Mohon tunggu...
Bunga Satari
Bunga Satari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Mahasiswa Aktif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nilai-nilai Moral Dalam Etnis Baduy

5 Januari 2023   20:41 Diperbarui: 5 Januari 2023   20:56 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suku yang belum terpengaruh dengan adanya budaya modern dan masih mematuhi aturan sukunya yang tidak mau menerima kebudayaan baru tersebut yaitu dari suku Baduy. Suku Baduy merupakan sekelompok masyarakat yang memang tinggal di pedalaman Banten yang mana mereka biasanya menyebut dirinya itu sebagai urang Kenakes.

Suku yang berada di Desa Kenakes, Leuwidar, Lebak, Banten ini adalah suku yang memang sengaja mengasingkan dirinya dari kehidupan luar (menghindari modernisasi), karena dengan caranya seperti itu memang untuk menghormati leluhurnya untuk memelihara keseimbangan dan keharmonisan alam semesta. Selain itu, masyarakat yang begitu unik ini juga selalu mengikuti apa program yang dijalankan oleh pemerintah dan itu berjalan dengan sangat harmonis.

Baduy  merupakan  salah   satu  desa  yang terdapat di  Indonesia  serta  mempunyai keunikan  dalam  kehidupan. Baduy  sendiri merupakan desa  tradisional  atau  pra  desa yang dimana  tipe  desa  di  masyarakatnya adalah  suku terasing   yang   keseluruhan   kehidupan   masyarakatnya   masih   sangat   bergantung   pada   alam disekitarnya.  Di masyarakat Baduy sendiri interaksi cenderung tertutup atau kurang berkomunikasi dengan wilayah lain. Kata 'baduy' merupakan sebutan dari peneliti Belanda, mengacu pada kesamaan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang gemar berpindah-pindah.

Masyarakat Suku Baduy merupakan salah satu masyarakat yang unik. Keunikannya dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dengan jelas mulai dari rumah tempat tinggal mereka yang seragam arah dan bentuknya, yaitu nyulah nyanda menghadap arah Utara-Selatan; bentuk warna pakaian yang khas, yaitu terdiri hanya dua warna, putih dan hitam; keseragaman dalam bercocok tanam, yaitu hanya berladang (ngahuma); dan yang tak kalah pentingnya tentang kepatuhan dan ketaatan mereka pada suatu keyakinan, yaitu menganut pada agama Sunda Wiwitan, dan keyakinan itu tidak untuk disebarluaskan kepada masyarakat luar komunitas adat Baduy.

Kepatuhan masyarakat Suku Baduy dalam melaksanakan amanat leluhurnya sangat kental dan masih dianut, tetapi tidak ada sifat pemaksaan kehendak. Ini terbukti dengan filosofi hidup yang begitu arif dan berwawasan ke depan serta sikap waspada yang luar biasa dari para leluhur mereka. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya dua komunitas generasi penerus kesukuan mereka sekaligus dengan aturan hukum adatnya masing-masing yang sarat dengan ciri khas perbedaan, namun mampu mengikat menjadi satu kesatuan Baduy yang utuh.

Ada   dua   sistem   pemerintahan yang digunakan oleh  masyarakat Baduy, yaitu struktur pemerintahan nasional yang mengikuti aturan negara Indonesia dan struktur  pemerintahan adat  yang mengikuti adat  istiadat  yang  dipercayai  oleh masyarakat. Kedua sistem pemerintahan tersebut digabungkan dan dibagi perannya sedemikian  rupa  sehingga  tidak  ada benturan  dalam  menjalankan tugasnya. Pemimpin tertinggi struktur pemerintahan adat dipegang oleh tiga puun (raja), yaitu puun Cibeo, puun Cikartawana, dan puun Cikeusik. Ketiga puun ini sering disebut dengan istilah tritunggal, artinya tiga orang satu keputusan.

Suku Baduy dibagi menjadi dua yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam. Baduy Luar merupakan orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam. Baduy Dalam adalah bagian dari keseluruhan Suku Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh pada adat istiadat nenek moyang. Mereka merupakan salah satu suku yang masih menerapkan isolasi dari dunia luar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian literasi ini penulis mengemukakan ada beberapa nilai moral yang ada di dalam suku baduy yang bisa diterapakan masyarakat lain di dalam kehidupan sehari-hari

1. Ngaji diri atau intropeksi diri

Masyarakat baduy menganjurkan untuk melakukan hidup benar, hidup benar disini yaitu seperti tidak rakus, tidak sombong, tidak iri dengan sesama dan tidak jahil atau  berbuat jahat. Selain itu juga masyarakat baduy menganjurkan untuk bisa ngaji diri atau introspeksi diri terhadap apa yang telah kita perbuat kepada sesama, apakah itu keburukan ataukah kebaikan. Menariknya lagi akan terasa percuma jika kita mengaji kitab setiap hari namun tidak bisa mengaji diri atas kesalahan atau keburukan yang telah kita perbuat. Hal ini mengingatkan pada perilaku masyarakat di kota di mana mereka mengaji kitab agamanya setiap hari namun masih saja berbuat jahat, menyalahkan orang lain, timbul iri atau dengki, sombong, rakus bahkan membunuh, suka mengolok-olokan sesama atau umat agama lain sehingga memunculkan konflik atau perpecahan. Padahal isi dalam kitab atau agama yang dipercayai tidak mengajarkan hal demikian. Semua agama menganjurkan umatnya untuk tidak hanya berbuat baik atau saleh kepada Tuhan, melainkan juga harus berbuat baik kepada sesama ciptaanNya baik sesama manusia, binatang, tumbuhan maupun alam, dan tentunya seisi dunia ini. Jadi alangkah baiknya jika kita tidak hanya membaca kitab suci agama setiap hari saja, melainkan juga bisa mengimplementasikan ajaran-ajaran yang terkandung dalam kehidupan sehari-hari.

2. Gotong royong

Aktivitas gotong royong dalam masyarakat baduy terdiri dari nyambungan, liliuran, dugdug rempug dan tunggu lembur.

  • Nyambungan

Nyambungan memiliki makna "mere naon-naon kanu ngayakeun sidekah atawa pesta" dalam bahasa indonesa artinya "memberi segala sesuatu kepada penyelenggara hajatan atau pesta". Masyarakat  baduy mengartikan nyambungan sebagai aktivitas gotonng royong memberi sesuatu kepada masyarakat lain yang sedang penyelenggarakan pesta atau hajatan. Tradisi nyambungan dalam hajatan didasari oleh keinginan untuk membantu sesama orang baduy yang akan menyelenggarakan hajatan.

Di balik bantuan itu, ada harapan agar dia mendapat perlakuan yang sama pada saat nanti menggelar hajatan. Mereka yang dibantu pun mengerti akan adanya keharusan untuk mengembalikan sumbangan itu pada saatnya nanti. Dengan demikian, keuntungan tetap akan dirasakan oleh kedua belah pihak, namun dalam waktu yang berbeda. Intinya, aturan main dalam tradisi nyambungan didasarkan pada azas timbal balik antara pemberi dan penerima sumbangan. Adapun tujuan nyambungan adalah untuk meringankan beban penyelenggara hajatan dalam memenuhi berbagai kebutuhan untuk hajatan.

  • Liliuran

Liliuran memiliki makna "tutukeuran pagawean lantaran anu saurang aya halangan pikeun ngalampahkeun pagaweanana" yang artinya " saling bertukar pekerjaan karena seseorang berhalangan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut". Liliuran yakni suatu mekanisme tradisional yang biasa dilakukan untuk mengatasi kekurangan tenaga pekerjaan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang dianggap berat. Dalam hal ini, warga yang membutuhkan tenaga kerja tidak perlu memberi upah kepada mereka yang membantunya . Tenaga mereka akan dibayar dengan tenaga juga pada saat mereka membutuhkannya, dalam kondisi yang sama seperti itu. Liliuran menjadi salah satu cara yang banyak dipilih orang baduy untuk menyelesaikan satu kegiatan yang dianggap berat. Cara ini dipandang menguntungkan, karena mereka tidak dibebani kewajiban untuk memberi upah. Sebaliknya, justru mereka dapat saling membantu menyumbangkan tenaga untuk menyelesaikan kegiatan yang sama secara bergiliran. Dengan demikian, pekerjaan yang tadinya terasa berat menjadi lebih ringan dan lebih cepat selesai karena dikerjakan oleh banyak orang. Memang itulah tujuan yang paling mendasar dari apa yang disebut liliuran dalam kehidupan orang baduy.

