Sedangkan Ibuku, Supiati adalah wanita kartini dalam rumahnya. Seorang wanita yang juga tak kalah menginspirasinya diantara beribu wanita lainnya, hehe. Beliau tak henti-hentinya bercerewet ria tentang bagaimana seorang wanita yang baik bagi keluarganya. Berbagai hal telah diajarkan kepadaku, baik mencuci baju, memasak, membersihkan rumah, dll yang berhubungan dengan rumah tangga. Beliau selalu mengingatkan bahwa nantinya aku ini Ibu Rumah Tangga, jadi mulai dini harus tau bagaimana "soro" (b.jawa : susah) nya menjadi Ibu Rumah Tangga. Disisi lain dari cerewet beliau, selalu ia selipkan bagaimana dalam memaknai dan mensyukuri kehidupan. Karena masih ada yang lebih sulit kehidupannya daripada kehidupan kita ini, bersyukurlah dengan kemudahan hidup ini.
Dan adikku, Annisa' seorang gadis SMP kelas satu ini juga cukup istimewa disamping badannya yang gemuk dan sifat kerasnya. Ternyata adikku ini adalah anak yang cukup rajin dalam belajar dan menjadi salah satu murid kesayangan Guru nya. Hingga ia sering mewakili sekolah dalam beberapa kompetisi, seperti halnya kemarin ia usai mengikuti lomba KIR (Karya Ilmiah Remaja) di salah satu sekolah menengah kejuruan negeri di Surabaya. Walaupun tak menang, tapi ia tetap semangat dan mengevaluasi apa yang menjadi kekurangannya. Sebagai bentuk banggaku padanya, aku pun membelikannya jam tangan digital yang sporty karena jam tangannya telah lama rusak. Begitu senang melihatnya, dan kubisikkan nasihat padanya :
Dek, dengan jam tangan ini jangan pernah lupa untuk tingkatkan prestasimu disekolah, jangan pernah lupa dengan ibadah, jangan pernah lupa tuk banggakan Ayah dan Ibu, jangan pernah lupa ada Kakakmu yang selalu mendampingimu serta jangan pernah lupa tuk selalu ikhlas dalam berbagi pada orang lain.
"SIAP, KAK!!!" jawabnya
Sampai disini dulu ceritaku padamu, notes. Tulisan ini sebagai bentuk kesyukuranku pada Tuhan Yang Maha Terkasih pada setiap umatnya. Aku sangat bersyukur dengan apa yang ada pada diriku hingga detik ini ku bernafas. Terima kasih TUHAN.. ^_^ "
Terdengarlah kumandang adzan Maghrib, tepat ketika tarian jemari wanita itu terhenti. Dan senyum anggunnya masih tetap tersungging dengan sapaan cahaya bulan. Seketika ia menyimpan tulisannya dalam folder pribadinya tuk dijadikan catatan sejarah dikemudian hari. Akhirnya beranjaklah ia pada Rumah Tuhannya, tuk beribadah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H