Akhirulkalam, maafkan Presiden Jokowi. Karena ketidaktahuannya soal belantara politik yang penuh dengan binatang-binatang buas. Kita doakan Jokowi segera sadar. Kembali mengabdi 100 persen untuk rakyat Indonesia. Jangan sedikitpun ruang yang ia sediakan untuk membangun bangsa-bangsa lain. Hanya untuk Indonesia, Jokowi berkhidmat.
Memaafkan ia, tapi bukan berarti kita biarkan Jokowi terus-menerus diambang kegagalan yang akut. Publik harus kagetkan beliau, agar mendengarkan keluhan juga kritik demi memajukan Indonesia. Masih ada waktu, Jokowi bisa menata ulang kewarasan pembantunya. Jangan beri ruang kepada orang-orang lama yang selalu monopoli dan buat sensasi.
Indonesia tak akan maju, jika orang-orang lama tersebut masih setia dipakai Jokowi. Kiranya Jokowi lebih percaya diri lagi sebagai Presiden. Tentu semua ada kekurangan dan kelebihannya dalam menata sistem. Peremajaan dan penyegaran aktor menjadi poin penting. Agar Jokowi mengakhiri jabatan dengan husnul khatimah, maka berbuatlah yang baik.
Maafkan Jokowi jika ia lebih mengutamakan anak-anaknya menjadi Kepala Daerah. Seperti itulah kemampuan memahami politik yang diketahui Jokowi. Jangan mengutuknya, kita memberi doa agar segera Jokowi menaruh skala prioritas sebagai Presiden. Dimana yang perlu ditamakannya ialah rakyat Indonesia. Karena dari rakyatlah ia digaji, dan diberi fasilitas super mewah.Â
Berilah maaf ketika Jokowi masih menerapkan nepotisme. Penyakit yang melingkarinya. Ini tidak perlu dicontoh publik. Jutaan alasan untuk menutupi sikap nepotisme itu tak akan mampu ditutupinya. Tetaplah itu praktek nepotisme yang telanjang. Saat anak-anaknya maju di Pilkada 2020. Sekali lagi, maafkan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H