Mohon tunggu...
Darwin KangGURU
Darwin KangGURU Mohon Tunggu... Dosen - Agroteknologi, Universitas Lampung

PEMBELAJAR Pendidik dan PENDIDIK Pembelajar Menulis di Kompasiana untuk menunaikan misi hidup dan menisbahkan diri dengan zaman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Manajemen Pascapanen Tomat Menunjang Pertanian Berkelanjutan

5 Juni 2024   14:41 Diperbarui: 5 Juni 2024   15:08 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pristy Christiana (2024)

Penulis: Pristy Christiana dan Darwin H. Pangaribuan (Mahasiswa Pascasarjana dan Dosen Jurusan Agronomi Hortikultura) Fakultas Pertanian Universitas Lampung

"Tomat mengandung berbagai macam nutrisi dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Beberapa kandungan nutrisi yang tergantung pada tomat antara lain: vitamin, protein, lemak, karbohidrat, mineral, asam lemak, asam amino, karotenoid (likopen), sterol, antioksidan alami, dan serat"

Tomat (Lycopersicon esculentum mill.) adalah salah satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi di seluruh dunia. Secara botani, tomat termasuk komoditas buah, namun dapat pula digolongkan kedalam jenis sayuran yang diperdagangkan karena dilihat dari cara mengkonsumsinya. 

Tomat dapat dikonsumsi dengan berbagai cara, seperti: dimakan segar, campuran salad dan sandwich, diolah menjadi pasta, saus, sup, dan minuman. Tomat mengandung berbagai macam nutrisi dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Beberapa kandungan nutrisi yang tergantung pada tomat antara lain: vitamin, protein, lemak, karbohidrat, mineral, asam lemak, asam amino, karotenoid (likopen), sterol, antioksidan alami, dan serat.

Tomat adalah komoditas yang mudah rusak (perishable) karena pengaruh pelukaan mekanis. Pelukaan mekanis seperti goresan dapat melukai kulit tomat dan menyebabkan kerugian pascapanen. Arah, et al. (2015) mengungkapkan bahwa secara global, kerugian pascapanen pada tomat dapat mencapai 25-42%.

 Untuk meminimalisir kerugian tersebut diperlukan penanganan pascapanen yang tepat agar saat produk sampai di tangan konsumen memiliki kualitas yang optimal. Kualitas merupakan kombinasi dari karakteristik, atribut, dan properti yang memberi nilai pada produk untuk dapat dinikmati oleh konsumen. 

Komponen kualitas pada tomat meliputi: kenampakan (warna, ukuran, bentuk, bebas dari cacat dan busuk), kekencangan, rasa, dan nilai gizi. Warna, kekencangan, rasa, nilai gizi, dan keamanan tomat berhubungan dengan komposisi tomat saat proses panen dan penanganan pascapanennya.

Teknik Penanganan Pascapanen

Penanganan fisik dapat berdampak drastis pada kualitas pascapanen dan umur simpan tomat. Zewdie, et al. (2021) mengilustrasikan bahwa penanganan yang kasar pada saat dan setelah panen dapat menyebabkan kerusakan mekanis yang dapat mempengaruhi kualitas pascapanen dan umur simpan tomat. 

Oleh karena itu, penting untuk mengetahui praktik penanganan pascapanen tomat yang sesuai. Beberapa praktik penanganan pascapanen tomat diantaranya: pemanenan, pendinginan awal, pembersihan dan disinfeksi, penyortiran dan grading, pengemasan, serta transportasi (Arah, et al., 2016).

Tomat sebagai buah klimakterik dapat dipanen dalam keadaan hijau matang, sehingga memungkinkan terjadinya pematangan dan penuaan pada periode pascapanen selanjutnya. Apabila pemanenan dilakukan terhadap tomat yang sudah matang, maka akan rentan terhadap kerusakan mekanis sehingga umur simpannya lebih pendek. 

