Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Politik Balas Budi Mengakar, Merambah Akademisi

26 Januari 2021   10:10 Diperbarui: 27 Januari 2021   07:12 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan pembawa masalah. Apalagi pembuat keributan dalam derasnya arus demokrasi global. Walau umumnya kita dengar ada alasan dan istilah bahwa balas budi itu manusiawi. Bagiku, itu alasan klasik. Untuk menutup aib yang sebenarnya. Dimana mereka yang terlibat kompromi, deal-dealan adalah pragmatis-oportunis. Mereka tak layak dihormati.

Yang terlintas, atau terisi dalam pikiran mereka hanyalah uang. Selebihnya popularitas, kesombongan dan lain-lainnya. Penguatan intelektual hanyalah kemewahan belaka. Independensi menjadi alat jualan mereka. Supaya diketahui publik bahwa akademisi yang seperti ini benar-benar berkualitas, juga bijaksana. Busyet, semuanya kamuflase.

Politik balas budi kalau dicermati, memang dengan ragam argumen disimpan rapi. Sangat naf, jika seorang akademisi yang kemudian dibantu organisasi besar sampai lolos menjadi Timsel, lalu rekomendasi organisasi tersebut tidak dijalankan. Sepengalamanku, belum pernah ada. Yang ada malah, pemaksaan kehendak.

Berjuang total demi membela, meloloskan mereka yang direkomendasikan itu. Meski yang direkom itu tidak memenuhi syarat. Miris dan memalukan sekali. Risikonya, nama baik si akademisi ini yang nanti tercoreng. Dia tidak dianggap lagi sebagai intelektual murni. Melainkan intelektual politis, intelektual kanebo.

Praktek itu membikin perawakan demokrasi kita makin buruk. Babak baru kejatan demokrasi akan bertambah. Pendekatan dan tandanya terlihat, dimana akademisi sudah tunduh pada pemilik jaringan. Akademisi kurang percaya diri lagi. Hormat dan sanjung untuk mereka akademisi yang masih tegak lurus menjaga marwahnya.

Kalau mau kicauan-kicauan, pemikiran cerdas, berisi dari akademisi yang menghiasi media massa itu teraktualisasi. Dijalankan, terlebih dari akademisi-akademisi model ini berkaca. Berhentilah menjadi pemburu kekuasaan, juga pemburu popularitas hanya untuk tujuan mendapat uang lebih. Kampus harus memproduksi akademisi, kaum intelektual yang bersuara nyaring. Tegas dan konsisten pada ilmu pengetahuan.

Bukan pada kiblat kekuasaan. Kurangi bicara, mengomentari hal-hal yang sensitif dan politis. Sebaiknya pasif untuk urusan memberi pandangan partisan. Dari pada lambat-laun persona dari akademisi ini hanya merusak demokrasi. Praktek cuci otak dilakukan, namun akademisi itu bersembunyi dibalik misi rakusnya. Semoga, tidak ada yang seperti itu.

Akademisi is akademisi. Bukan akademisi yang bertopeng. Akademisi yang sering melakukan tugas-tugas akademisnya. Sudah jarang ngasih kuliah. Disisi lain, tak mau ketinggalan jika di undang partai politik karena ada uang duduknya. Idealnya begitu, akademisi bukanlah politisi. Kalau masih ada akademisi bermental politisi, kacaulah kita.

Ketika disodorkan wartawan untuk pertanyaan tertentu, ditolaknya. Karena merasa pertanyaan itu 'menyinggung' pemerintah. Memilah-memilih pertanyaan, maunya hanya memuji penguasa. Begitu buruk akademisi yang modelnya begini. Takut mengungkap situasi objektif yang dirasakan rakyat. Pernyataan dan pemahamannya terlampau basa-basi.

Semestinya, keras, pedas, tegas dan pahit yang diungkap akademisi demi kepentingan ilmu harus disampaikan. Jangan ditutup-tutupi. Mengedit kebenaran yang seharusnya, itu memalukan namanya. Sampai kritiknya bila pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat belum beres mengeluarkan kebijakannya. Salah dibilang salah, jangan penakut.

Kenapa harus puji-pujian terus. Padahal Negara, daerah nyaris bangkrut. Rakyat menjerit kalian seperti tak punya telinga. Jadilah akademisi yang benar-benar akademisi. Bukan akademisi karbitan, palsu, tukang puji pemerintah. Beri apresiasi secukupnya jika pemerintah berhasil. Memang sudah begitu tugas pemerintah bekerja untuk rakyatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun