Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jokowi Presiden Gila

9 Februari 2021   15:34 Diperbarui: 9 Februari 2021   18:01 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau ada tokoh agama yang didekati pemerintah, hanya pada Ormas-Ormas yang besar saja. Yang dinilainya punya bargaining politik. Selebihnya jangan berharap. Saya bermimpi semoga Jokowi menjadi Presiden gila yang terus-menerus membangun kebersamaan dan persatuan rakyat.

Presiden yang dicintai semua umat Islam Indonesia. Dan juga umat agama lainnya. Presiden yang diandalkan dan dibangga-banggakan rakyat. Sampai detik ini, belum ada realitas yang menjelaskan itu. Jokowi tidak mampu hadir menjembatani itu. Menghubungkan, mengeratkan persatuan nasional.

Tanpa harus mengkriminalisasi Ulama. Tentu ada umat atau rakyat Indonesia yang terluka. Jika pemerintah melihat gerakan-gerakan keagamaan sebagai ancaman bernegara. Melihat para Ulama dan Ustad yang memberi kritik, ditunding menebar fitnah. Sungguh ini paradigma mundur.

Jokowi jangan sampai terjebak disitu. Rakyat itu harus dirangkul. Semuanya dirangkul, tanpa dipukul. Tidak boleh ditutup-tutupi perasaan publik Indonesia ada yang merasa tidak diperlakukan adil. Kasus yang melibatkan para Ulama, tanpa melalui penetapan pengadilan. Ulama telah dikurung badan (dipenjara).

Sementara Abu Janda cs, masih bebas saja melakukan diskriminasi. Sudah pastilah publik menarik benang merahnya, kenapa Abu Janda seperti kebal hukum. Karena dia, tim sukses Jokowi. Masih ingat kan kita soal tuding-tudingan 'cebong vs kampret'. Indonesia terbelah, parahnya lagi Presiden tidak tegas untuk sebuah rekonsiliasi.

 Pekerjaan rumah pemerintah hari ini, masih relatif plural dan complicated. Belum lagi gelombang pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Sebagian rakyat beranggapan Presiden kita tidak serius membangun Indonesia. Penanganan memutus mata rantai Covid-19 juga belum jelas arahnya.

Rubah konsep, rubah istilah, rubah metodologi penanganan Covid-19. Tapi, kondisi kesehatan, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat belum mengalami kemajuan berarti. Malah menyedihkan, rakyat kesulitan mencukupkan kebutuhan ekonominya. Larangan atas nama pembatasan sosial intens dilakukan.

Hal itu memukul pendapatan rakyat. Pemerintah jangan cepat klimaks. Perlu konsistensi ketika apa yang dianggap keberhasilan, harusnya ditingkatkan. Bukan sibuk memberitakan keberhasilan. Dan kekurangan dibenamkan. Semestinya, antara keberhasilan dan kegagalan dibuka pemerintah. Tujuannya kita benahi bersama.

Sehingga public tidak terpotong-potong membaca raport pemerintah. Maksudnya, laporan keberhasilan dan kegagalan itu dibuka seluas-luasnya ke rakyat. Sampai ke pelosok Desa terpencil. Jangan lebih besar biaya ekspos keberhasilan. Sedangkan ketidakberhasilan didiamkan atau ditutupi. Bahkan ada kesan publikasi berlebihan, terkait suksesnya kerja Jokowi.

Saya ikhlas lahir bathin bila Jokowi disebut gila. Maksudnya gila kerja. Kerja untuk rakyatnya, bukan bekerja demi para maling. Bukan bekerja dalam rangka mengabdi kepada para cukong. Ketika kerja untuk rakyat, manfaat yang didapat Jokowi sangat banyak dan besar. Rakyat pasti mati-matian membelanya ketika dibully. Tanpa pencitraanpun, rakyat akan cinta Jokowi. Bila ia benar bekerja total untuk rakyatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun