Pak Lurah Jatisari membolak balik buku laporan didepannya, sesekali dia menghela nafas. Buku itu sangat tebal berisi laporan selama hampir satu tahun ini, ada beberapa catatan yang membuatnya sangat prihatin. " Ada masalah apa to Pak, sepertinya ada yang kurang beres ," tanya Istri Pak Lurah. BuLurah benar-benar penasaran, setelah meletakkan secangkir kopi manis, beliau duduk disebelah suaminya. " Ini lho Bu, Pak Kolis kemarin ke Kalurahan, anaknya Zeela jadi korban pelecehan seksual ". " Oalaaa Zee bocah kelas satu SD itu ? siapa pelakunya Pak ? " " Herry, pemuda  pengangguran sebelah rumahnya ". Pak Lurah kembali mengamati buku laporan didepannya, tahun ini terjadi 2 kali perkosaan, 12 kali pelecehan seksual anak dibawah umur dan 8 kali pengrebekan rumah gara-gara masukin laki-laki. " Desa ini semakin lama semakin ruwet Bune , sejak "lokalisasi" seberang sungai ditutup setahun lalu banyak kejahatan seksual " "  Bukannya tambah bersih Desa kita karena "lokalisasi" itu ditutup to Pak , kan tidak ada tempat maksiat lagi ? '" " Lha harusnya begitu, tapi kenyataannya kok malah terbalik, sejak "lokalisasi" ditutup , 2 kali perkosaan, ibu-ibu pada resah sekarang ". Ganti sekarang Bu Lurah yang menghela napas panjang, dulu laki-laki yang punya napsu bejat pada lari ke lokalisasi kalau napsunya memuncak, nah sekarang ...karena lokalisasi ditutup mereka liar mengumbar napsunya ke sembarang orang, bahkan bocah-bocah perempuan tidak bersalah jadi korban. " Pak, menurutku lokalisasi itu perlu lho, biar orang yang bejat punya tempat mengumbar napsu, kan dosanya sudah ditanggung sendiri-sendiri ". " Iyo yo Bune, wah serba salah aku " guman Pak Lurah sambil menghabiskan kopinya. Setahun lalu  beberapa Ulama meminta lokalisasi itu ditutup karena merusak moral Agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H