Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prahara Politik AHY dan Skenario Pilpres

6 Februari 2021   18:53 Diperbarui: 7 Februari 2021   07:30 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moeldoko mencium tangan SBY (Foto WAG Fordista Studies)

Tentu kita bagian dari publik yang mengharapkan dan meminta agar jalan menuju Pilpres 2024 tidak melahirkan prahara demokrasi. Jangan sampai kepentingan menuju kursi Presiden mengorbankan rakyat. Jangan terus-menerus menyeret rakyat dalam polemik merebut kekuasaan.

Setidak-tidaknya Jokowi harus meninggalkan legacy. Agar dirinya tak dilupakan sejarah. Beliau sejatinya memikirkan dan mengerjakan hal-hal besar. Bukan mengganggu partai politik lain, seperti yang dicurigai elit partai politik tertentu terhadapnya. Prahara politik ini rasanya dinikmati betul kubu AHY.

Politisi, pengamat dan rakyat tentu menanti apa kejutan atau ending dari pertengkaran politik ini. Dari kisruh yang berkembang, ada pihak-pihak yang rupanya tidak rela AHY 'dikawinkan', bergandengan (berkoalisi) dengan Anies Baswedan di Pilpres mendatang.

Konflik verbal ini sudah dapat diprediksi akan bermuara pada kompromi. Rekonsiliasi demokrasi akan terwujud. Di tengah rebut-ribut tentu dibalik panggung ada pembicaraan tersembunyi yang belum terbaca publik. AHY kemungkinan besar memutar balik atau memerankan lagi apa yang pernah dilakukan SBY.

Kalau rutin kita membacanya, keberadaan AHY masih sulit dijinakkan pihak Istana. Pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan komitmen Pilpres 2024 belum ada titik temunya. AHY dan Partai Demokrat dikhawatirkan menarik gerbong politik besar yang melibatkan PKS, Partai Demokrat dan PAN.

Faksi atau blok politik di luar kekuatan Jokowi cs pasti terbentuk. Bisa jadi jalan pikiran kita yang salah membaca pertengkaran politik ini?, tapi dalam pemikiranku Anies dan AHY menjadi rival pihak Istana. Pemerintah seharusnya menyelesaikan tugas menjalankan visi besar memajukan Indonesia.

Jangan sampai narasi Poros Maritim, Perpindahan Ibu Kota Negara dan Revolusi Mental menjadi kering. Atau beralih menjadi sekadar kenangan. Gong pertarungan Pilpres rasanya telah dibunyikan AHY. Dengan segala pulus-minus tentunya AHY harus menerima konsekuensi dari keberaniannya memulai babak awal pertarungan.

AHY telah menang. Moeldoko gagal 'kudeta', kemudian menjadi bulan-bulanan. Buktinya juga secara mengakar struktur kepengurusan Partai Demokrat di daerah-daerah masih solid menyampaikan pernyataan setia dan konsisten berjuang bersama AHY. Hentakan konflik ini malah lebih memperkuat AHY di tingkat internal Partai Demokrat.

Skenario politik yang tengah berjalan ini tidak bebas dari kepentingan. Perlu dicurigai, ada kait-kaitannya dengan Pilpres 2024. AHY bukan spontan untuk melakukan konferensi pers tiba-tiba. Melainkan menjalankan satu demi satu naskah yang telah ditulis menjadi skrip. Besok lusa peristiwa politik apa lagi yang akan disajikan ke publik?, kita tunggu saja nanti.  

Dari konstalasi politik yang bergulir, minimal Moeldoko mau menempatkan posisinya menjadi kuda hitam. Moeldoko berusaha hadir dalam percaturan politik dengan kelihaiannya. Manuver Moeldoko cukup membuat geger. Apapun itu, ia merupakan orang yang berada di dalam lingkaran kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun