[caption caption="Beram Kayal (no. 7) berdoa tepat di sebelah Eran Zahavi yang beragama Yahudi sebelum pertandingan timnas Israel berlangsung. (FOTO: CNN.com)"][/caption]
Perang Israel-Palestina sepertinya tak sudah-sudah. Belum lama ini, sepanjang Mei hingga Oktober 2015 tentara Israel (Israel Defence Force, IDF) melontarkan rudal-rudalnya ke Jalur Gaza, disusul dengan sejumlah jet tempur yang menjatuhkan bom-bom mematikan. Jalan ceritanya selalu sama. IDF beralasan tindakan tersebut merupakan aksi balasan atas serangan roket yang dilepas Hamas sebelumnya.
Menghitung sejak lahirnya negara Zionis Israel pada 14 Mei 1948, berarti sudah 67 tahun perang berkecamuk di Tanah Para Nabi tersebut. Berawal dari Perang Arab-Israel sebagai reaksi penolakan negara-negara Arab atas berdirinya Israel yang disokong penuh Barat, lalu kini mengerucut pada pertempuran antara Israel vs Hamas.
Satu hal yang menarik, Israel sendiri tidak 100% Yahudi. Faktanya, hanya 79% warga negara Israel yang merupakan etnis maupun penganut agama Yahudi. Selain para Zionis dan imigran Yahudi dari berbagai belahan dunia yang berdatangan ke negara tersebut, ada pula komunitas Kristen dan juga Muslim yang telah mendiami negara tersebut sejak jaman Rasulullah. Data dari Wikipedia menyebut ada sebanyak 16% Muslim dari total 8,2 juta penduduk Israel. Ini menjadikan Islam sebagai agama minoritas terbesar kedua di Israel.
Muslim di Israel tentu sama seperti kita Muslim lainnya di dunia. Bedanya, mereka ini Muslim tetapi juga adalah warga negara Israel. Jika kebanyakan Muslim di dunia mengutuk Israel dan menjadikannya musuh utama dunia-akhirat, maka Muslim di Israel ada yang dengan bangga menjadi representasi Israel di pentas internasional. Salah satu contoh dari generasi terkini adalah Beram Kayal, pesepak bola Muslim taat yang merupakan anggota timnas Israel.
Kayal lahir di kota Jadeidi-Makr, sebuah wilayah di bagian utara Israel yang 90% warganya Muslim. Tidak ada penganut Yahudi di kota tersebut karena 10% sisa populasinya merupakan Kristen. Menurut data dari kantor pusat statistik Israel, populasi Jadeidi-Makr pada tahun 2008 sebanyak 18.200 jiwa yang keseluruhannya merupakan etnis Arab.
Lahir dan besar di lingkungan Arab-Muslim, Kayal tumbuh sebagai seorang Muslim taat yang patuh menjalankan tuntunan agamanya. Ia bahkan tanpa khawatir menunjukkan keislamannya saat sedang bersama-sama rekan-rekan Yahudi-nya baik di klub maupun di tim nasional. Sebuah foto memperlihatkan Kayal dalam balutan seragam timnas Israel tengah menengadahkan kedua tangan berdoa ala Islam tepat di sebelah Eran Zahavi, rekannya di timnas yang beragama Yahudi.
Ya, Beram Kayal adalah salah seorang anggota timnas Israel beragama Islam.
Sejak kecil, karier sepak bola Kayal selalu berhubungan dengan Yahudi. Ia mulai bermain sepak bola sejak bergabung dengan tim junior Maccabi Haifa. Namanya langsung menjadi populer karena terhitung rajin mencetak gol. Meski baru berusia 16 tahun, Kayal sudah dimasukkan dalam dalam tim Maccabi Haifa U-19 di musim 2004/05 yang kemudian memenangkan dua trofi di ajang liga dan piala.
Keberhasilan tersebut membuat Kayal dianugerahi gelar sebagai pemain terbaik di liga junior Israel. Ia lantas menjalani debut bersama tim utama Maccabi Haifa pada musim 2005/06. Namanya masuk dalam skuat yang mengalahkan Maccabi Petah Tikva di penghujung musim, pertandingan yang memastikan gelar liga ketiga bagi Maccabi Haifa.
Semusim berselang, Kayal semakin dipercaya dengan tampil sebanyak enam kali di semua kompetisi bersama tim reguler. Namanya juga masih tercantum dalam skuat Maccabi Haifa U-19. Bahkan dirinya menjabat sebagai kapten tim dan sukses memimpin rekan-rekannya meraih double winner dengan memenangkan gelar juara liga dan piala di level junior.
Barulah pada musim 2007/08 Kayal benar-benar menjadi pemain inti Maccabi Haifa. Ia bermain sebanyak 36 kali, serta turut andil memberikan gelar juara liga dan Toto Cup di akhir musim. Ia memikat media-media di Italia saat membela Maccabi Haifa di ajang Torneo di Viareggio. Fakta bahwa dirinya adalah seorang Arab beragama Islam dan bermain untuk tim nasional Israel membuat pers semakin penasaran menguak data-fakta tentang dirinya.
Setelah empat tahun membela Maccabi Haifa, Kayal lantas merantau ke Liga Skotlandia dengan bergabung bersama Glasgow Cletic. 29 Juni 2010, Kayal menanda-tangani kontrak berdurasi empat tahun dan memakai nomor punggung 33. Debutnya pada 19 Agustus 2010 berjalan baik. Ia memberi asis bagus pada gol Efrain JJuarez dan terpilih sebagai man of the match. Sayang, cedera membuatnya absen lama.
Kini, Kayal bermain untuk Brighton & Hove Albion yang berkompetisi di Divisi Championship, liga level kedua dalam piramida sepak bola Inggris, tepat di bawah Premier League.
Di level timnas, Kayal telah membela Israel sejak level U-17. Kariernya terus menanjak dan selalu terpilih dalam skuat timnas di tiap jenjang usia, hingga timnas U-21 dan akhirnya timnas senior. Debut internasionalnya bersama timnas senior Israel dicatatkan pada 6 September 2008 saat melawan Swiss.
Sampai saat ini Kayal telah 26 kali membela timnas senior Israel di berbagai ajang. Satu gol disumbangkannya bagi tim Negara Zionis itu. Gol semata wayangnya tersebut tercipta saat Israel menghadapi Latvia di babak Prakualifikasi Euro 2012 yang berkesudahan dengan skor 2-1 untuk kemenangan Kayal cs.
Sebagai seorang Muslim di timnas sebuah negara Yahudi, Beram Kayal tampak sangat menonjol. Ia dapat dengan mudah dibedakan dari rekan-rekannya di timnas Israel. Pasalnya, Kayal tak pernah lupa berdoa sebelum pertandingan dimulai. Tentu saja berdoa ala Muslim pada umumnya, dengan mengangkat kedua belah tangan ke depan dada sembari berkomat-kamit membacakan doa.
Bukan yang Pertama
Kayal bukanlah pesepak bola Muslim pertama di timnas Israel. Jauh sebelum dirinya ada Walid Badir, eks kapten Maccabi Haifa dan kemudian pindah ke Hapoel Tel Aviv. Badir lahir di Kafr Qasim, sebuah kota di perbatasan Tepi Barat yang didominasi Arab Muslim. Sepanjang 10 tahun (1997-2007), ia telah tampil sebanyak 74 kali bersama timnas Israel dan mencetak 12 gol. Salah satu golnya yang paling diingat adalah saat menyamakan kedudukan melawan Prancis di Prakualifikasi Piala Dunia 2006.
Sosok lainnya ada Abbas Suan, eks pemain timnas Israel di rentang 2004-2006. Ia tampil sebanyak 12 kali bersama Israel dan mencetak sebuah gol. Satu-satunya gol tersebut ia sarangkan ke gawang Rep. Irlandia dalam sebuah pertandingan Prakualifikasi Piala Dunia 2006. Meski mengakui dirinya adalah seorang Israel, Arab-Israel tepatnya, namun Suan termasuk salah satu dari dua pemain timnas Israel yang tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan negeri Zionis tersebut, Hatikvah. Pasalnya, menurut Suan, isi lagu tersebut hanya untuk orang Yahudi sehingga ia tidak merasa wajib menyanyikannya.
Pemain yang segenerasi dengan Kayal adalah Bibras Natkho, gelandang CSKA Moskow kelahiran Kfar Kama, sebuah kota di dekat Danau Galilea yang mayoritas penduduknya adalah Sirkasian. Ini sebutan bagi orang-orang keturunan Kaukasia Utara di wilayah Rusia. Nenek moyang Natkho lari dari Kaukasia saat Imperium Rusia menguasai wilayah tersebut.
Sama seperti Kayal, Natkho merintis kariernya di Liga Israel dengan bergabung bersama Hapoel Tel Aviv. Empat tahun membela Hapoel Tel Aviv, Natkho lantas merantau ke negara asal leluhurnya saat teken kontrak dengan Rubin Kazan. Klub ini bermarkas di Republik Tatarstan, salah satu negara bagian dalam Federasi Rusia yang mayoritas penduduknya Muslim.
Sempat pindah sebentar ke Liga Yunani saat membela PAOK FC sepanjang Januari-Juni 2014, Natkho kembali lagi ke Rusia di awal musim 2014/15. Kali ini ia membela CSKA Moskow, klub yang mengontraknya hingga 2019 mendatang.
Natkho membela timnas Israel sejak level U-17. Ia bahkan sempat menjadi kapten timnas Israel U-19. Ia pertama kali dipanggil timnas senior pada 12 Agustus 2009, namun hanya jadi pemain cadangan tak terpakai. Debutnya baru dicatatkan pada 3 Maret 2010 saat Israel menghadapi Romania. Gol pertamanya, sekaligus satu-satunya hingga saat ini, untuk timnas Israel tercipta ke gawang Azerbaijan pada 7 September 2012.
Soal identitas dirinya, Natkho mengakui secara gamblang bahwa ia adalah seorang Muslim tapi sekaligus warga negara Israel. Karenanya ia bangga bisa membela timnas Negara Yahudi tersebut di pentas internasional.
"Saya seorang Muslim, namun pada saat yang sama saya mencintai Israel karena itu adalah negara saya," ucapnya kepada Russian Football News, Juni lalu.
Bukan sekedar mengaku Muslim, Natkho termasuk seorang pemeluk taat dengan tidak melalaikan salat lima waktu dan juga selalu berpuasa penuh selama Ramadhan. Terlebih ia tinggal di Rusia, negara yang terbilang kondusif bagi seorang Muslim.
Di tengah konflik antara Palestina (yang diidentikkan sebagai Arab Muslim) dengan Israel (diidentikkan sebagai Zionis Yahudi) yang tak kunjung reda sejak berpuluh-puluh tahun lalu, kehadiran pesepak bola Arab Muslim di timnas Negara Yahudi jelas sebuah pemandangan menarik. Fenomena ini rasanya akan terus berlangsung, karena Israel sendiri mengijinkan warga negara Muslim (juga non-Yahudi lain) untuk ambil bagian dalam bela negara. Salah satunya melalui timnas sepak bola.
Saya pun berandai-andai. Kalau di lapangan sepak bola bisa tercipta harmoni antara Muslim dan Yahudi, mustahilkah jika saya berharap harmoni itu juga bisa terwujud di "lapangan" yang lain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H