NAMA Muthia Datau mungkin asing bagi pecinta sepak bola masa kini. Namun di era ’70 hingga ’80-an, namanya begitu harum sebagai kiper wanita favorit. Inilah pesepak bola wanita terbaik sepanjang sejarah Indonesia. Wanita kelahiran Lampung, 12 Agustus 1959, ini bermain sepak bola sejak kecil.Â
Saat berusia 14 tahun, tetangga rumahnya yang juga seorang pelatih sepak bola wanita mengajaknya bergabung ke Buana Putri, klub sepak bola wanita terbesar saat itu. Butuh waktu 2 tahun bagi Muti untuk menembus skuad inti Buana Putri. Begitu memperoleh posisi kiper utama, pengagum Yudo Hadianto ini selalu menjadi pilihan pertama pelatih.Â
Sayang, waktu itu belum ada kompetisi sepak bola wanita. Muti dan klubnya hanya berlaga di pertandingan eksibisi atau kejuaraan. Kompetisi resmi baru bergulir di tahun kelimanya menjadi pesepak bola. Bermain bagus di klub membuat Muti direkrut timnas. Ajang pertama yang ia ikuti bersama timnas adalah Asian Women Football 1977 di Taiwan.Â
Penampilan gemilang Muti di depan gawang membantu Indonesia meraih medali perunggu. Takut anaknya semakin tomboi, ibu Muti memintanya ikut ajang pemilihan Abang None Jakarta Barat 1978. Secara tak terduga ia malah terpilih sebagai None Jakbar, disusul gelar juara kedua di pemilihan tingkat propinsi.
 Dari situ karir Muti berubah haluan ke dunia film. Ia sempat membintangi film Ira Maya dan Kakek Ateng (1979), Sepasang Merpati (1979), Sirkuit Kemelut (1980), Malu-malu Kucing (1980), Intan Mendulang Cinta (1981), dan Wolter Monginsidi (1983). Di dunia film juga ia bertemu jodoh, yakni aktor Herman Felani, lawan mainnya di film Sirkuit Kemelut yang mendampingi hidupnya hingga kini.Â
Merasa tak nyaman sebagai artis, Muti kembali fokus bermain bola. Ia pensiun dari lapangan hijau tahun 1986, saat mengandung anak pertamanya di usia 27. Setelah itu ia sempat jadi komentator di TPI, serta menulis kolom di sejumlah media olah raga.Â
Dari sepak bola, Muti melanjutkan karir di dunia perbankan. Namanya pernah tercatat sebagai karyawan Bank Duta dan Bank Nusa. Ia berhenti dari bank saat krisis ekonomi pada tahun 1999. Satu keinginan terbesarnya yang belum terwujud hingga kini adalah menjadi pelatih. -- Bung Eko --
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H