[caption caption="Tiziano Crudeli, komentator sepakbola sekaligus fan AC Milan saat menjadi komentator di pertandingan klub idolanya tersebut. (FOTO: GilaSport.com)"][/caption]Saya tertarik menanggapi tulisan Bung Irwan Rinaldi Sikumbang yang berjudul Keberpihakan Penyiar Olahraga. Meski pada judulnya disebut "olahraga", namun penekanannya lebih pada "sepak bola" sebagai cabang paling populer. Jadi, tanggapan inipun akan fokus pada sepak bola saja.
Memang tanpa disadari beberapa komentator pertandingan sepak bola di televisi kerap kali bersikap tidak netral. Tidak secara eksplisit dikatakan "Saya dukung Persib" atau "Saya doakan Arema Malang" sih, tapi dari lontaran-lontaran kalimat mereka sepanjang siaran langsung dapat terbaca ke tim mana dukungan diberikan. Tentunya kalau pemirsanya jeli.
Sebagai penggemar Liverpool, saya sendiri sangat menantikan momen ketika tim asal Merseyside ini bersua musuh bebuyutannya, Manchester United. Lalu siaran langsungnya menampilkan Anton Sanjoyo sebagai komentator. Dan ini pernah terjadi, tapi saya tidak ingat kapan persisnya. Hanya saja saat itu Joy dengan sangat baik memberikan ulasannya secara fair tanpa dicampuri favoritisme.
Saat ditanya tentang performa Liverpool, Joy secara berimbang memuji hal-hal positif yang ditampilkan The Reds tapi sekaligus mengkritisi sisi negatifnya. Lalu ketika ganti membahas Man. United, jurnalis senior itu melakukan hal sama. Mohon dicatat, ini bukan pujian untuk Joy, melainkan penilaian saya terhadap kinerjanya sebagai komentator di saat yang dikomentari salah satunya klub favorit dia.
Siaran Langsung Televisi Rasa Radio
Saya sendiri sejak lama lebih merasa terganggu dengan komentator yang "terlalu detil" menjelaskan apa yang terjadi di layar kaca dalam siaran langsung. Saat Christian Gonzales menggocek bola, misalnya, komentator juga menjelaskan "Bola dibawa oleh Christian Gonzales, menuju ke kotak penalti Persibm digocek-gocek sedikit, dan..."
Biasanya kalau menonton siaran langsung yang komentatornya seperti itu saya bakal membatin, "Saya juga bisa lihat." Hehehe...
Ya, apa gunanya komentator menjelaskan sesuatu yang juga bisa disaksikan penonton di rumah lewat layar televisi? Sorry to say, tambahan komentar atau penjelasan lisan itu tidak memberikan tambahan apa-apa. Tidak perlu dijelaskan setiap gerakan yang dilakukan pemain di atas lapangan kalau itu terlihat di layar kaca.
Sering terjadi, saat ofisial keempat menunjukkan papan penunjuk tambahan waktu komentator juga menyebutkannya. "Wasit memberi tambahan waktu 5 menit, Bung." Titik. Apa makna ucapan tersebut bagi penonton? Tidak ada.
Kalau bermaksud memberi tambahan informasi, berilah informasi yang tidak bisa didapatkan penonton lewat layar televisinya. Misalnya, reaksi pelatih di bangku cadangan saat tendangan Gonzales melenceng. Atau statistik seperti jumlah tendangan yang dilakukan Gonzales sampai dia melakukan tembakan melencengnya itu.
Saat ofisial keempat mengangkat papan penunjuk angka tambahan waktu, tidak perlu menyebut kalau wasit memberi tambahan waktu sekian menit. Tapi beri reaksi yang dikorelasikan dengan situasi di lapangan. Jika salah satu tim tertinggal, contohnya, beri sedikit drama dengan pertanyaan semacam, "Persib Bandung punya tambahan napas 5 menit, Bung. Mampukah mereka menyamakan kedudukan dan memaksakan adu penalti?"
Televisi adalah teknologi audiovisual, gabungan antara gambar bergerak dan suara. Sejatinya tanpa komentator pun kita bisa menikmati siaran langsung sepak bola tanpa merasa ada sesuatu yang kurang. Fungsi komentator pada siaran langsung adalah pengaya, karena itusemestinyalah mereka bertindak memperkaya materi siaran langsung.
Alih-alih memberikan laporan pandangan mata seperti di siaran langsung radio jaman dahulu, komentator siaran langsung televisi bakal terlihat lebih fungsional jika mampu memberikan tambahan info berupa statistik. Ketika Atep hendak mengeksekusi penalti, misalnya lagi, berikan data berapa kali Atep melakukan eksekusi penalti sepanjang kariernya dan berapa persen tingkat kesuksesannya.
"Fantastis! Kurnia Meiga menggagalkan tendangan Fabiano Beltrame dengan satu jari! Ini merupakan penyelamatan ke-125 Meiga hingga menit ke-85. Rasanya saya sudah bisa memilih siapa man of the match dalam pertandingan ini, Bung," katakanlah begitu.
Harus diakui kalau data dan statistik merupakan hal baru dalam sepak bola Indonesia. Jangankan komentator, PSSI sekalipun masih harus belajar banyak soal catat-mencatat begini. Tapi setidaknya janganlah penonton dibuat seolah mendengarkan radio, padahal yang disaksikan televisi layar datar 32 inci.
Mudah-mudahan tidak ada yang tersinggung :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H