  • Dugdug rempug

Dugdug rempug adalah kegiatan gotong-royong yang dilandasi keinginan spontanitas untuk membantu dan menolong pihak-pihak yang membutuhkan bantuan dan pertolongan mereka. Bantuan yang diberikan bisa dalam bentuk tenaga atau materi. Hal itu bergantung pada bidang pekerjaan yang akan diselesaikan dengan cara gotong royong, apakah lebih memerlukan bantuan tenaga ataukah materi, atau mungkin kedua-duanya. Umumnya, bantuan tenagalah yang lebih banyak diperlukan dalam kegiatan dugdug rempug.

Seorang pemimpin adat, dalam hal ini jaro, menjadi pemimpin dan penanggung jawab pada sebagian besar kegiatan dugdug rempug yang ada di wilayah baduy. Sebagai pemimpin, dia yang menentukan jadwal untuk melaksanakan dugdug rempug, tentu atas seizin puun. Dia pun menghimbau warganya agar ikut berpartisipasi dalam kegiatan dugdug rempug. Dia juga memberi teladan bagi warganya dengan cara terjun langsung dalam kegiatan tersebut. Kegiatan dugdug rempug yang biasanya dipimpin oleh jaro, antara lain membuat atau memperbaiki "cukangan" atau jembatan bambu dan "rawayan" yaitu  memindahkan lesung berukuran besar, "babad jalan" yakni membuka dan memelihara jalan-jalan yang akan dan biasa dilalui oleh masyarakat baduy, membangun dan memperbaiki rumah puun, rumah jaro, tampian dan bale, khusus untuk rumah pribadi, hanya pada bagian tertentu saja yang dilakukan secara dugdug rempug, misalnya pada saat mendirikan bangunan. Aktivitas dugdug rempug diartikan sebagai kerja bakti, kerja bakti bertujuan untuk kepentingan bersama atau melakukan kepatuhan kepada pemimpinn adat.

  • Tunggu lembur

Tunggu lembur menunjuk pada aktivitas sekelompok orang yang secara bersama-sama melakukan kegiatan menjaga "lembur" atau kampung dari berbagai kemungkinan yang akan membahayakan keamanan kampung tersebut. Tunggu lembur identik dengan kegiatan siskamling atau ronda. Aktivitas tersebut sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab dan pengawasan sesepuh kampung. Dia memiliki kewenangan untuk menjaga dan mengendalikan kelangsungan jalannya aktivitas tunggu lembur. Kegiatan tunggu lembur wajib dilakukan dalam waktu 24 jam, kegiatan ini diatur secara bergillir dan seadil mungkin untuk setiap keluarga orang yang bertugas tersebut biasanya terdiri dari 15 oranng perwakilan keluarga biasanya diwakili oleh kepala keluarga atau anak laki-laki yang sudah cukup umur. Tugas mereka adalah berkeliling kampung secara periodik untuk mengontrol rumah-rumah warga, terutama tungku perapiannya; memperhatikan warga yang tinggal di dalam rumah di kampung, misalnya memberi makan jompo dan mengontrol orang yang sedang sakit dan mengawasi kalau-kalau ada orang asing yang masuk ke wilayah mereka.

3. Manusia lintas waktu

Masyarakat baduy merupakan suku yang terasing dan mengasingkan diri di wilayahnya yang artinya masyarakat baduy ini tidak mengikuti arus globalisasi. Tujuan dari adat suku baduy yang mengasingkan diri ini adalah agar masyarakat baduy tidak mengikuti budaya asing atau pergaulan yang bebas akibat adanya arus globalisasi ini, tidak hanya itu dengan adanya mengasingkan diri ini masyarakat baduy akan menjalankan adat istidat dari nenek moyangnya dengan teguh. Dengan demikian nilai moral yang dapat diambil dari sikap masyarakat baduy yang mengasingkan diri ini yaitu manusia hendaknya tidak ikut arus global, masyarakat Indonesia a harus memegang teguh karakter sosial yang seperti ini guna mengembangkan pilar-pilar nilai budaya nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun