Mohon tunggu...
Saiful Bahri
Saiful Bahri Mohon Tunggu... Pecinta perempuan -

Profilnya masih bujang

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Angin Paling Tabah

14 Juli 2018   18:08 Diperbarui: 14 Juli 2018   18:34 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalender Perempuan

:R. A. Kartini

Satu rahim mengembun musim

Keselamatan bagi tanah Indonesia

Bulir cahaya menyalakan api merah

Suaranya tersisa gerimis

Tak mungkin alam pergi

Tak mungkin angin datang

Sukma dirinya telah terpatri

Antara kidung leher janji

Dari langkah kaki yang tersaji.

Konde dan kebaya di matamu

Kapal melaju di bulan Maret

Menyaksikan fitrah kesucian

Ialah musim tak bertuan

bukan sebatas zaman perawan

Bukan grafiti di tempok rasa

Rima puisi memanggilmu

Ingin kueja berapa luas langkah kakimu

Sujud keteladanan bagi nafas perempun.

Aku berlabuh di tubuh pohon-pohon mimpi

Engkau tidur dari mimpi paling tinggi.

R. A. Kartini, jagalah Indonesia ini

Ketika perang telah menyerang

Ketika darah kian bernanah

Rinduku, teruskanlah pada Tuhan.

Hikayat Indonesia kian tersipu

Hingga semua jadi abu-abu rindu

Ketika nama tergesek hujan-hujan batu

Jangan sampai aku tercabik zaman nafsu

R. A. Kartini, akan kubasuh tulang itu.

2018

Angin Paling Tabah

Angin paling tabah

Lebih tabah dari arwah

Setelah kemarau gentayangan

Tanah masih kering kelaparan

Rumput mati kepanasan

Angin paling tabah

Tak ada yang lebih pasrah

Dari angin jagad musim

Apa mungkin api katakan

Apa ada yang lebih tabah

Dari angin di musim ini?

Tak ada yang lebih tabah

Dari ingin jantung kemarau

Apa bila kemarau singgah di dadaku

Ketabahan akan berubah jadi bukit

Kecuali angin yang tetap tabah

Setabah rindu angin kelabu.

2018

Melodius Kata

Melodius dari hati telah tersaji

Suara yang kudengar dari langit

Memancar lusrus ke arah timur

Nama-nama kian menumis

Hijrah dari air mata sukma.

Ada apa dengan gitarku

Bersenandung melodius cinta 

Tatkala malam terpetik bunga

Tusuk dari mimpi yang menyala

Dapatkah aku bisa menembus nada

Sesaat piano, harmonika dimainkan

Ada nada yang tersisa: melodius mata doa

Subuh azan memandang langit

Fajar tumbuh nama surga

Tak kenal api di ubun lara

Engkah telah merubah nada lara

Menjadi melodius seribu nama




Kamar Sunyi, 14 April 2018

Pukul 01.09 WIB, Sumenep-Madura

*Saiful Bahri, penggiat literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun