Penulis: Kholfira Masoyogie dan Darwin H. Pangaribuan (Mahasiswa Pascasarjana dan Dosen Jurusan Agronomi Hortikultura)Â Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Tanaman budidaya terong (Solanum melongena L.), merupakan tanaman yang sengaja ditanam untuk diambil manfaat secara komersial serta dari segi manfaat tanaman tersebut bagi manusia.
Tanaman budidaya terong (Solanum melongena L.), merupakan tanaman yang sengaja ditanam untuk diambil manfaat secara komersial serta dari segi manfaat tanaman tersebut bagi manusia. Terong termasuk dalam kategori tanaman sayuran yang kaya akan nutrisi dan bermanfaat untuk menjaga kesehatan metabolisme tubuh. Namun, penggunaan bahan kimia anorganik dalam pertanian untuk meningkatkan produktivitas dapat memiliki dampak negatif, seperti degradasi lahan dan kontaminasi produk pertanian dengan residu kimia, yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia saat mengonsumsi sayuran hasil pertanian.
Terong berasal dari Asia Timur, terutama dari dataran India, dan mulai dikenal di Eropa sekitar abad ke-15 Masehi. Morfologi tanaman terong mencakup batang yang tingginya berkisar antara 40 hingga 150 cm. Daun terong berbentuk oval dan sering kali memiliki bulu-bulu (trikoma) di permukaannya, sedangkan bunga terong biasanya berwarna ungu atau putih. Bentuk buah terong bervariasi, mulai dari lonjong, bulat telur, hingga oval, tergantung pada varietasnya.
Buah terong memiliki tingkat laju transpirasi dan respirasi yang tinggi, sehingga memerlukan pengelolaan pasca panen yang baik untuk menjaga kualitasnya dan memperpanjang masa simpan. Pengelolaan pasca panen meliputi teknik pemanenan, pengumpulan, pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan. Apabila pengelolaan pasca panen dilakukan dengan baik, maka terong dapat didistribusikan kepada konsumen dengan kualitas gizi serta nutrisinya tetap terjaga yang mana akan memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia.
Panen dan pengelolaan pasca panen pada terong
Pasca panen terong merupakan rangkaian proses yang krusial dalam menjaga kualitas produk, memperpanjang umur simpan, dan memastikan produk siap dijual kepada konsumen. Terong, sebagai salah satu hasil budidaya tanaman, memerlukan penanganan pasca panen yang cermat untuk menghindari kerusakan dan penyusutan kualitasnya dari pemanenan hingga distribusi. Pemanenan terong biasanya dilakukan pada pagi hari setelah terong mencapai standar kematangan, ditandai dengan ukuran, kekerasan buah, dan warna yang sesuai. Studi oleh Flores et al. (2018) dalam jurnal "Postharvest Handling Systems and Losses of Eggplant in Major Producing Areas of the Philippines" menunjukkan bahwa bobot terong bisa menyusut hingga 4,78% - 8,05% dalam dua hari pasca pemanenan, terutama karena kerusakan fisik selama proses distribusi.Â
Pengelolaan pasca panen terong membutuhkan perhatian khusus terhadap teknik pengemasan dan penyimpanan yang digunakan. Pengemasan dengan plastik HDPE lebih disukai daripada plastik stretch film karena memungkinkan terong untuk melakukan proses laju respirasi dan transpirasi dalam kemasan, sehingga kesegaran produk tetap terjaga. Studi oleh Vallen et al. (2017) dalam jurnal "Kajian Pengemasan Terhadap Mutu Terong Ungu (Solanum melongena L) Selama Penyimpanan" menyoroti pentingnya pengemasan yang mempertimbangkan proses fisiologis tanaman untuk mencegah kerusakan dan memperpanjang masa simpan.
Teknik pengemasan yang tepat bukan hanya mempertimbangkan perlindungan fisik produk, tetapi juga tujuan menjaga kesegaran dan daya tarik konsumen. Pengemasan yang terlalu rapat tanpa sirkulasi udara dapat memperlambat proses laju respirasi dan transpirasi, yang berpotensi merusak terong. Dalam hal ini, penggunaan plastik HDPE memberikan solusi yang lebih baik karena tetap memungkinkan proses fisiologis tanaman tetap terjadi.
Selain teknik pengemasan, suhu penyimpanan juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kualitas terong. Mengutip pernyataan Concello (2007) dan Hadson (2006) dalam penelitian yang dilakukan Gajewski dan tim (2009) pada sebuah jurnal  "The Influence of Postharvest Storage on Quality Characteristics of Fruit of Eggplant Cultivars  menyatakan penyimpanan yang buruk akan menyebabkan kandungan glukosa pada daging buah terong menurun akibat laju respirasi selama penyimpanan serta buah terong akan memiliki rasa sedikit pahit karena pengaruh dari alkaloid dan asam folifenol. Penyimpanan pada suhu ruang akan membuat produk terong bertahan 2-3 hari, sedangkan penyimpanan dengan ruang pendingin pada suhu 5 C akan menyebabkan produk terong mengalami chilling injury dan hanya akan bertahan 6-8 hari. Studi yang sama oleh Vallen et al. (2017) menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu yang tepat, seperti suhu 8,85C, dengan teknik pengemasan yang sesuai dapat memperpanjang masa simpan terong hingga 38-44 hari, dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang yang hanya bertahan 2-3 hari.
Dengan penanganan pasca panen yang baik, terong dapat mempertahankan kualitasnya dan memberikan dampak positif terhadap kesehatan manusia melalui asupan nutrisi yang berkualitas. Ini menegaskan pentingnya memahami proses pasca panen dan menerapkan praktik terbaik dalam pengelolaannya untuk mendukung industri pertanian yang berkelanjutan dan memastikan pasokan produk yang berkualitas kepada konsumen.
Kandungan Nutrisi Terong  dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Manusia
 Terong, dengan kandungan flavonoidnya, menjadi salah satu sayuran yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Studi oleh Sharma dan Kaushik (2021) dalam jurnal "Biochemical Composition of Eggplant Fruits" menunjukkan bahwa terong varietas ungu kaya akan senyawa antosianin, yang berperan sebagai antioksidan untuk menjaga kesehatan kardiovaskular, menurunkan risiko kanker, dan merawat kesehatan kulit. Senyawa ini memberikan manfaat vital dalam menjaga stabilitas metabolisme tubuh.
Terong juga mengandung beragam nutrisi penting seperti vitamin dan mineral. Dalam studi yang sama, Sharma dan Kaushik melaporkan bahwa 100 gram terong segar mengandung vitamin A, B kompleks, C, K, dan E dalam jumlah yang signifikan. Selain itu, terong juga kaya akan asam folat, yang bermanfaat untuk pembentukan sel darah merah dan regenerasi sel mati, khususnya penting bagi ibu hamil dan menyusui.
Jimenez dan tim (2018) dalam jurnal "Physicochemical, Functional, and Nutraceutical Properties of Eggplant Flours Obtained by Different Drying Methods" menemukan bahwa terong memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, berkisar antara 12,55% - 12,77% per 100 gram. Kandungan protein ini tidak berbeda signifikan antara metode budidaya organik dan non-organik, tetapi bisa berbeda berdasarkan varietas terong.
Dalam konteks penyakit, terutama diabetes, terong ungu menunjukkan potensi dalam menurunkan kadar gula darah. Studi oleh Fajriana (2020) dalam jurnal "Potensi Antidiabetik Tepung Terung Ungu (Solanum melongena L) pada Tikus Hiperglikemia" menunjukkan bahwa terong telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit, termasuk diabetes, yang dikaitkan dengan kandungan fenolik dan alkaloidnya.
Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Tan & Ong (2014) dalam jurnal "Influence of Dietary Polyphenols on Carbohydrate Metabolism" menjelaskan bahwa fenol dan flavonoid dalam terong bekerja dengan menghambat aktivitas enzim -amilase dan -glukosidase, yang berperan dalam metabolisme karbohidrat. Ini membantu mengontrol penyerapan glukosa ke dalam darah, sehingga bermanfaat dalam menangani kondisi seperti diabetes.
Kesimpulan
Dari uraian yang disampaikan mengenai panen dan pengelolaan pasca panen pada terong, dapat disimpulkan bahwa teknik-teknik penanganan pasca panen sangat penting untuk mempertahankan kualitas produk serta nilai nutrisinya. Teknik-teknik ini mencakup proses pemanenan yang tepat, pengemasan yang sesuai, dan penyimpanan yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan yang baik, seperti penggunaan suhu yang tepat dan teknik pengemasan yang benar, dapat memperpanjang umur simpan terong dan menjaga kualitas serta nilai nutrisinya. Selain itu, pemanenan yang hati-hati dan pengelolaan pasca panen yang efektif dapat membantu mengurangi kerugian akibat penyusutan bobot dan kerusakan produk, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.
Penerapan teknologi-teknologi tidak hanya relevan untuk mempertahankan kualitas dan nilai nutrisi produk terong, tetapi juga memiliki implikasi yang lebih luas dalam konteks pertanian berkelanjutan, presisi farming, dan ketahanan pangan. Dengan mengoptimalkan proses pasca panen, pertanian dapat menjadi lebih efisien dan berkelanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Selain itu, dengan menjaga kualitas dan nilai nutrisi produk, teknologi pasca panen juga berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan dengan menyediakan pasokan pangan yang berkualitas dan bergizi bagi masyarakat. Oleh karena itu, investasi dalam pengembangan dan penerapan teknologi pasca panen yang inovatif dan efektif sangatlah penting untuk mencapai tujuan pertanian yang berkelanjutan dan memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan berkualitas bagi masyarakat.
Catatan penulis: Karya tulis popular ini telah diuji kemiripannya dengan "Turnitin Similarity Index" yaitu 19 %. Data Daftar Pustaka dan Data Turnitin tersedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H