Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Parpol Menjelma Menjadi Mesin Kekuasaan

16 Februari 2021   13:13 Diperbarui: 16 Februari 2021   21:32 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komitmen politik, ilustrasi (Foto Alinea.id)

INSTITUSI partai politik (parpol) yang sangat diandalkan. Kini pengaruhnya untuk membela rakyat tereduksi. Sejatinya, dari 45% mengalami progress ke 65%. Atau seterusnya lebih maju. Kenapa di Indonesia parpol seperti mengalami kemunduran?. Jawabannya, karena mentalitas elit parpol.

Mereka enggan menciptakan ruang-ruang dialog yang demokratis. Padahal betapa tumpah-ruahnya potensi kader. Para politisi yang tumbuh, terdidik dari organisasi kampus. Akademisi, pemikir-pemikir hebat ada disana. Parpol harusnya menjadi tempat yang nyaman bagi akal sehat. Bukan sebaliknya.

Parpol membuka dirinya menjadi ruang publik. Secara sekilas kita membaca itu, ada dan bercokol. Tapi, lebih kedalam ruang dialog seperti disumbat. Semua serba sentralistik dan menggunakan pendekatan hierarkis struktural. Tidak ada lagi debat-debat mencerahkan, ketika elit parpol sudah memberi perintah.

Sekalipun perintah itu melumpuhkan nasib rakyat. Tidak berpihak pada rakyat kecil, tugas mereka para kader-kader hebat parpol hanyalah menjalankannya. Kalau mau berbuat lebih dan berinovasi, tetap tidak bisa melewati frame. Sedikit nakal, bermain tafsir bisa saja dilakukan. Namun, semua terkanalisasi.

Bagai burung dalam sangkar. Para kader-kader parpol yang unggul hanya bisa teriak. Tidak mampu berbuat lebih. Apalagi menerobos kekuatan elit parpol. Move politik yang dibuat hanya sesaat saja. Setelahnya mereka berkompromi. Jika bersekukuh dengan sikap melawan membela hal-hal baik, pasti ditendang.

Para elit parpol paling punya kuasa disini. Meski sedih kita harus membicarakan ini secara jujur. Karena ini pelajaran, juga realitas yang akan dikenang nanti generasi-generasi mendatang. Bahwa parpol di Indonesia saat ini seperti penjara. Bagi mereka yang berfikir waras, belum mampu berbuat banyak.

Hanya orang-orang 'gila' yang mampu melampawi tradisi. Ya, tentu tradisi buruk yang diciptakan elit parpol. Di depannya saja, elit parpol itu bicara soal kebebasan demokrasi dan kebebasan menyampaikan pendapat. Eksekusi kebijakannya malah lain. Jauh panggang dari api. Ketika ada kader yang melawan akan diisolasi.

Mereka menjadi seperti tamu di rumahnya sendiri. Tak pusing, sudah berapa lama ia berkarir dan mengabdi di parpol tersebut. Lihat saja arogansi melalui pernyataan sejumlah parpol, yang mana mereka menyebut 'sebagai parpol besar' kita punya banyak kader. Yang dibanggakan adalah sistem.

Seolah kemampuan para kader parpol itu diabaikan. Menurutku, ini kekeliruan besar. Harusnya para elit parpol lebih menghormati dedikasi dan kontribusi para kader-kader yang memiliki gagasan besar. Karena merekalah, parpol menjadi kebanggan buat pimpinannya. Atas andil kader, parpol menjadi besar.

Jangan lagi cara pandang curang diwariskan. Parpol akan disita waktunya hanya urusan konflik internal. Kalau begitu model pemikirannya, parpol berputar pada konflik. Publik juga sudah bosan menyaksikan itu. Kesombongan elit parpol harus dikritik. Parpol yang melahirkan banyak kader dengan ragam potensi mesti dirawat. Bukan dibenturkan.

Apalagi menggunakan logika 'mati satu tumbuh seribu'. Ketika satu dua kader parpol dipecat, diberikan sanksi berat, elit parpol merasa enteng saja. Mereka berfikir, masih ada kader-keder militan mereka yang lain. Pemikrian dikotomis dibangun menjadi sekat. Mestinya, antara institusi parpol dan peran kader dipadukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun