Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Muthia Datau, Legenda Sepak Bola Wanita Indonesia

12 November 2011   06:46 Diperbarui: 6 Juni 2018   10:04 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NAMA Muthia Datau mungkin asing bagi pecinta sepak bola masa kini. Namun di era ’70 hingga ’80-an, namanya begitu harum sebagai kiper wanita favorit. Inilah pesepak bola wanita terbaik sepanjang sejarah Indonesia. Wanita kelahiran Lampung, 12 Agustus 1959, ini bermain sepak bola sejak kecil. 

Saat berusia 14 tahun, tetangga rumahnya yang juga seorang pelatih sepak bola wanita mengajaknya bergabung ke Buana Putri, klub sepak bola wanita terbesar saat itu. Butuh waktu 2 tahun bagi Muti untuk menembus skuad inti Buana Putri. Begitu memperoleh posisi kiper utama, pengagum Yudo Hadianto ini selalu menjadi pilihan pertama pelatih. 

Sayang, waktu itu belum ada kompetisi sepak bola wanita. Muti dan klubnya hanya berlaga di pertandingan eksibisi atau kejuaraan. Kompetisi resmi baru bergulir di tahun kelimanya menjadi pesepak bola. Bermain bagus di klub membuat Muti direkrut timnas. Ajang pertama yang ia ikuti bersama timnas adalah Asian Women Football 1977 di Taiwan. 

Penampilan gemilang Muti di depan gawang membantu Indonesia meraih medali perunggu. Takut anaknya semakin tomboi, ibu Muti memintanya ikut ajang pemilihan Abang None Jakarta Barat 1978. Secara tak terduga ia malah terpilih sebagai None Jakbar, disusul gelar juara kedua di pemilihan tingkat propinsi.

 Dari situ karir Muti berubah haluan ke dunia film. Ia sempat membintangi film Ira Maya dan Kakek Ateng (1979), Sepasang Merpati (1979), Sirkuit Kemelut (1980), Malu-malu Kucing (1980), Intan Mendulang Cinta (1981), dan Wolter Monginsidi (1983). Di dunia film juga ia bertemu jodoh, yakni aktor Herman Felani, lawan mainnya di film Sirkuit Kemelut yang mendampingi hidupnya hingga kini. 

Merasa tak nyaman sebagai artis, Muti kembali fokus bermain bola. Ia pensiun dari lapangan hijau tahun 1986, saat mengandung anak pertamanya di usia 27. Setelah itu ia sempat jadi komentator di TPI, serta menulis kolom di sejumlah media olah raga. 

Dari sepak bola, Muti melanjutkan karir di dunia perbankan. Namanya pernah tercatat sebagai karyawan Bank Duta dan Bank Nusa. Ia berhenti dari bank saat krisis ekonomi pada tahun 1999. Satu keinginan terbesarnya yang belum terwujud hingga kini adalah menjadi pelatih. -- Bung Eko --

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun