politik, dinamika marah-marah, banting kursi, saling adu otot sering dilakukan demi memperoleh kekuasaan. Yang pasti demokrasi lebih unggul dibanding sistem pemerintahan lainnya.
PERALIHAN kekuasaan tanpa pertumpahan darah, itulah model sistem demokrasi. Meski terkadang dalam skala organisasi dan partaiBegitulah, transfer kekuasaan yang demokratis itu mengacu dan patuh pada konstitusional bernegara. Apa jadinya kalau semua jalan kebaikan itu dimanipulasi. Demokrasi sekedar menjadi dekorasi. Menjadi alat kontrol kaum kuat terhadap kaum lemah. Maka yang terjadi bisa menyebabkan pertentangan kelas, seperti yang disebutkan Karl Marx.
Kita tentu tidak menginginkan demokrasi keluar dari jalurnya. Demokrasi itu menghormati dan menaruh posisi rakyat begitu istimewa. Rakyatlah pemegang kedaulatan tertinggi. Itu sebabnya, praktek transaksional politik dalam demokrasi kita di Indonesia adalah sesuatu yang diharamkan dalam konstitusi. Janganlah menggoda kegelapan yang kemudian datang menyelimuti demokrasi kita.
Untuk Indonesia yang kita cintai, rasanya perlu tiap tahun dengan sabar rakyat melakukan koreksi sistem. Karena kelihatannya pemerintah sudah keasyikan hidup mewah, berkelimpahan harta dan fasilitas. Alhasil, ketimpangan di tengah-tenggah rakyat selalu diabaikannya. Fakta kesenjangan antara si kaya dan miskin masih mengangah.
Kritik konstruktif dihidupkan disertai praktek-praktek yang benar. Jangan lagi membegali aturan. Rakyat harus punya kesadaran menjalankan aturan sepatuh-patuhnya. Kita berharap pemerintah di depan memberi contoh dalam soal ini. Dengan begitu, kemanusiaan, keadilan dan kesejahteraan akan terwujud.
Tak ada lagi perilaku bernegara seperti yang diperagakan dalam pasar gelap. Dan praktek bantai-membantai kepentingan akan ditinggal dengan sendirinya. Elit pemerintah, pimpinan partai politik, dan mereka yang punya kuasa terhadap kekuasaan publik harus memiliki komitmen memajukan Indonesia. Hilangkat sekat, perasaan sentimen diskriminatif. Sebab itulah embrio rusaknya Indonesia.
Hati-hati jangan sampai kegelapan demokrasi menghantui kita. Kelabunya mulai mendekat, kalau tidak dinetralisir dan diatur ulang. Maka kegelapan demokrasi akan datang. Rakyat kita boleh jadi akan barbar. Tidak lagi mematuhi hukum-hukum positif, karena kepercayaan mereka terhadap pemerintah telah pudar.
Kalau terjadi gaduh demokrasi, kecemasan rakyat akan meningkat. Lalu mereka akan menyebrak dari hidup taat terhadap aturan, menjadi liberal. Tidak mau tau, apatis terhadap program pemerintah. Kemarahan akan membuat rakyat lupa jalan pulang. Mereka akan menjadi alergi juga tidak suka terhadap semua kebijakan Negara. Disinilah kegelapan demokrasi menuai konsekuensi.
Alternatif lain yang perlu diupayakan rakyat ialah dengan melahirkan kecemerlangan intelektual. Para akademisi, dosen dan mahasiswa diberi ruang mengembangkan pengetahuan. Proses kompetisi pemilihan Rektor mesti dikembalikan ke kampus pure. Dinamika kemahasiswaan tidak dibatasi, apalagi aktivis mahasiswanya ditekan.Â
Anggaran 20% untuk sektor pendidikan harus ditambah. Benar-benar dialokasikan untuk melahirkan kualitas pendidikan. Bukan dana itu untuk dikorupsi lagi. Kampus menjadi laboratorium mencerahkan, sekaligus benteng untuk menangkis seragan globalisasi yang maha dahsyat.
Edisi Khusus Demokrasi