Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prahara Politik AHY dan Skenario Pilpres

6 Februari 2021   18:53 Diperbarui: 7 Februari 2021   07:30 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moeldoko mencium tangan SBY (Foto WAG Fordista Studies)

JAGAT politik kita diramaikan dengan pembicaraan 'kudeta' terhadap Agus Harimurti Yudhoyono atau yang akrab disapa AHY. Moeldoko yang dituding menjadi aktor utama untuk melengserkan AHY dari posisi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat (DPP PD) mencuat. Ramailah saling serang dan saling ralat. 

Percakapan politik tersebut mendominasi ruang-ruang diskusi kita. Dan menambah eskalasi isu di pentas politik nasional. AHY vs Moeldoko, rivalitas ataukah pentas keakraban politik yang mulai keropos. Dulu kawan, sekarang saling berlawanan. Ah, jangan sampai mereka sedang bersandiwara.

Hantaman ke Moeldoko memberi isyarat bahwa dalang dibalik 'manuver gila' Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) juga bagian dari skenario Presiden Joko Widodo (Jokowi). Terlacak ada 2 (dua) penanda, pertama surat AHY yang meminta klarifikasi Presiden Jokowi.

Kedua, tanggapan Moeldoko yang disampaikan ke publik dengan menggunakan pin KSP. Tampil menggunakan fasilitas dan simbol Negara. Ditambah lagi agresifnya serangan Sekretaris Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, yang terang juga tegas menuding terterlibatan pihak Istana. Ini tidak main-main.

Apakah Jokowi diseret?. Menurut Bang Andi pemerintah tak boleh mengintervensi urusan internal partai politik. Andi Mallarangeng, menyindir Moeldoko bahwa 'Jenderal mau kudeta Mayor, kok gagal pula'. Terjadi pergeseran percakapan politik, dari yang sebelumnya heboh membahas RUU Pemilu dan Gerakan Nasional Wakaf Uang. Menjadi bicara AHY.

Dari analisis yang berbeda. Rotasi isu politik tersebut disebut Rocky Gerung, pengamat politik berkaitan erat dengan momentum Pilpres 2024. Bagiku, simulasi dan prakondisi mulai dilakukan elit politik. Kecurigaan terhadap kubu Jokowi yang dinilai tengah pasang kuda-kuda agar bisa langgeng 3 (tiga) periode pun terdengar.

Demokrasi disebut-sebut ambyar, terjun bebas. Serangan balik untuk AHY juga terjadi. Sebagian elit politik mengatakan AHY lebay. Moeldoko tak tinggal diam, ia mengirimkan pesan politik kepada AHY. 'Jangan dikit-dikit Istana, dan jangan ganggu Presiden', kata Moeldoko yang dilansir media massa.

Peta lama yang mungkin dipakai Moeldoko, sehingga dirinya mengalami kegagal operasi. Operasi 'kudeta' menggulingkan AHY dari posisinya, ternyata menjadi olok-olokan belaka. Seperti ada dagangan politik dan dagelan. Tema-tema elementer tentang kepemimpinan nasional tergeser, publik disibukkan dengan bicara Partai Demokrat (AHY) akhir-akhir ini.

Dan ragam tudingan lainnya yang bersifat mempolarisasi. Keuntungan dan kerugian tentu akan dirasakan kedua belah pihak. Karena publik belum lupa dengan gaya politik khas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ayah AHY. Yang dikenal begitu lihai memainkan politik simpati.

SBY dinilai piawai, memainkan emosi publik. Dengan merancang momentum, lalu melahirkan situasi bahwa seolah-olah dirinya yang terzolimi. Kemudian, posisi Moeldoko sedang terpojok. Skema bentur-benturan terkait 'kudeta' melahirkan citra buruk demokrasi. Terjadi saling meremehkan (underestimate).   

Hadir pula Darmizal, salah satu mantan Pengawas DPP Partai Demokrat yang mencoba 'menyelamatkan' wajah Moeldoko. Menurutnya pertemuan Moeldoko dan beberapa Pengurus DPD Partai Demokrat itu difasilitasinya. Tegas ia mengatakan pembicaraan 'kudeta' tidak didengarnya dalam pertemuan tersebut.

Kemungkinan ada pembahasan 'kudeta', tapi dirinya sedang shalat atau sedang ke toilet. Itu dikatakan Darmizal secara tegas. Di kubu sebelah, Kepala Bappilu DPP Partai Demokrat, Andi Arief, lugas menyampaikan bahwa Istana juga telah menegur Moeldoko.

Kita semua berharap tidak ada skandal politik yang sedang ditutupi. Demokrasi yang bermutu kita berharap ditumbuhkan dalam mengalirnya debat 'kudeta' ini. Publik menunggu Presiden Jokowi mengucapkan sesuatu dalam konfrontasi argumentasi tersebut. Jangan didiamkan.

Publik tentu tidak menghendaki adanya kecerdikan politik. Dimana politisi kita sering tanpa malu mempraktekkan pola itu. Mestinya, politisi menampilkan keterampilan memimpin dan membuat pertempuran politik menjadi sejuk, penuh edukasi.

Jangan menjadi politisi cerdik yaitu pintar tapi busuk dan tidka jujur. Hendaknya jadilah politisi bermoral, jujur, berwawasan luas, dan berintegritas. Jika debat terkait 'kudet' ini makin lama, maka dapat diramalkan posisi AHY makin kuat untuk melompat ke panggung Pilpres 2024.

Tehnik politik yang dimainkan AHY tak bisa diremehkan. Partai Demokrat rupanya serius merespon ini. Lihat saja mereka terus mencicil serangan terhadap Moeldoko. Jadinya, secara psikologis Moeldoko kian tertekan. Makin bicara, dirinya makin dalam posisi terpinggirkan.

Para politisi yang cerdik (dodgy), umumnya menggunakan cara-caea licik dalam berpolitik. Buntutnya, demokrasi bukan menjadi etalase kedamaian (kerukunan) dan penguatan peradaban. Bukan menjadi panggung untuk saling menghakimi, saling membohongi dan tampil pura-pura antara satu dengan lainnya.

Permainan politik yang bermutu itu tidak lain adalah bagaimana politisi menghiasi pembicaraan publik dengan edukasi politik. Kesantunan dan saling menghormati menjadi elemen penting yang perlu dirawat. Jangan juga kelompok yang merasa dilingkar Istana berlaku tidak adil. Semua harus ambil peran mendidik rakyat.

Moeldoko yang terseret dalam gelanggang politik Partai Demokrat, sepertinya babak belur. Kalau kita lihat sekilas. Rumor yang belakangan berkembang, Moeldoko memang dianggap punya obsesi besar menjadi Calon Presiden 2024. Kepentingan itu menggodanya untuk melakukan Kongres Luar Biasa (KLB) atau 'kudeta' terhadap kepemimpinan AHY.

Sedikit kedalam kita korek, Moeldoko termasuk kader atau juniornya SBY. Prahara yang melilit AHY ini jangan-jangan disetting SBY dan Moeldoko untuk lebih membesarkan lagi sosok AHY. Bagaimana tidak, publik telah menangkap bahwa AHY merupakan calon Presiden yang nanti diusung Partai Demokrat.

Ketika kehadiran Moeldoko dalam persekongkolan membesarkan AHY, setidaknya hal ini sukses dilakukan. Partai Demokrat dalam beberapa momentum penting dan strategis sekarang, telah menguasai pembicaraan publik. Dimana sebelumnya sempat meredup. 

Politik elektoral memang bergantung pada momentum. Artinya, bagi siapa atau kelompok mana yang menguasasi suatu momentum, mereka diperkirakan akan menang pertarungan. Para politisi sudah mulai berlari-lari, melakukan pemanasan menuju panggung Pilpres 2024. Tidak bisa kita marahi cara mereka merebut start.

Tentu kita bagian dari publik yang mengharapkan dan meminta agar jalan menuju Pilpres 2024 tidak melahirkan prahara demokrasi. Jangan sampai kepentingan menuju kursi Presiden mengorbankan rakyat. Jangan terus-menerus menyeret rakyat dalam polemik merebut kekuasaan.

Setidak-tidaknya Jokowi harus meninggalkan legacy. Agar dirinya tak dilupakan sejarah. Beliau sejatinya memikirkan dan mengerjakan hal-hal besar. Bukan mengganggu partai politik lain, seperti yang dicurigai elit partai politik tertentu terhadapnya. Prahara politik ini rasanya dinikmati betul kubu AHY.

Politisi, pengamat dan rakyat tentu menanti apa kejutan atau ending dari pertengkaran politik ini. Dari kisruh yang berkembang, ada pihak-pihak yang rupanya tidak rela AHY 'dikawinkan', bergandengan (berkoalisi) dengan Anies Baswedan di Pilpres mendatang.

Konflik verbal ini sudah dapat diprediksi akan bermuara pada kompromi. Rekonsiliasi demokrasi akan terwujud. Di tengah rebut-ribut tentu dibalik panggung ada pembicaraan tersembunyi yang belum terbaca publik. AHY kemungkinan besar memutar balik atau memerankan lagi apa yang pernah dilakukan SBY.

Kalau rutin kita membacanya, keberadaan AHY masih sulit dijinakkan pihak Istana. Pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan komitmen Pilpres 2024 belum ada titik temunya. AHY dan Partai Demokrat dikhawatirkan menarik gerbong politik besar yang melibatkan PKS, Partai Demokrat dan PAN.

Faksi atau blok politik di luar kekuatan Jokowi cs pasti terbentuk. Bisa jadi jalan pikiran kita yang salah membaca pertengkaran politik ini?, tapi dalam pemikiranku Anies dan AHY menjadi rival pihak Istana. Pemerintah seharusnya menyelesaikan tugas menjalankan visi besar memajukan Indonesia.

Jangan sampai narasi Poros Maritim, Perpindahan Ibu Kota Negara dan Revolusi Mental menjadi kering. Atau beralih menjadi sekadar kenangan. Gong pertarungan Pilpres rasanya telah dibunyikan AHY. Dengan segala pulus-minus tentunya AHY harus menerima konsekuensi dari keberaniannya memulai babak awal pertarungan.

AHY telah menang. Moeldoko gagal 'kudeta', kemudian menjadi bulan-bulanan. Buktinya juga secara mengakar struktur kepengurusan Partai Demokrat di daerah-daerah masih solid menyampaikan pernyataan setia dan konsisten berjuang bersama AHY. Hentakan konflik ini malah lebih memperkuat AHY di tingkat internal Partai Demokrat.

Skenario politik yang tengah berjalan ini tidak bebas dari kepentingan. Perlu dicurigai, ada kait-kaitannya dengan Pilpres 2024. AHY bukan spontan untuk melakukan konferensi pers tiba-tiba. Melainkan menjalankan satu demi satu naskah yang telah ditulis menjadi skrip. Besok lusa peristiwa politik apa lagi yang akan disajikan ke publik?, kita tunggu saja nanti.  

Dari konstalasi politik yang bergulir, minimal Moeldoko mau menempatkan posisinya menjadi kuda hitam. Moeldoko berusaha hadir dalam percaturan politik dengan kelihaiannya. Manuver Moeldoko cukup membuat geger. Apapun itu, ia merupakan orang yang berada di dalam lingkaran kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun