(1990)
Setelah kematian Musyafak, toko kain Musdalifah bangkrut. Satu persatu karyawannya pergi, karena sudah berbulan-bulan mereka tidak dibayar. Musdalifah kebingungan apa yang harus dilakukan. Ada satu pesan Musyafak sebelum menghembuskan nafasnya  " Jangan kau jual toko kain milik orang tuaku...." , dan pesan itu selalu menghantuinya.
Bukan Musdalifah namanya kalau dia tidak punya akal licik. Musdalifah datang kerelasi Musyafak, seorang laki-laki keturunan India, tanpa basa-basi lagi dia menawarkan tokonya untuk disewakan. Gayung bersambut, toko Musyafak letaknya memang sangat strategis dan orang india itupun mau menyewa dengan penawaran yang tinggi pada waktu itu. " Aku tidak bersalah, aku menyewakan bukan menjual toko itu...".
Musdalifah menyewakan tokonya selama 10 tahun. Setelah mendapatkan uang yang sangat banyak, Musdalifah mengajak anaknya Lestari belanja bermacam-macam perhiasan untuk dirinya.
" Kalau kamu ingin punya banyak perhiasan, cari suami yang kaya yang bisa mencukupi hidupmu..." ucap Musdalifah saat Lestari minta dibelikan kalung baru.
Mereka juga memborong baju-baju baru, Musdalifah meminta Lestari untuk menyimpan sisa uang kontrakan ke Bank.
" Uang ini untuk hidup kita sepuluh tahun kedepan, kecuali kamu nikah dapat orang kaya dan bisa mencukupi kita... ", kata Musdalifah pada Lestari.
" Makanya jadi perempuan jangan goblok kamu itu, bisanya ngabisin uang saja. Giliran milih laki-laki golongan kere kaya Arief itu...". lanjut Musdalifah.
Kadang Lestari sangat membenci ibu angkatnya itu, dia merasa ibunya tidak benar-benar tulus menyayanginya. Sejak Musyafak meninggal Lestari memang acap kali murung, karena hanya Ayahnyalah yang bisa memahami perasaannya.
Rasa cintanya pada Arief sangat tulus, sejak kecil dia sangat kagum pada Arief. Saat disekolah teman-teman mengolok-oloknya sebagai anak pungut, Arief membelanya dan juga selalu menghiburnya saat dia menangis. Ya, Lestari memang sering menangis karena Musdalifah selalu menuntut berlebihan padanya. Musdalifah tidak mau tau, Lestari harus lebih unggul dari Amira di sekolah, saat nilai Lestari jelek dia akan dipukul oleh ibunya.
Karena itu berbagai cara dia lakukan dari mencontek, membayar teman untuk mengerjakan tugas-tugasnya sampai berbuat jahat untuk mencapai hasil yang ibunya inginkan. Arieflah yang selalu datang padanya, tempatnya mengadu dan menghiburnya agar tidak bersedih.
Sejak mendapat gaji pertama, Arief sudah bertekat untuk menabung agar bisa membiayai ibunya berangkat haji. Dan tahun ini tabungan haji Arief akan menghantarkan ibunya ke Tanah Suci. Arief bahkan menunda-nunda pernikahannya agar cita-citanya tercapai lebih dahulu.
Kabar tentang keberangkatan Malikha ke Tanah Suci disambut dengan kemarahan oleh Musdalifah. Dia tidak akan pernah terima Malikha akan menyandang gelar " Mak Wan Haji " sedang dirinya tidak. Â Setiap hari Musdalifah marah-marah tanpa sebab, Lestarilah yang menjadi sasaran kemarahannya.
" Dasar kamu anak pungut yang tidak berguna ....", kata-kata pedas Musdalifah yang sangat menyakitkan hatinya.
" Harusnya kamu bisa biayai ibumu ini naik haji, gembel kaya Arief saja bisa ...." lanjut Musdalifah.
Musdalifah kembali memutar otak, bagaimana caranya agar dia juga berangkat haji bareng Malikha. Jika dia mengambil uang tabungan untuk naik haji, 10 tahun kedepan dia akan makan apa ? , Lestari tidak bisa diandalkan.
Saat hati Musdalifah Galau datanglah Kyai Sodron bertandang kerumahnya.  Kyai Sodron adalah makelar Haji, orang-orang menyebutnya begitu karena dia punya yayasan keberangkatan Haji dan dia mencari banyak jemaat yang bakal berangkat haji lewat yayasannya.  Apabila berangkat Haji lewat yayasannya  biayanya lebih mahal  1-2 juta, tetapi semua surat-surat dan admistrasi akan diurus oleh yayasan.
Dasar Kyai Sodron, dia membujuk  Musdalifah agar secepatnya berangkat Haji.
" Umur Nyai sekarang hampir 60 tahun. Harus cepat-cepat naik Haji, karena disana medannya sangat berat kalau kondisi tua akan payah disananya....".
" Tetapi, aku tidak punya uang . Ada uang simpanan tetapi itu untuk ......".
Musdalifah bercerita panjang lebar tentang uang simpanannya di Bank. Dia juga bercerita tentang anak pungutnya yang tidak bisa apa-apa, hanya ngrepotin saja.
" Bagaimana  kalau Nyai jual rumah ini saja, Saya nanti yang beli. Uangnya untuk naik haji dan Nyai masih bisa mempati rumah ini sepulang Haji nanti  ".
" Nyai tidak punya keturunan, relakan saja rumah ini untuk naik Haji. Yang penting  Nyai sudah menyandang gelar Hajjah nanti... "
Setali tiga uang, Kyai sodron dan Musdalifah. Sama-sama seseorang yang berambisi dengan egonya sendiri-sendiri. Dalam pembicaraan itu mereka juga menyinggung Lestari sebagai anak yang tidak membawa keberuntungan dan tanpa mereka sadari Lestari mendengarkan semua pembicaraan itu.
( Â Bersambung..... )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H