Arah, et al. (2016) mengemukakan bahwa pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari timbulnya panas berlebih di lahan. Untuk mencegah timbulnya panas berlebih di lahan, perlu dilakukan proses pendinginan awal (precooling). Shahi, et al. (2012) menyatakan bahwa pendinginan awal meminimalkan efek aktivitas mikroba, metabolisme, laju respirasi dan produksi etilen, mengurangi laju pematangan, kehilangan air, serta pembusukan. 

Salah satu cara yang dilakukan pada proses pendinginan awal adalah dengan mencelupkan buah ke dalam air dingin (hydrocooling) yang dicampur dengan disinfektan seperti Tiabendazol dan Natrium Hipoklorit. Metode ini efektif dalam menghilangkan panas lapangan sekaligus meminimalisir mikroba.

Salah satu proses penting dalam pascapanen tomat adalah penyortiran dan grading. Penyortiran adalah pemindahan tomat yang busuk, rusak, atau sakit dari buah yang sehat. Tomat yang rusak atau sakit dapat menghasilkan etilen dalam jumlah besar dan mempengaruhi buah di sekitarnya. 

Rupanagudi, et al. (2014) mendeskripsikan grading sebagai upaya untuk mengkategorikan tomat berdasar warna, ukuran, dan tingkat kematangan. Setelah proses penyortiran dan grading, kemudian dilakukan pengemasan. Beberapa bahan kemasan yang digunakan adalah:  peti kayu atau plastik, kotak kardus, keranjang anyaman, karung nilon atau goni, kantong plastik, plastic wrapping dan styrofoam (Idah, et al., 2007).

Penggunaan transportasi yang tepat untuk mengangkut produk tomat tidak kalah penting untuk diperhatikan dalam penanganan pascapanen. 

Idah, et al. (2007) mengemukakan bahwa selama pengangkutan, produk harus dimobilisasi dengan pengemasan dan penumpukan yang tepat untuk menghindari pergerakan atau getaran berlebih. Getaran yang berlebihan ini dapat menimbulkan gesekan antar buah tomat sehingga menyebabkan luka atau cedera mekanis. Miller (2002) berpendapat bahwa efek dari cedera mekanis pada buah dapat menurunkan kualitas dan umur simpan tomat.

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas  Pascapanen Tomat

Tomat termasuk buah klimakterik, dimana terjadi peningkatan respirasi (respiration burst) yang menyertai atau mendahului proses pemasakan serta tanggap terhadap etilen. 

Raison and Lyons (2006) mengungkapkan bahwa setelah dipanen, tomat masih tetap hidup dan berfungsi sebagaimana jaringan hidup. Ledakan klimakterik etilen dapat memicu pematangan penuaan tomat selanjutnya. Tujuan dari praktek penanganan pascapanen adalah mengelola konsentrasi dan waktu sintesis etilen sehingga tomat sampai ke konsumen dengan kualitas yang optimal. 

Beckles (2012) berpendapat bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas tomat setelah panen diantaranya: temperatur, kelembaban udara, aplikasi Calcium Clorida, kombinasi gas, dan penanganan fisik.

Temperatur merupakan faktor krusial pada penanganan pascapanen tomat dalam menjaga kesegaran dan kualitasnya. Paull (1999) mengemukakan bahwa menyimpan tomat pada temperatur rendah sekitar 20 oC akan memperlambat aktivitas metabolisme dan memberikan lebih banyak waktu untuk perlakuan pascapanen selanjutnya. 

Namun demikian, tomat dapat terkena dampak buruk apabila terpapar suhu yang sangat rendah. Cidera dingin (Chilling injury) dapat terjadi jika tomat disimpan pada suhu di bawah 10C. Akibat dari cidera dingin antara lain pelunakan, rasa menjadi hambar, dan mempercepat pembusukan (Cantwell, 2009).

Sumber: Pristy Christiana (2024)
Sumber: Pristy Christiana (2024)

Tomat memiliki kandungan air yang sangat tinggi dan rentan terhadap penyusutan setelah panen. Arah, et al. (2015) menyatakan bahwa kerutan pada tomat dapat terlihat apabila kelembaban di sekitarnya menurun karena meningkatnya evapotranspirasi. Sandhya (2010) berpendapat bahwa, nilai kelembaban relatif (RH) optimal untuk tomat hijau matang berada pada kisaran 85--90%(v/v) dan 90--95%(v/v) untuk tomat matang yang lebih kencang. 

Peningkatan kelembaban relatif dalam penyimpanan dapat mengurangi penurunan bobot dan mencegah tomat mengkerut. Namun, kondisi penyimpanan jenuh sempurna (RH = 100%) harus dihindari, karena dapat memicu pertumbuhan dan perkembangan jamur.

Pengaplikasian Calcium Clorida berpengaruh terhadap kualitas tomat setelah panen. Vicente, et al. (2014) menyatakan bahwa Calcium Clorida (CaCl2) berkontribusi dalam meningkatkan kekerasan dinding buah tomat, serta dapat memperpanjang umur simpan dengan memperlambat pelunakan jaringan dinding sel dan meminimalisir kerja enzim pendegradasi dinding sel.

 Faktor keempat adalah kombinasi gas yang terdapat dalam lingkungan penyimpanan tomat. Artes (2006) mengungkapkan bahwa komposisi gas optimal pada lingkungan penyimpanan yang dibutuhkan untuk menghambat penuaan tomat adalah 3-5 % (v/v) O2, 1-3% (v/v) CO2, dan 94-96% (v/v) Nitrogen. 

Faktor yang terakhir yang berpengaruh pada penanganan pascapanen tomat adalah cedera mekanis. Miller (2002) berpendapat bahwa  efek dari cedera mekanis pada buah bersifat kumulatif. Cedera mekanis dapat menyebabkan kerusakan struktur sel dan disertai dengan meningkatnya aktivitas metabolisme yang tidak diinginkan seperti produksi etilen, percepatan laju respirasi, dan pematangan. 

Oleh karena itu penting untuk memperhatikan penanganan komoditas tomat pada saat kegiatan panen dan pascapanen sehingga dapat meminimalisir cedera mekanis untuk menghindari kerugian.

Kesimpulan

Kualitas pascapanen dan umur simpan tomat bergantung pada praktik penanganan pascapanen. Praktik penanganan pascapanen seperti pemanenan, pendinginan awal, pembersihan dan disinfeksi, penyortiran dan grading, pengemasan, serta transportasi berperan penting dalam menjaga kualitas dan memperpanjang umur simpan tomat. 

Selain itu, penting untuk memahami dan mengelola faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas tomat setelah panen, yaitu: temperatur, kelembaban udara, aplikasi Calcium Clorida, kombinasi gas, dan penanganan fisik.

Penerapan praktik penanganan pascapanen tomat di atas turut mendukung implementasi pertanian berkelanjutan dan pertanian presisi. Pada pertanian berkelanjutan, praktik pascapanen tomat yang benar dapat mengurangi kerugian petani, selain itu saat sortasi jika diperoleh tomat yang busuk dapat dikumpulkan dan diolah menjadi pupuk organik. 

Sementara pada pertanian presisi, pengetahuan mengenai komposisi gas yang optimal pada lingkungan penyimpanan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan penggunaan teknologi pengemasan Modified Atmosphere Packaging (MAP) untuk mengontrol pematangan tomat,  mengurangi kehilangan air, cedera mekanis, dan meningkatkan higienitas sehingga mengurangi penyebaran penyakit. 

Kolaborasi penerapan pertanian berkelanjutan dan pertanian presisi akan bermuara pada tercapainya ketahanan pangan (Food security) di Indonesia. Ketahanan pangan menjadi penentu yang sangat penting apakah masyarakat dapat menjalani hidup yang sehat, tercukupi kuantitas dan kualitas gizi pangan.

Catatan penulis: Karya tulis popular ini telah diuji kemiripannya dengan "Turnitin Similarity Index" yaitu 4 %. Data Daftar Pustaka dan Data Turnitin tersedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun