terakhir timnas Indonesia menjadi juara justru di level junior, dengan pelatih tak ternama dan pemain-pemain yang banyak tak dikenal. FOTO: sidomi.com
Kali terakhir timnas Indonesia menjadi juara justru di level junior, dengan pelatih tak ternama dan pemain-pemain yang banyak tak dikenal. FOTO: sidomi.com
Prioritaskan Pembinaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun